Polisi Beberkan Kelakuan Anak Bos Toko Roti, Kepala Karyawati Robek karena Loyang Kue
Kapolres Metro Jakarta Timur Kombes Nicolas Ary Lilipaly mengungkapkan fakta dalam kasus penganiayaan yang dilakukan oleh anak pemilik toko roti.
Kapolres Metro Jakarta Timur Kombes Nicolas Ary Lilipaly mengungkapkan fakta dalam kasus penganiayaan yang dilakukan oleh anak pemilik toko roti, George Halim Sugama (GHS) kepada karywati.
Nicolas menceritakan beberapa fakta hukum dalam kasus yang ditangani. Seperti luka sobek yang dialami korban Dwi Ayu Darmawati (DAD).
- George Anak Bos Toko Roti Diduga Punya Keterbelakangan IQ, DPR: Jangan Sampai jadi Alasan Pemaaf
- Anak Pemilik Toko Roti Penganiaya Karyawati George Sugama Halim Mengaku Menyesal
- Anak Pemilik Toko Roti Penganiaya Karyawati George Sugama Halim Jadi Tersangka, Terancam Lima Tahun Penjara
- Tampang Dua Anggota Polres Jaktim Dipecat Gara-Gara Desersi hingga Narkoba
"Yang membuat luka sobek di kepala sebelah kiri adalah loyang kue. Penyebab penganiayaan ini adalah karena adanya kata-kata adu mulut antara si pelapor dan terlapor," kata Nicolas dalam rapat di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (17/12).
"Ini foto-foto pun yang kami dapatkan ini setelah kami Kapolres menyampaikan ke saudara pelapor bahwa harus menyampaikan foto dan rekaman, dan kami minta untuk ditambahkan pada berita acara," sambungnya.
Foto-foto dan video yang diterima penyidik diperoleh ketika kasus itu menjadi viral. Karena saat itu korban tidak menyertakan bukti tersebut saat membuat laporan.
"Ini kita baru dapatkan dari saudara Ayu dan baru diberikan kepada kami setelah kasus viral, dan kami mau meningkatkan ke tahap penyidikan," sebutnya.
Kemudian, pihaknya melakukan gelar perkara untuk menaikan status dari penyelidikan menjadi penyidikan. Hal ini dilakukan untuk menangani perkara itu lebih lanjut.
Setelah kasus itu naik menjadi penyidikan, polisi kemudian mengirimkan Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (SPDP) kepada terlapor dalam hal ini George pada 14 Desember 2024 sekaligus pemanggilan kepada terduga pelaku.
"Berikutnya pada 14 Desember 2024 kami juga mengirimkan surat panggilan kepada pelapor, dan pada 15 Desember kami melakukan pemeriksaan kepada pelapor dan para saksi. Dan pada 15 Desember juga kami melakukan penyitaan barbuk," ujarnya.
Selanjutnya, pada 16 Desember 2024 pihaknya mengamankan George yang saat itu tengah berada di kawasan Sukabumi, Jawa Barat.
"Selanjutnya pada 16 Desember 2024 kami melakukan gelar perkara penetapan tersangka, dan pada 16 Desember itu juga kami melakukan penetapan tersangka. Kami melakukan penahanan dan press release," jelasnya.
Dalam kesempatan itu, Nicolas mengungkapkan, salah satu saksi dalam perkara tersebut yang juga merupakan rekan kerja Dwi Ayu tidak berkenan untuk memberikan kesaksian.
Meskipun namanya ada dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) yang disampaikan oleh Dwi Ayu.
"Perlu kami sampaikan juga di sini bahwa salah satu saksi yakni teman rekan kerja daripada pelapor sampai saat ini tidak mau diambil keterangannya sebagai saksi. Dia tidak mau dijadikan sebagai saksi," ungkapnya.
"Namun kami sudah berkomunikasi dan kami sudah mengirimkan surat resmi agar saudara mau dijadikan sebagai saksi, karena terdapat dalam BAP pelapor," tambahnya.
No Viral No Justice
Sementara itu, Anggota Komisi III DPR Rikwanto turut menanggapi penjelasan Nicolas atas perkara yang dinilainya terkesan lamban dalam penanganannya.
Menurutnya, cepatnya penanganan perkara tersebut ketika viral di media sosial. Padahal, jika melihat kasus itu semestinya tidak sampai berbulan-bulan dalam menanganinya.
"Saya tadi lihat hampir satu bulan itu penangkapannya hampir 1 bulan, juga itu pun setelah viral. Nah ini dari catatan juga seharusnya itu bisa harus lebih cepat lagi ya, saya berpikir sebagai anggota Polri dahulu kita fokus kejadian itu langsung ditangani tiga sampai seminggu itu bisa selesai itu," ujar Rikwanto.
"Itu kasus nyata kelihatan dan terbuka tinggal gercepnya anggota itu nah ini. Jadi pertanyaan masyarakat juga korupsi juga gitu kepolisian terutama kalau Jakarta Timur. Jadi ya seperti itu seharusnya cepat geraknya sampai muncul di media itu no viral, no justice, no viral, no attention, no Justice," tambahnya.
Rikwanto pun ingin agar Polri tidak tebang pilih dalam menangani suatu perkara. Apalagi, sampai korban harus kehilangan motornya karena dijual.
"Polri dibayar negara dikasih kewenangan dikasih perlengkapan untuk penegakan hukum siapapun yang bermasalah dengan hukum tidak pilih-pilih kerjakan itu," ucapnya.
"Kasian korban ini apalagi sampai kehilangan motor ya sudah jatuh ketimpa tangga, ditipu pula. Barang kali Pak Kapolres berkenan untuk motor yang hilang ya supaya kembali lagi, cari pelakunya atau bagaimana Pak Kapolres ya kasih tahu lagi anggotanya supaya lebih gigih lagi dalam menangani kasus-kasus yang dilaporkan," pungkasnya.