Sidang Kasus SYL, Ahli Sebut Tanggungjawab Atasan Dapat Berpindah ke Bawahan
Perpindahan tanggungjawab itu apabila bawahan tersebut menyelewengkan perintah atasan.
Perpindahan tanggungjawab itu apabila bawahan tersebut menyelewengkan perintah atasan.
- Jaksa: SYL Mengakui Tindakan Korupsi
- SYL Tak Terima Dituntut 12 Tahun Penjara: Tindakan Saya Bukan untuk Kepentingan Pribadi
- Pengakuan SYL, Selalu Taruh Uang di Sajadah Sebelum Dikasih ke Istri
- SYL Perintahkan Anak Buah Penuhi Kebutuhan Pribadi, Ahil Sebut Bawahan Harus Berani Tolak Atasan yang Tak Sesuai
Sidang Kasus SYL, Ahli Sebut Tanggungjawab Atasan Dapat Berpindah ke Bawahan
Ahli Pidana Universitas Pancasila Jakarta, Agus Surono menyebut tanggungjawab seorang atasan dapat berpindah ke bawahannya. Perpindahan tanggungjawab itu apabila bawahan tersebut menyelewengkan perintah atasan.
Di persidangan perkara gratifikasi dan pemerasan, Agus yang dihadirkan sebagai saksi ahli meringankan atau a de charge untuk eks Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo (SYL) menerangkan perintah atasan sejatinya harus dijalani oleh bawahannya. Tentu apabila perintah yang dimaksud adalah dalam itikad baik.
Adapun parameter dari itikad baik itu adalah tidak bertentangan dengan kode etik atau pun peraturan perundang-undangan.
"Sehingga, ketika bawahan melakukan perbuatan di luar perintah yang disampaikan oleh atasan maka pertanggungjawabannya menjadi beralih. Beralih maksud saya tidak bisa kemudian, pertanggungjawaban yang atas perbuatan yang dilakukan oleh bawahan itu kemudian bergeser atau berpindah menjadi pertanggungjawaban atasan karena perintah atasan," kata Agus di ruang sidang PN Tipikor Jakarta Pusat, Rabu (11/6).
Agus mencontohkan bila atasan memerintahkan A tapi justru yang dilaksanakan adalah B dan melanggar kode etik dan perundangan-undangan. Maka otomatis bawahan tersebut yang harus bertanggungjawab karena tidak melaksanakan perintah awalnya.
Kuasa hukum SYL, Djamaluddin Koedoeboen kemudian mengelaborasi penjelasan yang dimaksud Agus dengan kasus yang tengah ditanganinya.
"Bila tidak ada perintah dari pimpinan tetapi dalam rangka sebuah kelancaran proses administrasi ataupun meningkatkan kinerja sebuah institusi atau lembaga tertentu, kemudian ada akselerasi dari para bawahan untuk melakukan sebuah perbuatan yang melawan hukum sebagaimana yang dijelaskan oleh saudara tadi yang semata-mata tidak diketahui oleh pimpinan oleh atasan mereka, sebetulnya dalam konteks ini siapa yang mesti bertanggungjawab terkait itu?" tanya Djamaluddin.
Kata Agus, harus terlebih dahulu dicari hubungan kausalitasnnya baik antara atasan dengan bawahannya itu. Menurut Ahli Pidana asal Universitas Pancasila Jakarta itu, bawahan yang tidak menjalankan perintah atasan, atau bawahan yang bertindak tanpa didasari perintah, atau memang tidak ada perintah sama sekali adalah tiga hal yang berbeda.
Sehingga nantinya dapat diketahui dengan secara jelas siapa yang dapat bertanggung jawab pada akhirnya.
"Prinsip hukumnya adalah bahwa tidak boleh perbuatan yang tidak dilakukan oleh seseorang kemudian dibebankan oleh seseorang yang tidak melakukan perbuatan itu. Itu prinsip hukumnya, nah nanti tinggal saudara maknai, tafsirkan dalam satu peristiwa hukum konkretnya," imbuh Agus.