Ribuan Calon Dokter Spesialis Disebut Alami Gejala Depresi, Ini Kata IDI
Wakil Ketua Umum PB IDI menilai Menkes sebagai pemilik RS merupakan pihak paling bertanggung jawab terkait hal itu.
Sebanyak 2.716 calon dokter spesialis disebut mengalami gejala depresi. Angka itu berdasarkan data Kementerian Kesehatan (Kemenkes) sesuai hasil skrining kesehatan jiwa program pendidikan dokter spesialis (PPDS).
-
Apa yang dimaksud dengan depresi klinis? Depresi klinis (gangguan depresi mayor) adalah jenis depresi yang menyebabkan kemurungan, rasa tertekan, dan hilangnya minat pada aktivitas yang biasa dinikmati.
-
Siapa saja yang bisa mengalami depresi klinis? Depresi klinis dapat menyerang orang-orang dari segala usia, termasuk anak-anak.
-
Bagaimana ciri khas depresi klinis? Depresi klinis ditandai dengan rasa putus asa yang terus-menerus.
-
Kenapa depresi klinis membuat penderitanya sulit beraktivitas? Depresi klinis membuat penderitanya kesulitan untuk bekerja, belajar, tidur, makan, dan bergaul dengan teman.
-
Bagaimana depresi situasional terjadi? Depresi situasional adalah contoh depresi yang tidak menentu. Biasanya, kondisi ini ditandai dengan munculnya gejala murung, perubahan pola tidur dan makan, ketika ada kejadian yang memberi tekanan mental yang cukup tinggi. Gejala depresi situasional muncul akibat respons otak terhadap stres.
-
Bagaimana mengatasi depresi terselubung? Jika Anda atau seseorang yang Anda kenal menunjukkan tanda-tanda depresi terselubung, jangan ragu untuk mencari bantuan profesional. Depresi terselubung bisa diobati dengan terapi, obat-obatan, atau perubahan gaya hidup. Dengan bantuan yang tepat, Anda atau orang yang Anda kenal bisa pulih dan menikmati hidup yang lebih bahagia.
Ribuan Calon Dokter Spesialis Disebut Alami Gejala Depresi, Ini Kata IDI
Wakil Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Slamet Budiarto mengatakan, hasil penelitian itu dilakukan di rumah sakit (RS) vertikal.
"Ya itu hasil penelitian melalui survei oleh Kemenkes. Surveinya dilakukan di RS vertikal (RS milik Kementrian Kesehatan)," kata Budiarto saat dihubungi, Kamis (25/4).
Budiarto menyebut, Menkes sebagai pemilik RS dinilai paling bertanggung jawab terkait hal tersebut.
"Menkes sebagai pemilik RS paling bertanggung jawab untuk mengurangi tingkat depresi, harus dibuat kebijakan," sebutnya.
Menurutnya, harus ada kebijakan semisal residen harus digaji, residen dan Co assisten harus ada batasan pendidikan, atau pelayanan maksimal 40-50 jam per-minggu, serta hak cuti libur nasional.
- Resmi Jadi Dokter Spesialis Jantung, Begini Sosok Yislam Kakak Fadil Jaidi yang Curi Perhatian
- Psikolog ke Para Suami: Temani Ibu Baru Hadapi Masa Sulit Awal Menyusui
- 3 RS Klaim Fiktif ke BPJS, Kemenkes Ancam Putuskan Kerja Sama dan Cabut Izin Praktik Dokter Terlibat
- Skrining, Upaya dari Kemenkes Untuk Penanganan Depresi Calon Dokter Spesialis
Selain itu, harus ada perlindungan hukum agar calon dokter spesialis terhindar dari bullying.
"Dirut RS harus diberikan sanksi jika terjadi pelanggaran kebijakan tersebut. (Sanksinya) Ya Menkes yang paham sanksinya," pungkasnya.
Sebelumnya, berdasarkan data Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menunjukkan ada 2.716 calon dokter spesialis mengalami gejala depresi.
Angka ini didapat dari hasil skrining kesehatan jiwa program pendidikan dokter spesialis (PPDS). Penapisan dilakukan di 28 rumah sakit vertikal pada 21, 22, dan 24 Maret 2024.
Total peserta skrining dari seluruh rumah sakit adalah 12.121 PPDS dan metodenya menggunakan kuesioner Patient Health Questionnaire-9 atau PHQ-9.
Hasilnya, sebanyak 22,4 persen mahasiswa program pendidikan dokter spesialis terdeteksi mengalami gejala depresi. Bahkan, sekitar 3 persen di antaranya mengaku merasa lebih baik mengakhiri hidup atau ingin melukai diri sendiri dengan berbagai cara.
Rincian tingkat depresi dari 22,4 persen PPDS yang bergejala, yakni:
0,6 persen mengalami gejala depresi berat; 1,5 persen dengan depresi sedang-berat; 4 persen depresi sedang; 16,3 persen dengan gejala depresi ringan.
Angka 2.716 atau 22,4 persen ini datang dari calon dokter yang sedang menempuh berbagai pendidikan spesialisasi. Jumlah terbanyak ditemukan pada calon dokter spesialis yang sedang menjalani: pendidikan spesialis anak: 381 (14 persen);
Pendidikan spesialis penyakit dalam: 350 (12.9 persen); anestesiologi: 248 (9,1 persen); neurologi: 164 (6 persen); obgyn: 153 (5,6 persen).