Saksi dari PT CGA Beberkan Fee Proyek untuk Pimpinan DPRD Bengkalis
Sejumlah pimpinan DPRD Bengkalis seperti ketua dan wakil ketua juga ingin dapat bagian fee proyek. Begitu juga pejabat di Dinas Pekerjaan Umum Bengkalis kala itu, Tajul Mudarris dan Ardiansyah.
Dalam sidang lanjutan dugaan korupsi peningkatan jalan di Kabupaten Bengkalis, mantan karyawan PT Citra Gading Asritama (CGA), Triyanto membeberkan aliran uang miliaran rupiah sebagai free proyek untuk sejumlah pimpinan DPRD Bengkalis di tahun 2017.
Uang itu dibagikan setelah proyek jalan di Bengkalis disahkan DPRD pada tahun 2017. Kala itu, PT CGA menerima uang muka proyek Rp 74 miliar. Hal itu disampaikan Triyanto saat sidang lanjutan dengan terdakwa Bupati non aktif Bengkalis, Amril Mukminin di Pengadilan Negeri Pekanbaru, Kamis (6/8).
-
Bagaimana Karen Agustiawan melakukan korupsi? Firli menyebut, Karen kemudian mengeluarkan kebijakan untuk menjalin kerjasama dengan beberapa produsen dan supplier LNG yang ada di luar negeri di antaranya perusahaan Corpus Christi Liquefaction (CCL) LLC Amerika Serikat. Selain itu, pelaporan untuk menjadi bahasan di lingkup Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), dalam hal ini Pemerintah tidak dilakukan sama sekali sehingga tindakan Karen tidak mendapatkan restu dan persetujuan dari pemerintah saat itu.
-
Kapan Kejagung mulai mengusut kasus korupsi impor emas? Kejagung tengah mengusut kasus dugaan korupsi komoditas emas tahun 2010-2022.
-
Bagaimana Kejagung mengusut kasus korupsi impor emas? Di samping melakukan penggeledahan kantor pihak Bea Cukai, tim juga masih secara pararel melakukan penyidikan perkara serupa di PT Aneka Tambang (Antam).
-
Apa yang sedang diusut oleh Kejagung terkait kasus korupsi? Kejagung tengah mengusut kasus dugaan korupsi komoditas emas tahun 2010-2022.
-
Siapa yang dituduh melakukan korupsi? Jaksa Penuntut Umum (JPU) blak-blakan. Mengantongi bukti perselingkuhan mantan Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo (SYL).
-
Siapa yang dibunuh karena memberitakan korupsi? Herliyanto adalah seorang wartawan lepas di Tabloid Delta Pos Sidoarjo. Dia ditemukan tewas pada 29 April 2006 di hutan jati Desa Taroka, Probolinggo, Jawa Timur. Herliyanto diduga dibunuh usai meliput dan memberitakan kasus korupsi anggaran pembangunan di Desa Tulupari, Kecamatan Tiris, Kabupaten Probolinggo.
Sejumlah pimpinan DPRD Bengkalis seperti ketua dan wakil ketua juga ingin dapat bagian fee proyek. Begitu juga pejabat di Dinas Pekerjaan Umum Bengkalis kala itu, Tajul Mudarris dan Ardiansyah.
Triyanto melalui sidang daring kepada majelis hakim di Pengadilan Tipikor Pekanbaru dan Jaksa KPK menyebut itu sebagai komitmen fee. Untuk DPRD bernilai 1,5 persen serta Tajul dan Ardiansyah sebesar 2,5 persen dari pembayaran uang muka proyek Jalan Duri-Sei Pakning, Bengkalis.
Triyanto sempat menanyakan komitmen fee untuk Amril ketika bertemu di rumah dinas Bupati Bengkalis. Namun, Amril meminta PT CGA bekerja secara baik terlebih dahulu agar proyek tidak bermasalah dengan hukum.
Kode yang disampaikan Triyanto saat menawarkan komitmen fee itu disebut dengan 'adat istiadat' yang harus diselesaikan. Namun hingga proyek ini ditandatangani nota kesepahaman bersama, Amril tak pernah menyinggung soal fee tersebut.
Kepada majelis hakim yang dipimpin Lilin Herlina, Triyanto menyebutkan, saat menjelang lebaran Idul Fitri tahun 2017, Amril meminta bantuan kepada Triyanto untuk dana lebaran. Triyanto diminta untuk berkomunikasi dengan ajudannya, Asrul Manurung.
"Seingat saya minta Rp 3 miliar, lalu saya bicarakan ke pak Ihsan (pemilik PT CGA), kemudian saya diminta ke pak Heri. Dari sana saya bawa uang Rp 2 miliar," kata Triyanto.
Triyanto mengatakan, uang Rp1,7 miliar diserahkan ke Asrul, sementara sisanya dibagikan kepada Tajul dan Ardiansyah. Uang diserahkan secara langsung kepada nama-nama tersebut. Selain rupiah, ada juga dalam bentuk Dollar Amerika serta Dollar Singapura.
Triyanto juga menyebut Tajul mendapat Rp300 juta dan Ardiansyah Rp200 juta. Uang diserahkan kepada Asrul di lobi sebuah hotel di Pekanbaru, sedangkan untuk Tajul dan Ardiansyah, diserahkan ke rumah pribadi masing-masing di Kota Pekanbaru.
Triyanto menyebut total uang diserahkan ke Asrul Rp4,2 miliar. Dia tak tahu apakah uang itu diserahkan Asrul kepada Amril Mukminin atau tidak. Karena dia juga tidak pernah menanyakan apakah sudah sampai ke tangan Amril atau tidak
"Saya tak pernah konfirmasi, tapi kalau gak ada proyek ini, penyerahan uang itu tentu tidak ada," kata Triyanto kepada hakim.
Untuk pimpinan DPRD dan anggota, Triyanto mengakui pernah ada pertemuan di rumah makan Pondok Melayu di Pekanbaru. Saat itu, dia menyebut ada permintaan komitmen fee 2,5 persen tapi belakangan yang disepakati adalah 1,5 persen.
Pada pertemuan itu, Triyanto tidak hadir dan hanya mendapat cerita dari pegawai PT CGA lainnya, Joko Widarto. Dia juga mendapat kabar ada penyerahan uang Rp1 miliar ke pimpinan DPRD setelah pertemuan itu.
"Cerita pak Joko, yang datang itu ada Abdul Kadir. Dua lagi tak ingat," sebut Triyanto yang kemudian menyatakan ada nama Heru Wahyudi serta Indra Gunawan Eet setelah berita acara pemeriksaannya di KPK dibacakan.
Keberatan Amril
Atas kesaksian Triyanto ini, terdakwa Amril Mukminin menyatakan keberatan. Terkhususnya terkait penerimaan uang Rp2,5 miliar dari Ihsan di Jakarta. Menurut Amril, dia hanya menerima Rp1 miliar di Plaza Indonesia.
Terdakwa juga menampik adanya penyerahan uang di Medan sebelum proyek ini dianggarkan di APBD.
Bahkan, Amril juga membantah pernah meminta jatah DPRD dalam proyek ini agar diurus oleh dirinya. Dia juga tidak mengetahui adanya keributan di DPRD karena belum menerima komitmen fee dari PT CGA.
Tak hanya itu, Amril juga mengakui secara keseluruhan menerima uang Rp5,2 miliar dalam proyek ini. Uang itu tidak dinikmatinya karena sudah dikembalikan ke kas negara melalui KPK.
"Sudah saya kembalikan melalui rekening KPK," tegas Amril.