Puan Angkat Isu Kelaparan Akibat Perang di Forum Parlemen G20
Hal tersebut disampaikan Puan dalam G20 Parliamentary Speaker's Summit (P20) ke-10 di Brasil, Amerika Selatan.
Ketua DPR Puan Maharani menyuarakan isu kelaparan atau kerawanan pangan akibat perang serta krisis global yang kini tengah mengganggu kehidupan masyarakat di seluruh dunia. Hal tersebut disampaikan Puan dalam G20 Parliamentary Speaker's Summit (P20) ke-10 di Brasil, Amerika Selatan.
"Kita hidup di zaman ketegangan geopolitik, perang dan konflik yang sedang meningkat. Mungkin ini masa yang paling berbahaya sejak Perang Dunia ke-2 (World War II). Singkatnya, dunia sedang menghadapi badai secara bersamaan," ungkap Puan dalam forum pimpinan parlemen negara G20, Jumat (8/11).
- Puan Jelaskan Forum Parlemen RI-Afrika Sepakat Kerja Sama dalam Bidang Kesehatan hingga Ketahanan Pangan
- Puan Tegaskan Dukung Kemajuan Negara dan Lawan Kebijakan Diskriminatif
- Puan Sampaikan 4 Poin Krusial Parlemen Indonesia-Pasifik Hadapi Tantangan Global
- Usai Konferensi Pers Kasus Kematian Vina Cirebon, Pegi Setiawan Meronta-ronta Sampai Angkat Tangan
Puan ditunjuk sebagai pembicara pertama dan mengangkat tema ‘Kontribusi Parlemen Terhadap Perang Melawan Kelaparan, Kemiskinan dan Ketimpangan'. Ia pun kemudian menyinggung soal krisis global di seluruh dunia.
Mulai dari pandemi Covid-19, ketidakstabilan ekonomi, perubahan iklim, serta perang dan berbagai konflik yang telah meningkatkan kerawanan pangan dan energi. Hampir 700 juta orang atau setara dengan 8,5 persen populasi global di dunia pun masih hidup dalam kemiskinan ekstrem.
Meningkatnya ketegangan geopolitik dan besarnya persaingan antar negara, menurut Puan, telah mengalihkan perhatian dunia dari masyarakat miskin. Padahal pengeluaran militer global mencapai US$ 2,4 triliun pada tahun 2023 atau setara dengan 2,3 persen PDB global.
Sementara pada periode yang sama tahun 2023, bantuan pembangunan resmi (ODA) berjumlah US$ 223,7 miliar atau kurang dari 10 persen belanja global militer.
"Meskipun kita tahu bahwa komunitas internasional mengalami kesulitan untuk mengalokasikan anggaran untuk pendanaan iklim dan membangun sekolah, fasilitas kesehatan, dan kebutuhan pembangunan lainnya untuk negara-negara berkembang," terang Puan.
Puan pun mempertanyakan apa jadinya jika dunia bisa mengalokasikan 50 persen belanja militer global atau sekitar US$ 1,2 triliun setiap tahun hingga tahun 2030 untuk membantu masyarakat miskin. Puan menyebut, pastinya hal tersebut akan membawa dampak besar.
“Kita akan memiliki dunia yang berbeda, di mana agenda dunia bebas dari kemiskinan dan kelaparan dapat tercapai pada tahun 2030,” sebutnya.
Puan berharap P20 dapat membuat parlemen memperbarui komitmen politik untuk mempertajam alokasi anggaran di setiap negara, guna menciptakan dunia yang lebih damai dan sejahtera. Ini berlaku untuk semua, baik negara besar dan kecil.
"Kita semua adalah pemimpin politik di negara kita yang dapat membuat perbedaan. Kita dapat mempengaruhi pemerintah di negara kita masing-masing, termasuk mempengaruhi penyelesaian perselisihan dan perbedaan kita dengan cara damai," papar Puan.
Sebagai negara-negara dengan perekonomian terdepan, G20 disebut harus mampu mengambil tindakan berani dalam memimpin dengan memberi contoh memperbaiki fokus dan prioritas dunia. Pada saat yang sama, kata Puan, berbagai krisis di dunia juga menuntut perhatian bersama.
"Oleh karena itu, terserah pada kita apakah kita ingin berdamai agar kita bisa mengentaskan kemiskinan, melawan kelaparan, dan menyelesaikan kesenjangan," tegas pemimpin P20 ke-8 tahun 2022 tersebut.
Diketahui, P20 ke-10 ini diselenggarakan di National Congress of Brazil atau Kantor parlemen Brasil. Rangkaian P20 digelar sejak 6 November 2024, Brasil sebagai pemegang presidensi P20 tahun ini mengangkat tema ‘Parlemen untuk Dunia yang Adil dan Planet yang Berkelanjutan’.
Reporter: Melia Cholilah