Puan Maharani: Eks Kapolres Ngada Harus Dipecat dan Dihukum Seberat-beratnya
Puan mengingatkan Polri agar kasus serupa tidak terulang, terutama karena pelanggaran yang dilakukan Fajar tergolong berat.
Ketua DPR RI Puan Maharani meminta agar mantan Kapolres Ngada, AKBP Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja, dipecat dari Polri akibat kasus pelecehan seksual terhadap anak dan video porno. Ia menegaskan bahwa Fajar harus mendapat sanksi berat atas perbuatannya.
“Pelaku harus dipecat, dan kemudian harus diberikan sanksi yang seberat-beratnya," kata Puan, di Gedung DPR, Jakarta, Senin (17/3).
- Puan Maharani: Kepala Daerah PDIP yang Absen di Retret Pertama Akan Hadir di Gelombang Kedua
- Puan Maharani: Negara Harus Hadir untuk Perkuat Ketahanan Keluarga
- Puan Maharani soal Isu Parcok Cawe-Cawe di Pilkada: Jika Ada Bukti Nyata, Laporkan!
- Puan Baca Pantun saat Rapat Paripurna DPR: Capek-capek ke TPS, Tapi Enggak Ikut Kata Hati Rugi Dong
Hari ini, Fajar dijadwalkan menjalani sidang kode etik Polri terkait kasus asusila dan penyalahgunaan narkoba. Sidang tersebut digelar secara tertutup di Mabes Polri mulai pukul 09.00 WIB.
Puan mengingatkan Polri agar kasus serupa tidak terulang, terutama karena pelanggaran yang dilakukan Fajar tergolong berat. “Dan kepada instansi yang terkait jangan sampai ada lagi hal-hal seperti itu," imbau Puan.
Ia juga meminta aparat penegak hukum memberikan perlindungan maksimal bagi para korban. Fajar disebut melakukan kekerasan seksual terhadap tiga anak berusia 6, 13, dan 16 tahun, serta seorang perempuan berusia 20 tahun.
“Korban harus dilindungi, korban harus diberikan rehab secara perlindungan traumatis, dan ke depannya jangan sampai terulang lagi,” tegas Puan.
Puan menekankan bahwa kejahatan seperti ini harus dihukum berat sesuai UU No. 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS), terutama karena pelaku adalah pejabat publik.
“Kekerasan seksual terhadap anak adalah kejahatan yang sangat luar biasa sehingga harus ada hukuman berat dan tidak boleh ada toleransi sedikitpun,” katanya, Jumat (14/3).
Ia meminta semua pihak mengawal proses hukum kasus ini agar negara tidak gagal memberikan keadilan bagi korban.
“Jika negara gagal memberikan keadilan bagi korban dan tidak serius dalam upaya pencegahan, maka kasus serupa akan terus terulang. Perlindungan terhadap anak dan perempuan harus menjadi prioritas utama dalam kebijakan negara, bukan sekadar wacana tanpa tindakan nyata,” tutur Puan.
Puan juga menekankan pentingnya pemenuhan hak-hak korban serta komitmen negara dalam mencegah kekerasan seksual di masa depan.
“Penegakan hukum dalam kasus kekerasan seksual ini sangat penting, namun pemenuhan hak-hak korban juga harus menjadi fokus. Hal ini juga menjadi amanat dalam UU TPKS,” pungkasnya.