Bercita-Cita Tidak Jadi Apa-apa, Ini Kisah Teladan dari Gus Dur yang Tetap Menggema Meski Sosoknya Sudah Tiada
Presiden keempat RI Abdurrahman Wahid alias Gus Dur masih terus menjadi perbincangan hingga kini. Banyak kisah teladan dari sosoknya.
Gus Dur ternyata bercita-cita untuk tidak jadi apa-apa. Saat maju mencalonkan diri sebagai presiden pada Pemilu 1999 silam, Gus Dur menganggapnya enteng. Ia sendiri mencalonkan diri sebagai presiden atas dorongan berbagai pihak di internal Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).
"Cita-cita saya tidak jadi apa-apa. Jadi kalau gagal ya alhamdulillah," ungkap Gus Dur saat ditanya ihwal pencalonannya sebagai presiden, dikutip dari YouTube Liputan6.
-
Siapa Kakek Gus Dur? Kakek Gus Dur dari jalur ibu diakui sebagai ulama besar karena keilmuannya
-
Apa yang Gus Dur tanamkan selama hidupnya? Pasalnya beliau selama hidup selalu menanamkan nilai-nilai toleransi dalam kehidupan berbangsa.
-
Bagaimana Gus Dur menunjukkan keberagaman? Tak hanya soal kebijakan, bahkan pakaian yang ia kenakan juga menunjukkan keberagaman di mana hal itu menjadi ikonik dari dirinya. Pakaian yang sering ia kenakan adalah baju batik, sarung, dan peci. Hal ini menarik karena beliau adalah santri, kiai, atau ulama, dan pernah menjadi ketua umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU). Namun, dibanding menggunakan gamis putih panjang yang sering dipakai oleh para habib, ia lebih memilih memakai batik.
-
Siapa yang minta pemulihan nama baik Gus Dur? Sebelumnya, Fraksi PKB meminta MPR RI untuk memulihkan nama baik mantan Presiden RI Gus Dur.
-
Siapa yang menjuluki Gus Dur Bapak Keberagaman? Julukan Bapak Keberagaman ini diberikan oleh Museum Kepresidenan RI Balai Kirti, museum yang mengelola koleksi, gagasan, dan karya para presiden.
-
Bagaimana Gus Dur ganti nama? Nama asli beliau, Abdurrahman Ad-Dakhil, diberikan oleh ayahnya, KH. Wahid Hasyim, dengan harapan agar Gus Dur kelak memiliki keberanian seperti Abdurrahman Ad-Dakhil, pemimpin pertama dinasti Umayyah di Andalusia. Namun, nama Ad-Dakhil kemudian diganti dengan 'Wahid,' yang diambil dari nama ayahnya.
Saat akhirnya Gus Dur terpilih, banyak orang tercengang. Pasalnya saat itu, suara PKB jauh lebih sedikit dibanding PDI Perjuangan. Tidak ada yang menyangka Gus Dur yang saat itu fisiknya sudah payah mampu mengalahkan Megawati.
Masa Kecil
Gus Dur lahir di rumah kakeknya dari pihak ibu, Kiai Bisri Syansuri, yang terletak di Kabupaten Jombang pada 7 September 1940. Gus Dur lahir saat sang ayah sedang bertugas ke luar kota.
"Gus Dur dari kecil dilahirkan dari lingkungan pesantren," terang Muhammad Zidni Nuuro, Pengurus Ponpes Mambaul Maarif, dikutip dari YouTube Liputan6.
Anak pertama dari pasangan Wahid Hasyim dan Solichah itu awalnya bernama Abdurrahman Ad-Dakhil. Mengutip YouTube Liputan6, nama Ad-Dakhil yang berarti Sang Penakluk kemudian diganti dengan nama Wahid.
Sang ayah, Wahid Hasyim merupakan sosok yang sangat berpengaruh bagi kehidupan Gus Dur. Sejak kecil, sang ayah sudah mengenalkan berbagai buku bacaan, termasuk bacaan-bacaan nonmuslim agar Gus Dur punya pemahaman tentang keberagaman.
Sayangnya, pada 1953 sang ayah, Wahid Hasyim yang banyak memengaruhi daya pikir Gus Dur meninggal dalam kecelakaan mobil.
Kutu Buku
Memasuki masa remaja, Gus Dur tumbuh sebagai seorang kutu buku. Ia melahap berbagai bacaan karya penulis terkenal dunia, seperti Karl Marx, Lenin, Plato, serta buku-buku biografi para tokoh dunia.
Kendati dikenal sebagai sosok yang cerdas, Gus Dur memiliki gaya hidup nyeleneh. Ia pernah tidak naik kelas saat duduk di bangku SMP. Hal ini membuat sang ibu mengirimnya belajar di Pondok Pesantren Krapyak Yogyakarta.
"Banyak contoh orang-orang yang kecerdasannya luar biasa itu pendidikan (formal) tidak bisa dijadikan ukuran," jelas Yahya Cholil Staquf, mantan juru bicara Presiden Abdurrahman Wahid, dikutip dari Liputan6.
Aktivitas di NU
Pada tahun 1978, saat Gus Dur mengajar di Pondok Pesantren Denanyar Jombang, ia mengalami kecelakaan yang menyebabkan kornea mata kirinya terlepas.
Meski demikian, kondisi fisik itu tak membuat Gus Dur membatasi aktivitasnya. Ia tetap bolak-balik ke berbagai kota untuk berbagai urusan yang menyangkut pendidikan dan umat.
Mengutip YouTube Liputan6, Gus Dur awalnya tidak bergabung dengan Nahdlatul Ulama. Berkat bujukan sang kakek, Bisri Syansuri, ia kemudian mau bergabung dengan organisasi yang didirikan kakek-kakeknya itu.
Saat menjadi Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Gus Dur membuat gebrakan progresif. Ia menjadikan NU kembali ke fungsi awalnya untuk berjarak dengan politik praktis.