Revisi UU harus buat KPK satu jalur dengan penegak hukum lain
Tidak baik jika harus dipaksakan seseorang berstatus tersangka dalam jangka waktu tak tentu.
Anggota Komisi III DPR Akbar Faizal menyayangkan sikap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam menilai draf revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK bersifat 90 persen melemahkan. Seharusnya KPK mendiskusikan hal itu sebelum mengeluarkan pendapat.
"Bisa saja mengatakan itu kan. Yang melemahkan 90 persen itu yang mana. Sebenarnya duduk bersama kita bicarakan. Jangan kemudian bilang ada yang melemahkan," kata Akbar di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (4/2).
Politikus NasDem itu menjelaskan bahwa sejauh ini draf revisi masih di tangan Baleg. Meski begitu, dia menegaskan fraksinya tetap bersepakat pada 4 poin penting perubahan.
"Kalau tidak mau sebuah lembaga superbody, itu enggak bisa juga seperti itu. KPK harus berada satu jalur dengan model penegakan hukum yang lain. Kalau begitu kejaksaan tidak boleh SP3 juga dong, jadi harus balance," tuturnya.
Akbar mengatakan, terkait pasal pemberian harus diatur agar ada syarat mendapat Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3). Menurutnya tidak baik jika harus dipaksakan seseorang berstatus tersangka dalam jangka waktu tak tentu. Dia lebih sepakat KPK menetapkan tersangka, 21 hari kemudian langsung masuk ke pengadilan.
"Bagaimana kalau kemudian dalam pembuktiannya tidak kuat. Misalnya bagaimana bisa tersangka selama 1 tahun. Itu kan pembuktiannya tidak cukup tapi dipaksain. Ini kan berarti ada masalah pembuktian. Katakanlah misalnya Anda tersangka tapi kemudian dalam perkembangannya tak cukup bukti di pengadilan, maka dicari-cari itu kan gak bener melanggar HAM juga," ujarnya.