![Kejagung Jawab Pimpinan KPK: Jika Ada Menengarai Tutup Pintu Koordinasi dan Supervisi Sebaiknya Diungkap](https://cdns.klimg.com/mav-prod-resized/480x/ori/feedImage/2024/7/2/1719914017676-c8e1cg.jpeg)
![Kejagung Jawab Pimpinan KPK: Jika Ada Menengarai Tutup Pintu Koordinasi dan Supervisi Sebaiknya Diungkap](https://cdns.klimg.com/mav-prod-resized/480x/ori/feedImage/2024/7/2/1719914017676-c8e1cg.jpeg)
Kejaksaan Agung (Kejagung) buka suara perihal bakal menutup koordinasi saat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menindak jaksa yang terjerat korupsi. Kejagung menegaskan tidak menutup ruang koordinasti dan surpervisi dan mempersilakan KPK mencari bukti apabila ada personel korps Adhyaksa.
"Kejaksaan selama ini sangat terbuka dan fasilitatif terhadap KPK dalam menjalankan fungsi koordinasi dan supervisi khususnya di daerah-daerah. Jika KPK menengarai ada pintu yang tertutup untuk koordinasi, sebaiknya diungkap dengan detil terkait peristiwa apa, di daerah mana, dan terkait persoalan apa supaya jelas dan dapat dipertanggungjawabkan," kata Kapuspenkum Kejagung, Harli Siregar dalam keterangannya, Selasa (2/7).
Harli mengatakan, hubungan Kejagung dengan KPK sejauh ini berjalan dengan baik. Termasuk dalam supervisi dan koordinasi juga pihak Kejagung selalu membuka memberikan keleluasaan kepada KPK dalam mengungkapkan kasus korupsi. Apalagi Kejagung juga mensupport lembaga antirasuah itu pada saat berproses di pengadilan.
"Kewenangan KPK justru lebih besar dari Kejaksaan sehingga tidak beralasan jika Kejaksaan menutup pintu koordinasi dan supervisi," jelas Harli.
Harli menegaskan Kejaksaan menegaskan mendukung KPK dalam menjalankan tugas fungsinya dengan mensupport tenaga-tenaga Jaksa yang andal dan mumpuni untuk diperbantukan di lembaga antirasuah.
"Apalagi ketika para Jaksa di KPK menjalankan tugas0tugas persidangan. Support yang diberikan seperti penggunaan mobil tahanan, antar jemput tahanan KPK, pengamanan bagi tahanan dan Para Jaksa yang bersidang," pungkas Harli.
Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata sebelumnya mengungkapkan bahwa koordinasi dan supervisi antara lembaga antirasuah itu dengan Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) dan Kejaksaan Agung RI tidak berjalan dengan baik. Menurut Alexander, ego sektoral antar lembaga-lembaga tersebut masih terjadi sehingga menghambat koordinasi. Terlebih lagi, menurut Alexander, koordinasi cenderung tertutup jika KPK menindak adanya oknum di lembaga-lembaga itu yang terjerat korupsi.
"Ego sektoral masih ada, masih ada. Kalau kami menangkap jaksa misalnya, tiba-tiba dari pihak Kejaksaan menutup pintu koordinasi supervisi, sulit. Dengan kepolisian juga demikian," kata Alexander saat rapat kerja bersama Komisi III DPR RI di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (1/7).
Alexander mengatakan, penindakan korupsi di Indonesia berbeda dengan negara-negara lainnya yang lebih sukses, khususnya jika dibandingkan dengan Singapura dan Hong Kong. Kedua negara tersebut, menurut Alexander, menjadi lembaga satu-satunya yang menangani tindak pidana korupsi.
"Sedangkan kalau di KPK (Indonesia), ada tiga lembaga, KPK, Polri, Kejaksaan, memang di dalam UU KPK yang lama maupun yang baru, ada fungsi koordinasi dan supervisi," kata Alexander, dikutip dari Antara.
Untuk menangani hal itu, dia mengatakan KPK pada beberapa waktu lalu telah berkomunikasi dengan Menkopolhukam Hadi Tjahjanto untuk mencermati masalah tersebut.
Dia pun meminta agar Menkopolhukam bisa memfasilitasi koordinasi antara tiga lembaga yang sama-sama menangani masalah korupsi. Dia meyakini tidak akan ada sikap ego sektoral jika yang memfasilitasi koordinasi tersebut merupakan lembaga yang lebih tinggi.
Kapuspenkum Kejagung, Harli Siregar mengklaim hubungan KPK dengan Kejagung RI berlangsung dengan sangat baik
Baca SelengkapnyaMenurut KPK, ego sektoral antar lembaga-lembaga tersebut masih terjadi sehingga menghambat koordinasi.
Baca SelengkapnyaKejagung dan Polri Bantah Tutup Pintu Koordinasi, Ini Respons KPK
Baca SelengkapnyaHasto mengaku ditinggal dalam ruangan penyidikan dalam kondisi kedinginan.
Baca SelengkapnyaKPK telah menaikkan status penanganan kasus korupsi LPEI.
Baca SelengkapnyaSejauh ini nilai kerugian negara akibat korupsi tersebut senilai Rp271 triliun.
Baca SelengkapnyaKejagung berkoordinasi lintas instansi dalam menangani perkara ini.
Baca SelengkapnyaSebanyak 90 pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diduga terlibat pungli di Rutan KPK bakal dipecat
Baca SelengkapnyaAS ditahan 20 hari pertama terhitung tanggal 23 Februari 2024 sampai dengan 13 Maret 2024 di Rutan KPK.
Baca Selengkapnya