Presiden disarankan buat Keppres sidik pelaku penyerangan Novel
Kasus penyerangan terhadap penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan hingga saat ini belum menemukan titik terang.
Kasus penyerangan terhadap penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan hingga saat ini belum menemukan titik terang. Kali ini koalisi peduli KPK yang terdiri dari Indonesia Corupption Watch (ICW), Amnesty International Indonesia (AII), dan Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) mendatangi KPK guna mencari tahu perkembangan investigasi kasus penyerangan Novel beberapa waktu lalu.
"Kami ingin tahu apa saja perkembangan yang terjadi di dalam pengangan kasus serangan Novel Baswedan dan hari ini kami diterima oleh Agus Rahardjo selaku ketua KPK dan Bapak Laode dan pimpinan-pemimpin penyidik KPK yang lainnya," kata Direktur Amnesty International Indonesia, Usman Hamid di Gedung KPK, Jalan H R Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu (10/5).
Dilanjutkan oleh anggota dari PSHK, Miko Ginting mengatakan, bahwa sebenarnya kasus penyerangan sepupu dari Gubernur DKI Jakarta terpilih Anies Baswedan ini bukan tindak kriminal biasa. Serta harus di ungkap pelaku lapangan, aktor di belakanganya, dan juga motif penyerangan tersebut.
"Kami menduga penyerangan terhadap Novel bukan kriminalitas biasa. Jadi selain membongkar siapa aktor pelaku di lapangan, juga siapa aktor yang ada di belakangnya, yang penting diungkap adalah apa motifnya," ujarnya.
Menurutnya sudah terlalu lama kasus Novel tersendat. Oleh karena itu, jika dalam satu minggu kedepan polisi belum bisa menemukan siapa pelaku penyerangan tersebut, koalisi peduli KPK menyarankan kepada Presiden untuk menebitkan keputusan untuk membentuk tim independen.
"Dalam satu minggu ke depan kalau polisi belum menemukan progres yang signifikan, kami rasa sebaiknya, sepatutnya Presiden menerbitkan keputusan apakah membentuk tim investigasi independen melalui Keppres, apakah kemudian memerintahkan kepolisian untuk segera bekerja keras membongkar pelaku-pelaku penyerangan terhadap Novel," ujarnya.
Hal tersebut kata Usman perlu dilakukan karena tepat pada esok hari (11/5) kasus Novel sudah memasuki masa satu bulan. Di masa merupakan masa genting untuk pelaku menghilangkan barang bukti.
"Kira-kira 30 hari memasuki masa 40 hari itu masa yang genting, dimana bukti-bukti bisa saja hilang, dirusak. Saya tidak yakin bahwa tempat kejadian perkara masih steril atau masih lengkap dengan segala bukti secara forensik," ucap Usman.
"Jadi satu pekan ke depan sebaiknya menjadi satu ukuran waktu untuk kita semua, untuk KPK, untuk masyarakat, untuk kepolisian, untuk betul-betul memberikan kemajuan yang signifikan," pungkasnya.