Santri diimbau tidak terprovokasi polemik hari santri
KH Fathurrozi mengimbau kepada seluruh santri agar tidak terprovokasi kicauan Wasekjen DPP PKS Fahri Hamzah.
Wakil Ketua Asosiasi Pesantren Nahdlatul Ulama (NU) Indonesia atau Rabithah Ma'ahid Islamiyah NU (RMI NU), KH Fathurrozi mengimbau kepada seluruh santri agar tidak terprovokasi kicauan Wasekjen DPP Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Fahri Hamzah di twitter.
Pada akun twitternya, Fahri menyebut Janji Joko Widodo (Jokowi) akan menetapkan 1 Muharam sebagai Hari Santri adalah sinting. Pernyataan Fahri inipun menuai reaksi keras dari banyak kalangan, termasuk dari kelompok santri sendiri.
Kicauan Fahri sendiri, merupakan tanggapan atas janji Jokowi kepada sejumlah santri saat berkunjung ke Pondok Pesantren Babussalam, Malang, Jawa Timur, beberapa waktu lalu. Selanjutnya, pada 27 Juni lalu, sekitar pukul 10.40, melalui akun twitter-nya: @fahrihamzah, Fahri menulis: "Jokowi janji 1 Muharam Hari Santri. Demi dia terpilih, 360 hari akan dijanjikan ke semua orang. Sinting!" kicau dia.
Menyikapi situasi politik jelang Pilpres 9 Juli yang kian memanas ini, Kiai Fathurrozi atau yang akrab disapa Gus Fahrur meminta untuk tidak membesar-besarkan ocehan politikus PKS itu di media sosial (medsos). Pun begitu, kembali Gus Fahrur mengimbau kepada kalangan santri, agar tidak mudah diprovokasi.
"Para santri juga jangan mudah diadu-domba pihak-pihak tertentu yang memiliki kepentingan politik pragmatis. Saya juga meminta jangan ada lagi yang ngompor-ngompori santri untuk berbuat anarkis. Tentunya kita ingin situasi jelang Pilpres ini tetap kondusif," imbau Gus Fahrur kepada wartawan di Surabaya, Jawa Timur via telpon selulernya, Kamis (3/7).
Pengasuh Pondok Pesantren An-Nur, Bululawang, Kabupaten Malang ini menilai, kicauan Fahri Hamzah itu hanya sebagai komoditas elit politik dan statemen-statemen yang muncul tidak ada gunanya bagi kesejahteraan ponpes. Sebab, ide Jokowi soal akan menjadikan 1 Muharam sebagai Hari Santri, kata Gus Fahrur bukan hal baru.
"Ide itu sudah lama dan bukan ide orisinil Jokowi. Itu idenya Gus Thoriq (Pengasuh Ponpes Babussalam Banjarejo, Kabupaten Malang). Jokowi tidak paham soal Ponpes, tahu-tahu meneken setuju ide Hari Santri itu," keluh dia.
Gus Fahrur menjelaskan, sejak 5 tahun lalu, setiap tahun Ponpes Babussalam kerap memperingati Hari Santri pada 1 Muharam. "Acara itu pernah dihadiri Anas Urbaningrum (mantan Ketua Umum Partai Demokrat), Gus Ipul (Wagub Jatim, Saifullah Yusuf dan saya sendiri," ungkap Gus Fahrur.
Secara pribadi, Gus Fahrur menilai menjadikan 1 Muharam sebagai Hari Santri tidak memiliki urgensi apa-pun terhadap perkembangan Islam. Sebab, 1 Muharam merupakan tahun baru umat Muslim, yang sudah ditetapkan sebagai hari besar atau hari libur nasional.
Dan jika tetap menjadikan tahun baru umat Islam sebagai Hari Santri, menurutnya, justru itu malah mengecilkan nilai 1 Muharam sendiri. "Di kultur NU sendiri, diajarkan untuk mendahulukan kepentingan lebih besar ketimbang kepentingan khusus yang eksklusif. Maka dari itu, hingga saat ini, tidak ada yang merespon ide Hari Santri itu, karena tidak ada urgensinya dan konteksnya apa?," tanyanya.
"Apakah diperingati karena merupakan hari pertama didirikannya pesantren di Jawa atau gerakan santri besar-besaran melakukan revolusi? Kan tidak ada. Kecuali Hari Pahlawan yang memang ada kaitannya dengan pertempuran 10 Nopember 1945 di Surabaya," sambung Gus Fahrur.
Namun, jika ide Hari Santri itu tetap dipaksakan, Gus Fahru menyarankan lebih baik diganti saat peringatan momentum Resolusi Jihad NU yang dicetuskan KH Hasyim Asyari. Resolusi Jihat NU yang didengungkan tokoh pendiri NU itu, merupakan momentum perjuangan kaum santri terhadap penjajah, yang kemudian berlanjut pada pertempuran 10 November 1945 di Surabaya.
"Jadi bukan pada 1 Muharam. Tapi yang lebih penting sekarang itu, perhatian pemerintah terhadap Ponpes-Ponpes tradisional, agar lulusan-lulusannya diakui dan didayagunakan di segala lini oleh pemerintah, bukan ribut soal Hari Santri," tegas dia.