Polisi sita Rp 514 juta dari rekening Pemkot Semarang di BTPN
Uang ini bagian dari kasus dugaan korupsi raibnya deposito Kasda Pemkot Semarang sebesar Rp 22,7 miliar.
Tim penyidik Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Polrestabes Semarang, Jawa Tengah menyita uang Rp 514 juta dari Bank Tabungan Pensiunan Nasional (BTPN) Semarang. Uang tersebut disita dari tiga rekening misterius atas nama Kas Daerah (Kasda) Pemerintah Kota Semarang.
Pasca ditemukan oleh penyidik Tipikor Polrestabes Semarang, pihak Pemkot Semarang tidak mengakui memiliki tiga rekening berisi Rp 514 juta di BTPN tersebut. Diduga, tiga rekening itu dibuat oleh Dyah Ayu Kusumaningrum (DAK), mantan bankir BTPN Semarang yang saat ini menjadi tersangka dalam kasus raibnya Kasda Pemkot Semarang Rp 22,7 miliar.
Dipimpin langsung oleh Panit I, AKP Ibnu, tim penyidik Tipikor Polrestabes Semarang mendatangi kantor BTPN Semarang di Jalan MT Haryono No 715 Semarang, Jumat (29/5).
Mereka datang mengendarai mobil Daihatsu Xenia warna biru nopol E-144-LS. Para penyidik kemudian masuk di kantor bank dan melakukan negosiasi dengan pihak bank. Kurang lebih sekitar empat jam, tim penyidik Tipikor keluar dari kantor bank tersebut dengan menenteng tas plastik warna hitam berisi uang Rp 514 juta.
Kapolrestabes Semarang Kombes Pol Burhanudin mengatakan pihaknya melakukan penyitaan uang dari BTPN Kantor Cabang Semarang terkait kasus dugaan korupsi raibnya deposito Kasda Pemkot Semarang Rp 22,7 miliar.
"Totalnya uang yang kami sita Rp 514 juta. Uang tersebut kami sita dari tiga rekening Bilyet Deposito Berjangka atas nama Wali Kota Cq Kas Umum Daerah Pemkot Semarang," kata Burhanudin di Mapolrestabes Semarang Jalan Dr Soetomo, Kota Semarang, Jawa Tengah kepada wartawan Jumat (29/5).
Secara rinci, tiga rekening tersebut masing-masing; Bilyet Deposito Berjangka No DH 55935 Rp 100 juta, Bilyet Deposito Berjangka No DH 55940 Rp 400 juta, dan Bilyet Deposito Berjangka No DH 55941 Rp 14 juta. Sehingga totalnya Rp 514 juta.
"Semuanya dipalsukan oleh tersangka DAK untuk mengelabui Pemkot Semarang. Pemkot sendiri mengaku tidak pernah membuat bilyet deposito tersebut. Bilyet deposito ini menyerupai asli tapi tidak asli. Bentuknya persis dengan apa yang dimiliki oleh BTPN," terang Burhanudin.
Selain uang Rp 514 juta tersebut, pihaknya juga menyita satu buah laptop merk HP warna silver, dan satu buah stempel bank BTPN Cabang Semarang. Alat bukti tersebut diserahkan oleh tersangka Dyah Ayu kepada penyidik di Mapolrestabes Semarang pada 19 Mei 2015 lalu.
"Alat-alat ini yang digunakan tersangka DAK untuk membuat rekening koran fiktif tersebut. Tujuannya bahwa seolah-olah dana Kasda Pemkot Semarang benar-benar ada sesuai saldo dalam rekening fiktif tersebut," katanya.
Agar pihak Pemkot Semarang percaya, maka tersangka membubuhkan stempel bank BTPN Cabang Semarang.
"Stempel BTPN tersebut dipesan oleh tersangka kepada tukang stempel di Semarang," beber Burhanudin.
Dalam penyitaan uang negara dari BTPN Cabang Semarang tersebut diwakili oleh saksi King Amidjaja.
"Kami melakukan penyitaan uang tersebut sebagai tindakan penyelamatan uang negara. Sebab pihak pemkot tidak pernah membuka 3 rekening deposito tersebut," tegasnya.
Penyelewengan yang dilakukan tersangka DAK, lanjut Burhanudin, dilakukan dalam kurun waktu 2007 hingga 2014.
"Saat ini kami masih menunggu hasil audit dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Perwakilan Jateng untuk mengetahui berapa kerugian negara," katanya.
Lebih lanjut, penyidik Polrestabes Semarang akan menitipkan uang tersebut kepada Kasda Pemkot di Bank Jateng. Hal itu dilakukan demi menjaga keamanan selama proses penyidikan untuk membongkar skandal raibnya deposito Kasda Pemkot Rp 22,7 miliar.
Sejauh ini pihak Polrestabes Semarang baru menetapkan dua tersangka, yakni mantan bankir BTPN Semarang, Dyah Ayu Kusumaningrum (DAK) dan Kepala Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Kas Daerah Dinas Pendapatan Keuangan dan Aset Daerah (DPKAD) Kota Semarang, Suhantoro (SH) yang sempat menghebohkan dunia perbankan, sejak Kamis 9 April 2015 lalu.
DAK ditetapkan tersangka dengan pasal tindak pidana korupsi dan kejahatan perbankan. Sedangkan Suhantoro ditetapkan tersangka atas pasal gratifikasi.