Saat Gus Dur mengaku keturunan Tionghoa tulen
"Nenek moyang saya orang Tionghoa asli," kata Gus Dur
Siapa sangka mantan Presiden RI ke-4 Abdurrahman Wahid alias Gus Dur ternyata keturunan Tionghoa. Entah pengakuan itu benar atau tidak, tapi yang jelas Gus Dur berulang kali mengungkapkan hal itu di depan publik, bahwa dia keturunan Tionghoa.
"Saya ini China tulen sebenarnya, tapi ya sudah nyampurlah dengan Arab dan India. Nenek moyang saya orang Tionghoa asli," kata Gus Dur dalam talkshow "Living in Harmony The Chinese Heritage in Indonesia" di Mal Ciputra, Jalan S Parman, Jakarta Barat, Rabu (30/1/2008).
Gus Dur menjelaskan dirinya adalah turunan Putri Campa yang menjadi selir Raja Majapahit, Brawijaya V. "Putri Campa itu lahir di Tionghoa, lalu dibawa ke Indonesia," ujarnya.
Dari perkawinannya dengan Brawijaya V, Putri Campa ini mempunyai dua anak; pertama laki-laki bernama Tan Eng Hian dan anak kedua perempuan bernama Tan A Lok. Tan Eng Hian mendirikan kerajaan Demak dan akhirnya berganti nama menjadi Raden Patah. "Dari sana keturunannya," ujarnya.
Sedangkan Tan A Lok, menikah dengan seorang ulama muslim keturunan Tionghoa bernama Tan Kim Han. Dalam beberapa kesempatan lain, Gus Dur justru mengaku keturunan Tan Kim Han. Dia merupakan salah satu tokoh yang menggulingkan Kerajaan Majapahit dan ikut mengantarkan pendirian Kerajaan Islam Demak.
Tan Kim Han adalah tokoh Muslim Tionghoa pada abad ke-15 dan 16. Dia diutus oleh iparnya, Jin Bun (dalam kitab Pararaton) atau Tan Eng Hian (versi Gus Dur) atau Raden Patah, yakni Raja Demak pertama bersama Maulana Ishak (sebagian riwayat menyebut ayah Sunan Giri) dan Sunan Ngudung (konon ayah Sunan Kudus) untuk mengadakan revolusi politik pada Majapahit.
Pertanyaannya, sebenarnya Tan Kim Han ini tokoh 'fiktif atau asli? Sejauh ini belum bisa dibuktikan. Namun setidaknya catatan-catatan lama tentang Tan Kim Han ini diyakini beberapa orang.
Ketika menjadi presiden, Gus Dur pernah berkunjung ke Universitas Beijing, China, pada 3 Desember 1999. Di sana dia mendapat sambutan meriah. Selain mengaku sebagai keturunan Tan Kim Han, Gus Dur juga mengatakan bahwa salah satu putrinya belajar Mandarin di salah satu universitas di Indonesia.
Tiga tahun kemudian, pada 2003, ternyata Gus Dur diundang untuk meresmikan monumen Tan Kim Han di China. Pada tahun itu, muncul silsilah singkat tentang Tan Kim Han, berdasar dua catatan silsilah dari marga Tan cabang Meixi dan cabang Chizai yang dikompilasi pada 1576 dan 1907.
Dari catatan itu diketahui Tan Kim Han lahir pada 1383, pada masa pemerintahan Hongwu. Dia menikah tanpa anak dan mengajar di satu sekolah di Leizhou setelah lulus dalam ujian pada 1405. Berdasar catatan Chizai Fang Jiapu pada 1907, Tan Kim Han ikut bersama Laksamana Cheng Ho berkunjung ke Lambri-Aceh. Setelah itu namanya tidak tercatat lagi karena menjadi pengikut agama lain, kemungkinan Islam.
Laksamana Cheng Ho melakukan ekspedisi laut pada 1405-1433 M, salah satunya ke Lambri atau Aceh. Perjalanan tokoh muslim China ini didokumentasikan oleh Ma Huan dalam kronik China. Ma Huan tiga kali ikut dalam perjalanan Laksamana Cheng Ho, pada 1405, 1408 serta 1412. Dia juga mencatat Tan Kim Han ikut dalam perjalanan itu.
Pada 1413, Ma Huan mencatat Lambri telah menjadi kerajaan Islam, dengan populasi sekitar 1.000 keluarga, semuanya muslim dan mereka jujur. Raja di daerah itu beragama Muslim. Tan Kim Han mungkin tertarik terhadap komunitas Muslim yang hidup di Lambri dan memutuskan untuk tinggal di sana, dan menikah dengan wanita setempat, membangun keluarga di Lambri.
Keluarga yang dibentuk Tan Kim Han mulai berkembang dan menjadi keluarga berpengaruh di komunitas Muslim di Lambri hingga Jawa Timur. Tan Kim Han memiliki nama panggilan Syekh Abdul Qodir Al-Shini.
Belakangan, seorang Peneliti Prancis Louis-Charles Damais, ikut menelusuri jejak Tan Kim Han ini. Charles Damais sampai pada kesimpulan bahwa Tan Kim Han merupakan tokoh Muslim yang memiliki nama lain Abdul Qodir Al-Shini, makamnya di Trowulan, Mojokerto, Jawa Timur.
Kakek Gus Dur , Hasyim Asyari merupakan orang Jombang, putra dari Kiai Asyari. Jombang merupakan kabupaten kecil yang secara historis wilayahnya masuk dalam wilayah Majapahit. Makam Abdul Qodir Al-Shini masih satu kompleks dengan makam Putri Campa dan Raja Brawijaya V.
-
Kapan Gus Iqdam mulai suka ngaji? Tahun ketiga di pondok ia baru suka ngaji dan semenjak itu ia memutuskan memperdalam ilmu agama.
-
Bagaimana Gus Dur mengubah namanya? Nama asli beliau, Abdurrahman Ad-Dakhil, diberikan oleh ayahnya, KH. Wahid Hasyim, dengan harapan agar Gus Dur kelak memiliki keberanian seperti Abdurrahman Ad-Dakhil, pemimpin pertama dinasti Umayyah di Andalusia. Namun, nama Ad-Dakhil kemudian diganti dengan "Wahid," yang diambil dari nama ayahnya.
-
Siapa yang disebut Gus Dur sebagai wali? Di mata Gus Dur sendiri, Kiai Faqih adalah seorang wali. “Namun, kewalian beliau bukan lewat thariqat atau tasawuf, justru karena kedalaman ilmu fiqhnya,” kata Gus Dur
-
Siapa yang menemui Gus Miftah? Calon Wakil Presiden (cawapres) Gibran Rakabuming Raka menemui pendakwah asal Yogyakarta, Miftah Maulana Habiburrahman alias Gus Miftah, Selasa (26/3).
-
Bagaimana Gus Iqdam menyampaikan ceramahnya? Cara Gus Iqdam menyampaikan ceramah cenderung santai dan mengundang tawa. Hal itu rupanya membuat para jamaah merasa tak berjarak dengan ulama selayaknya teman.
-
Apa yang membuat Gus Iqdam beda dari penceramah lain? Gus Iqdam digandrungi anak-anak muda karena caranya menyampaikan pesan keagamaan dinilai menyenangkan.
Diolah dari berbagai sumber
Baca juga:
Bisakah keturunan Tionghoa jadi presiden Indonesia?
Abdul Karim Oey, aktivis Muhammadiyah dan sahabat Soekarno
Yap Thiam Hien, sang pembela mereka yang tertindas
Soe Hok Gie, 'Si China Kecil' yang bahagia mati muda
Pers Tionghoa dalam pergerakan Indonesia