Politisi PDIP 'nyanyi', Gerindra bantah dapat jatah dari tiap proyek
Damayanti sebut tiap anggota Komisi V DPR dapat jatah 6 persen dari total nilai proyek.
Mantan anggota Komisi V DPR RI dari Fraksi PDIP, Damayanti Wisnu Putranti mulai buka-bukaan soal kasus suap Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) di Maluku. Di pengadilan Tipikor, Damayanti mengungkapkan, setiap anggota komisi mendapatkan 6 persen dari total nilai proyek yang sedang dibahas.
Menanggapi nyanyian Damayanti, Anggota Komisi V DPR, Nizar Zahro mengatakan, dirinya tak berkaitan dengan suap pemulusan proyek tersebut.
"Enggak ada, enggak ada, enggak ada. Itu menyalahi aturan. Saya tidak pernah mendengar, tidak pernah melihat dan tidak pernah menyaksikan," kata Nizar di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (12/4).
Namun Nizar enggan menyatakan jika keterangan Damayanti tersebut mengada-ada. Dia mempersilakan pengadilan tipikor memperdalam keterangan tersebut.
"Karena lembaga yang berhak itukan pengadilan. Tapi saya menyatakan itu sesuai dengan proses regulasi pembahasan siklus APBN tahun berjalan," tuturnya.
Politikus Partai Gerindra ini menilai, uang suap tersebut telah menyalahi aturan. Sebab, tak ada kewenangan dari DPR untuk mengikuti proyek yang merugikan rakyat.
"Itu menyalahi aturan. Karena itu seperti yang saya sampaikan tadi UU nomor 17 tahun 2003 tentang keuangan negara itu kan ada siklusnya dan pasal 2 UUD 1945 pembahasan APBN itu demi kemakmuran rakyat bersama seusai dengan siklus yang saya sampaikan tadi. Jadi itu aturan yang harus sesuai regulasi. Regulasinya mengatakan seperti itu," ungkapnya.
Sebelumnya, Damayanti Wisnu Putranti buka-bukaan soal kasus suap pembangunan jalan proyek Kemenpupera yang melibatkan dirinya. Menurut politikus PDIP ini, duit suap tersebut juga dibagikan kepada anggota Komisi V DPR lainnya.
Damayanti mengatakan, anggota Komisi V dalam program aspirasi pembangunan jalan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) di Maluku mendapatkan jatah (fee) dari Kepala Balai Pelaksana Jalan Nasional (BPJN) IX Maluku dan Maluku Utara Amran Mustary.
"Pak Amran inilah yang menentukan jatah kami. Pak Amran sudah menyampaikan pada kami akan mendapat fee masing-masing yang sudah disepakati. Saya dapat sekitar Rp 2,4 Miliar," kata Damayanti saat bersaksi di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (11/4).
Dia menyebutkan, nominal jatah (fee) yang telah ditentukan tersebut berdasarkan kesepakatan komisi V dan Kementerian PU-Pera. Namun penentuan nominalnya pun ditentukan oleh Amran dan besarnya nominal jatah tersebut berbeda-beda tergantung dari tingkatannya. Setidaknya, anggota DPR dapat 6 persen dari total nilai proyek tersebut.
"Pak Amran, Kepala Balai yang menentukan. Nilai nominalnya itu merupakan hasil nego antara pimpinan Komisi V dan Kementerian PU-Pera. Sehingga masing-masing anggota dapat jatah maksimal Rp 50 (miliar total proyek), kapoksi (kepala kelompok fraksi) maksimal Rp 100 (miliar total proyek), untuk pimpinan saya kurang tahu," kata dia, saat bersaksi untuk terdakwa Abdul Khoir, di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat.
Pembicaraan mengenai nominal jatah tersebut, dia mengakui sudah terjadi sejak pertemuan ketiga bersama Amran dan pihak lainnya.
"Sudah ada empat kali pertemuan ini. Dalam pertemuan kedua juga ada Abdul Khoir di Hotel Ambhara. Sedangkan pertemuan pertama belum ada pembicaraan mengenai program aspirasi pembangunan jalan di Maluku. Bahkan besaran anggarannya pun belum dibahas," ucapnya.