Penasihat Polres Banyumas sebut hakim Sarpin soal jenderal BG keliru
Secara tersirat, Djalal menyebutkan putusan hakim Sarpin dalam sidang praperadilan Komjen Budi Gunawan keliru.
Penasihat hukum Kepolisian Resor (Polres) Banyumas AKBP Djalal usai sidang praperadilan di Pengadilan Negeri (PN) Purwokerto Jawa Tengah mengemukakan, putusan yang ditetapkan Hakim Kritanto Sahat sudah memenuhi aturan KUHAP yang mengatur praperadilan secara limitatif.
"Hakim kan lain-lain ya (penafsirannya), makanya di jawaban saya bilang, ada penafsiran-penafsiran keliru menurut saya, penafsiran sesat. Jadi hukum formil tidak boleh disalahtafsirkan," ucapnya saat ditemui wartawan usai sidang praperadilan, Selasa (10/3).
Secara tersirat, Djalal menyebutkan putusan hakim Sarpin dalam sidang praperadilan Komjen Budi Gunawan yang dilaksanakan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan sudah keliru.
"(Hukum formal) sudah diatur secara limitatif, makanya kan penyimpangan. Sekarang kan di sana lagi proses hukum juga, ada PK toh, rencana PK oleh KPK. Jadi menurut kami, ya seperti ini, hukum formal tidak boleh disalahtafsirkan. jadi begitu," ujarnya.
Dalam pasal 77 KUHAP disebutkan bahwa Pengadilan Negeri berwenang untuk memeriksa dan memutus, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang ini, tentang sah atau tidaknya penangkapan, penahanan dan penghentian penuntutan.
Sebelumnya sidang praperadilan di Pengadilan Negeri Purwokerto Jawa Tengah yang diajukan Mukti Ali (42) terhadap Kepolisian Resor (Polres) Banyumas akhirnya ditolak. Pedagang sapi asal Berkoh Purwokerto tersebut ditetapkan menjadi tersangka dalam kasus korupsi bantuan dana sosial dari Direktorat Jenderal Peternakan Kementerian Pertanian dalam program penyelamatan sapi betina.
Dalam sidang yang dipimpin hakim Kristanto Sahat yang berlangsung pada Selasa (10/3), memutuskan bahwa penetapan tersangka bukan ranah praperadilan.
"Kalau diperbandingkan dengan produk pengadilan yang dalam satu atap Mahkamah Agung, ini kan sebuah perbedaan. Sehingga saya simpulkan, hukum hanya berlaku pada orang-orang kasta yang tinggi, tidak berlaku untuk orang-orang yang bawah," ujar penasihat hukum Mukti Ali, Djoko Susanto, usai sidang praperadilan.
Djoko juga mempertanyakan, putusan hakim Sarpin dalam sidang praperadilan Komjen polisi Budi Gunawan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang mengabulkan permohonan pemohon dalam penetapan tersangka oleh KPK, tidak dijadikan landasan dalam pertimbangan hakim.
"Sehingga hukum kesannya hanya berlaku bagi mereka yang punya pangkat dan golongan tertentu, saya simpulkan seperti itu. Untuk selanjutnya, kami akan mengupayakan dan berkoordinasi untuk mengajukan peninjauan kembali ke Mahkamah Agung (MA)," tuturnya.
Sementara itu, penasihat hukum Polres Banyumas, AKBP Djalal mengemukakan putusan hakim tersebut sudah sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. "Saya rasa putusannya sudah sangat adil, secara normatif maupun secara materiil pas. Sesuai dengan jawaban kami dengan KUHAP pas menurut saya," ujarnya.
Ia mengemukakan, dalam hukum formil yang berlaku memang sudah semestinya penetapan tersangka bukan masuk dalam ranah peradilan. "Jadi eksepsi kami yang menyatakan bahwa penetapan tersangka bukan ranah praperadilan itu tidak di eksepsi, tetapi di pokok perkaranya ditolak di sana memang sudah masuk pokok perkara praperadilan," ujarnya.
Mukti Ali ditetapkan menjadi tersangka dalam kasus korupsi dana bantuan sosial penyelamatan sapi betina yang berasal dari Direktorat Jenderal Peternakan Kementerian Pertanian senilai Rp 50 juta dari total dana yang digulirkan mencapai Rp 440 juta. Dalam penetapannya menjadi tersangka, Mukti mengakui tidak menjadi ketua kelompok tani mekar jaya yang mendapat dana kucuran tersebut.
Namun, pihak Polres Banyumas menetapkannya menjadi tersangka, karena dianggap terlibat dalam proyek bantuan sosial tersebut. Pihak Mukti Ali kemudian mengajukan sidang praperadilan yang dimulai sejak Senin (23/2) lalu. Djoko mengemukakan, kliennya dikenakan ketentuan Pasal 3 UU No 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi. Sebelumnya, Djoko mengemukakan kliennya bukan pejabat negara, jika merujuk ketentuan Pasal 3 UU No 31 tahun 1999 yang diperbarui UU Nomor 21 Tahun 2001.
Karena menurutnya, ketentuan hukum tersebut diterapkan kepada pelaku tindak pidana korupsi yang mempunyai jabatan tertentu atau PNS yang menyalahgunakan jabatannya. Lebih jauh, dia mengemukakan, sebagai warga negara kliennya meminta tidak ada perbedaan dalam hukum untuk mengajukan praperadilan yang merujuk pada pada yurisprudensi putusan hakim Sarpin Rizaldi dalam kasus Budi Gunawan yang digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, beberapa waktu lalu.
Baca juga:
PN Purwokerto tolak praperadilan penetapan tersangka pedagang sapi
-
Siapa yang ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus korupsi Bansos Presiden Jokowi? Pada kasus ini, satu orang telah ditetapkan menjadi tersangka yakni Direktur Utama Mitra Energi Persada sekaligus Tim Penasihat PT Primalayan Teknologi Persada tahun 2020, Ivo Wongkaren, alias IW.
-
Apa isi pemberitaan yang menyebutkan Prabowo Subianto terlibat dugaan korupsi? Prabowo terlibat dugaan korupsi dan penyuapan senilai USD 55,4 juta menurut isi pemberitaan tersebut dalam pembelian pesawat jet tempur Mirage bekas dengan pemerintah Qatar. Uang ini disebut yang dijadikan modal Prabowo dalam melenggang ke pilpres 2014.
-
Siapa yang menjadi tersangka dalam kasus korupsi Bantuan Presiden? Adapun dalam perkara ini, KPK telah menetapkan satu orang tersangka yakni Ivo Wongkaren yang merupakan Direktur Utama Mitra Energi Persada, sekaligus Tim Penasihat PT Primalayan Teknologi Persada tahun 2020.
-
Apa yang dikhawatirkan Ganjar Pranowo tentang korupsi? Calon presiden (capres) nomor urut 3, Ganjar Pranowo khawatir jika praktik korupsi menjadi budaya di pemerintahan yang dianggap sebuah kewajaran.
-
Apa yang ditemukan KPK terkait dugaan korupsi Bantuan Presiden? Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menemukan adanya dugaan korupsi dalam bantuan Presiden saat penanganan Pandemi Covid-19 itu. "Kerugian sementara Rp125 miliar," kata Juru Bicara KPK, Tessa Mahardika, Rabu (26/6).
-
Siapa yang dituduh melakukan korupsi? Jaksa Penuntut Umum (JPU) blak-blakan. Mengantongi bukti perselingkuhan mantan Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo (SYL).