Pimpinan MPR Kecam Intimidasi dan Teror Terhadap Wartawan dan Panitia Diskusi di UGM
Wakil Ketua MPR RI, Hidayat Nur Wahid mengutuk keras teror dan ancaman pembunuhan terhadap wartawan, narasumber serta panitia diskusi di Kampus Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta. Menurutnya, diskusi sebagai salah satu bentuk mimbar akademik.
Wakil Ketua MPR RI, Hidayat Nur Wahid mengutuk keras teror dan ancaman pembunuhan terhadap wartawan, narasumber serta panitia diskusi di Kampus Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta. Menurutnya, diskusi sebagai salah satu bentuk mimbar akademik. Oleh karena itu seharusnya tidak diberangus, tapi dihormati serta dibebaskan dari intervensi apapun dan siapapun.
Hidayat meminta aparat kepolisian turun tangan mengusut peristiwa tersebut, guna menyelamatkan praktik ber-Pancasila dan berdemokrasi. Sekaligus menjaga eksistensi Indonesia sebagai negara demokrasi dan hukum.
-
Kapan UGM diresmikan? Universitas Gadjah Mada (UGM) didirikan pada 19 Desember 1949 di Yogyakarta, Indonesia.
-
Kapan Purnawarman meninggal? Purnawarman meninggal tahun 434 M.
-
Kapan Gunawan tertinggal rombongan mudik? Di tengah perjalanan, Senin (8/4) sekira pukul 02.00 WIB saat sopir istirahat, ia pergi ke toilet. Namun saat kembali, mobil yang ditumpanginya sudah pergi.
-
Kapan Putri Gading meninggal? Kerangka ini ditemukan di Sevilla, Spanyol. Kerangka manusia berusia 5.000 tahun ditemukan di Sevilla, Spanyol.
-
Kenapa UMKM penting? UMKM tidak hanya menjadi tulang punggung perekonomian di Indonesia, tetapi juga di banyak negara lain karena kemampuannya dalam menciptakan lapangan kerja dan mendorong pertumbuhan ekonomi.
-
Apa yang membuat wartawan dibunuh? Daftar wartawan di Indonesia yang tewas dibunuh usai meliput kasus sensitif.
Dia menilai, jika ancaman seperti itu dibiarkan, akan menjadi tren serta bom waktu diabaikannya Pancasila. Pembiaran terhadap ancaman, juga akan menyuburkan praktik negara Demokrasi dan hukum rimba yang tak sesuai dengan Ideologi Pancasila.
"Teror, intimidasi dan ancaman pembunuhan terhadap wartawan, Narsum dan panitia adalah kejahatan yang tidak sesuai dengan ideologi Pancasila, prinsip negara demokrasi, hukum serta tuntutan reformasi. Karenanya teror-teror seperti itu harus diusut tuntas, pelakunya dijatuhi hukuman keras, agar kejahatan seperti ini tak diulangi lagi," kata Hidayat melalui siaran pers di Jakarta, Minggu (31/5).
Hidayat berpendapat, di era demokrasi dan reformasi, teror serta ancaman pembunuhan untuk menunjukkan ketidaksetujuan dengan pihak lain seharusnya sudah ditinggalkan dan tidak dipraktikkan lagi.
"Ini malah ada dua teror dan ancaman pembunuhan terhadap wartawan dan kegiatan di kampus, yang dipertontonkan dengan vulgar kepada publik. Bahkan membuat diskusi ilmiah di kampus UGM sampai dibatalkan. Cara-cara semacam ini seharusnya sudah tidak lagi diberi tempat di Indonesia. Polisi harus turun tangan, menegakkan hukum, mengayomi rakyat dan adil," tuturnya.
Dia berujar, ancaman teror di UGM, itu makin memprihatinkan, karena mencatut nama aktivis ormas Muhammadiyah di Klaten meski dibantah oleh Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kabupaten Klaten. Melihat modus tersebut, Hidayat bilang pelaku bermaksud mencemarkan nama besar Muhammadiyah atau memiliki motif mengadu domba.
"Saya sangat yakin kader Muhammadiyah yang terkenal dengan akhlak mulia dan intelektualitas tingginya, tidak akan menggunakan cara-cara negatif itu. Dengan mengusut tuntas, polisi sekaligus dapat mencegah terjadinya adu domba dan fitnah terhadap Muhammadiyah," ujar dia.
Dia menuturkan, dalam beberapa hari terakhir, terdapat dua ancaman pembunuhan yang sangat menghebohkan publik. Pertama adalah ancaman pembunuhan kepada wartawan detik.com atas pemberitaan terkait Presiden Joko Widodo (Jokowi), dan ancaman pembunuhan kepada panitia dan narasumber diskusi di Fakultas Hukum UGM yang bertajuk 'Persoalan pemakzulan Presiden di Tengah Pandemi Ditinjau dari Sistem Ketatanegaraan' dan diskusi batal dilaksanakan.
Sikapi dengan Ilmiah
Menurut Wakil Ketua Majelis Syuro PKS ini, terkait diskusi yang berjudul pemakzulan presiden seharusnya bisa disikapi dengan ilmiah, intelektual dan kepala dingin. Ketentuan soal pemakzulan presiden memang ada dalam UUD NKRI 1945. Namun, prosesnya diatur sangat ketat dengan tahapan yang berjenjang. Jadi, tidak karena satu diskusi di kampus maka terjadi pemakzulan. Menurutnya, mendiskusikan hal itu apalagi secara ilmiah di kampus bukan tindakan makar.
HNW juga mengapresiasi langkah Aliansi Jurnalis Independen (AJI) dan asosiasi pengajar di fakultas hukum Indonesia, dan PP Muhammadiyah, yang menyuarakan keberatannya terhadap intimidasi dan teror dalam kasus tersebut.
"Semua pihak harus ikut mengawal praktik demokrasi Pancasila, apalagi jelang peringatan hari lahirnya Pancasila pada 1 Juni, yang nilai-nilainya wajib kita jaga dan perjuangkan bersama, bukan hanya sekadar perayaan tahunan yang bersifat seremonial. Karena itu Polisi harus segera melakukan kewajibannya; usut tuntas, tegakkan hukum yang benar dan adil," pungkasnya.
(mdk/bal)