Polri Dinilai Cepat Tangkap Wong Cilik, Tapi Lambat Ciduk Politisi
Neta berharap, agar Polri harus berada di depan untuk memerangi 'perang hoaks' di Indonesia. Siapa pun yang terlibat harus segera ditangkap, diperiksa, dan kasusnya dituntaskan di pengadilan.
Ketua Presidium Indonesia Police Watch Neta S Pane menyesalkan sikap polisi dalam menangani kasus hoaks surat suara 7 kontainer yang sudah dicoblos. Polisi sudah menangkap dua orang atas nama inisial HY dan LS yang ditangkap di Bogor, Jawa Barat dan Balikpapan, Kalimantan Timur.
"Polisi begitu cepat menangkap dua tersangka penyebar hoaks yang nota bene wong cilik, sebaliknya sangat lamban menangkap tersangka penyebar hoaks wong gede, yang nota bene politisi dan tokoh organisasi keagamaan," katanya dalam keterangan tertulis, Sabtu (5/1).
-
Kenapa berita hoaks ini beredar? Beredar sebuah tangkapan layar judul berita yang berisi Menteri Amerika Serikat menyebut Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) bodoh usai Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) 2 diserang hacker beredar di media sosial.
-
Apa yang dilakukan ICW untuk mengkritik KPK? Aktivis dari Indonesia Corruption Watch (ICW) menggelar aksi unjuk rasa untuk mengkritik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) belum juga menangkap Harun Masiku di depan gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (15/1/2024).
-
Kenapa ICW mengkritik KPK? Aksi yang dilakukan ICW ini untuk mengkritik KPK karena tak kunjung berhasil menangkap buronan kasus korupsi Harun Masiku sejak empat tahun lalu.
-
Apa yang Soeharto katakan tentang berita hoaks yang mengarah ke Tapos? Memberitakan dengan tujuan negatif, karena mereka tidak mengetahui keadaan yang sebenarnya dari Tapos ini," jelas Soeharto dikutip dari akun Instagram @jejaksoeharto. Karena memikirkan ini peternakan dari Presiden, padahal bukan peternakan Presiden, ini sebenarnya punya anak-anak saya yang saya mbonceng untuk mengadakan riset dan penelitian," kata Soeharto menambahkan.
-
Bagaimana cara ICW mengkritik KPK? Saat melancarkan aksinya, para aktivis ini tampil memakai topeng pimpinan KPK yang dimulai dari Nawawi Pomolango, Alexander Marwata, Nurul Ghufron, hingga Johanis Tanak.
-
Siapa yang diharuskan bertanggung jawab atas konten hoax di media digital? Dalam peraturan itu dijelaskan bahwa apabila ada konten hoaks, yang pertama kali bertanggung jawab adalah platformnya, bukan si pembuat konten tersebut.
Neta berharap, agar Polri harus berada di depan untuk memerangi 'perang hoaks' di Indonesia. Siapa pun yang terlibat harus segera ditangkap, diperiksa, dan kasusnya dituntaskan di pengadilan.
"Apakah tersangkanya wong cilik maupun wong gede harus diproses hukum agar tidak ada diskriminasi dan orang orang gede tidak latah menjadi penyebar hoaks. Sebab itu, IPW mempertanyakan sikap polisi, kenapa begitu cepat menangkap HY di Bogor dan LS di Balikpapan," ujarnya.
"Sementara tokoh partai Andi Arif dan tokoh organisasi keagamaan Tengku Zulkarnain belum ada tanda tanda akan diproses hukum. Seharusnya kedua tokoh itu juga segera ditangkap, sama seperti polisi menangkap HY dan LS. Sebab peran antara HY dan LS sama dengan peran Arif dan Zulkarnaen, yakni sama-sama menerima konten hoaks dan kemudian menyebarkannya," sambungnya.
Dengan begitu, IPW mendesak polisi agar tidak bersikap diskriminasi. Ia ingin agar polisi harus mampu menjaga dan menegakkan kehormatan upaya penegakan hukum di Indonesia.
"Sebab polisi adalah hulu dari terciptanya rasa keadilan masyarakat, jika hulu keadilan tersebut tidak terawat dan malah kerap bersikap diskriminatif serta takut pada wong gede, bagaimana rasa keadilan dalam kehidupan berbangsa bisa tercipta," ucapnya.
Menurutnya, jika polisi tak bisa bersikap tegas maka akan adanya kegaduhan. Terlebih ditahun politik ini yang mana pada April 2019 akan dilakukannya pencoblosan capres-cawapres.
"Terutama menjelang Pilpres 2019, jajaran kepolisian harus berani bersikap tegas terhadap semua pelaku hoaks, baik wong cilik maupun wong gede. Jika polisi tidak berani bersikap tegas kegaduhan akan muncul di masyarakat, terutama pasca penghitungan hasil pilpres 2019," ungkapnya.
"Pihak-pihak yang kalah bisa saja melontarkan hoax bahwa ada kecurangan dalam pilpres. Logika yang dipakai bukan mustahil adalah kasus hoax 7 Kontainer surat suara yang sudah dicoblos. Masyarakat akan menjadi bingung dan potensi kekacauan akan terjadi," sambungnya.
Neta pun menegaskan, polisi harus bisa bersikap adil dan tegas dalam memerangi hoaks. Terlebih pada saat dan jelang Pilpres 2019.
"Sebab itu polisi harus berani bersikap tegas untuk mengantisipasi dan melakukan deteksi dini terhadap manuver pihak-pihak tertentu di Pilpres 2019 maupun pasca pilpres. Sikap tegas polisi untuk menindak semua penyebar hoax sangat diperlukan agar Pilpres 2019 menjadi sebuah kegembiraan politik yang aman dan damai bagi bangsa Indonesia," tegasnya.
Baca juga:
Wasekjen Demokrat Sebut SBY Lebih 'Wise' Dari Jokowi Dalam Hadapi Kritik
MKGR Nilai PSI Perkeruh Situasi Politik
Mantan Komisioner KPU Sebut Tekanan Politik Jelang Pemilu Sangat Besar
Ziara ke TMP Kalibata, MKGR Kenang Perjuangan Pahlawan
Hoaks Surat Suara, Akun Andi Arief, GHOSTHUNTER1745 dan Afrizalanoda Dipolisikan
Relawan Jokowi Polisikan Teuku Zulkarnain Terkait Hoaks Surat Suara