Ponpes Bahrul Maghfiroh di Malang ditunjuk jadi IPWL oleh Kemensos
Setiap IPWL akan mendapat fasilitas pendanaan APBN sebesar Rp 10 Miliar dengan kapasitas pasien 200 orang setiap 6 bulan
Pondok pesantren Bahrul Mahgfiroh di Malang ditunjuk sebagai Institusi Penerima Wajib Lapor (IPWL) pecandu narkotika oleh Kementerian Sosial (Kemensos). Pondok pimpinan Gus Lukman Hakim itu mendapatkan fasilitas pembangunan pusat rehabilitasi sosial korban penyalahgunaan narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya.
Setiap IPWL akan mendapat fasilitas pendanaan APBN sebesar Rp 10 Miliar dengan kapasitas pasien 200 orang setiap 6 bulan.
Selain Pondok Bahrul Maghfiroh yang mewakili Jawa Timur, tujuh propinsi lain yakni Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Sulawesi Utara, Maluku Utara, dan Kalimantan Selatan juga ditunjuk sebagai IPWL.
"Dalam setahun akan menyembuhkan 2.800 orang setiap tahun dengan waktu rehabilitasi 6 bulan," kata Menteri Sosial Kofifah Indarparawansa melalui teleconference, Jumat (26/6).
Menteri Kofifah di Istana Negara bersama Presiden Joko Widodo menggelar teleconference berbincang dengan penerima IPWL. Acara tersebut sekaligus dalam rangka Peringatan hari antinarkoba internasional.
"Kota Malang sangat strategis dengan statusnya sebagai kota pendidikan. Posisinya ada di tengah-tengah Propinsi Jawa Timur yang bisa dijangkau oleh kabupaten di sebelah timur dan barat," kata Sekda Kota Malang, Suko Wiyono dalam sambutannya.
Pihak yang berkepentingan, katanya, selama ini sudah melakukan sosialisasi kepada warga, bahwa para pengguna tidak akan dihukum. Mereka akan dikembalikan pada kondisi semula.
Sementara pondok Bahrul Maghfiroh sendiri selama ini dikenal sebagai pesantren yang menangani para korban narkotika. Sejak 1995 sudah ratusan penderita yang berhasil disembuhkan.
"Kita menyediakan tanah 2,5 Ha tetapi yang dibutuhkan tidak sampai segitu. Pondok ini sudah sejak 1995 melakukan rehabilitasi," kata Gus Lukman.
Sementara dalam sambutannya, Presiden Joko Widodo mengungkapkan bahwa narkoba terbukti merusak generasi muda. Daya rusaknya luar biasa yang menyerang fisik dan mental.
"Penyalahgunaan narkoba terbukti merusak generasi muda di negara manapupun, daya rusaknya luar biasa, fisik dan jiwa. Data 2015 relevansi 4,1 juta penderita atau 2,2 persen dan tingkat kerugiannya sekitar 63 Triliun," katanya.
Kejahatan narkotika, kata Jokowi digolongan kejahatan luar biasa dan serius dan menjadi ancaman serius.
"Saya berpendirian untuk perang pada narkoba. Perlu kerja sama semua pihak, semua pihak turun tangan melawan kejahatan narkoba," tegasnya.