Pimpinan KPK: Semakin Dikejar, Korupsi Makin Buas dan Canggih Modusnya!
Wakil Ketua KPK ungkap setiap kasus yang ditangani modus korupsinya semakin berevolusi.
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nurul Ghufron mengatakan semakin banyak koruptor ditindak penyidik dari tahun ke tahun. Namun, kata Ghufron, setiap kasus yang ditangani modus korupsi semakin berevolusi.
- Laporan Kinerja Dewas KPK dalam 5 Tahun: Sanksi Etik 109 Pegawai hingga Pimpinan, Termasuk Firli Bahuri
- Mengenal 5 Pimpinan KPK Terbaru, Ada Perwira Tinggi Polri hingga Mantan Wakil Ketua BPK RI
- Calon Pimpinan KPK Ini Tawarkan Pola Kerja Gatot Kaca Untuk Berantas Korupsi
- Deretan Kekalahan KPK Lawan Tersangka Kasus Korupsi di Sidang Praperadilan
"Semakin hari semakin dikejar, semakin banyak ditangkap, ternyata korupsinya lebih cepat bereproduksi. Semakin canggih modusnya, semakin buas," ungkap Ghufron saat acara Penandatanganan Perjanjian Pelaksanaan SPI 2024, di gedung KPK, Jakarta, Kamis (25/7).
Ghufron membeberkan KPK telah mengungkapkan 1.607 kasus korupsi selama 10 tahun terakhir. Di antaranya ribuan kasus tersebut modus yang kerap dijumpai yakni suap.
"Perkaranya, bayangkan dari 2004-2024 saat ini sudah total sekitar 1.607 perkara. Modusnya, paling banyak masih penyuapan, baru kemudian disusul kedua dalam area apa? Dalam pengadaan barang dan jasa," beber Ghufron.
“Selanjutnya, di pemungutan liar dan pemerasan, baru kemudian suap-suap di perizinan. Itu modus perkaranya," lanjut dia.
Dari pelbagai modus dan kasus, pihak swasta lah yang paling sering terlibat. Sementara untuk pejabat negara berada di urutan kedua. Dari sisi instansi, yang paling banyak terlibat adalah Pemerintah Daerah (Pemda).
"Dari instansinya, paling banyak pemda yaitu kabupaten/kota, karena memang jumlahnya lebih luas. kemudian diikuti oleh kementerian dan lembaga, ketiga pemerintah provinsi, lantas DPRD, BUMN, BUMD dan lembaga negara non kementerian. itu instansinya," bebernya.
Menurut Ghufron pemberantasan korupsi tidak bisa hanya dilakukan dengan penangkapan pelaku. Tapi harus ada tindak pencegahannya. Sebab masyarakat Indonesia semakin permisif dengan pemberian amplop-amplop dalam proses pemilihan pemimpin.
"Masyarakat semakin permisif. Tidak melihat lagi amplop-amplop pilkada, pileg, maupun pilpres itu sebagai sebuah hal yang negatif, tabu, atau kemudian diharamkan. Tidak ada. Ini wajah kita. Wajah korupsi di Indoensai saat ini," tutupnya.