Sudah pernah putus, MK tolak uji materi calon tunggal di UU Pilkada
Putusan soal calon tunggal pernah diketuk MK pada 29 September 2015.
Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan uji materi Undang-undang Nomor 8 tahun 2015 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 1 tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota menjadi UU Pilkada.
Mahkamah menyatakan permohonan yang terdaftar dengan nomor perkara 105/PUU-XIII/2015 dan diajukan oleh Doni Istyanto Hari Mahdi, tidak dapat dilanjutkan. Sidang putusan ini dipimpin oleh Hakim Ketua, Arief Hidayat.
Arief menilai permohonan mengenai calon tunggal dalam pemilihan kepala daerah telah diputuskan dalam putusan MK dalam uji materi yang sama pada 29 September 2015.
"Permohonan dari pemohon soal calon tunggal tidak dapat dilanjutkan karena telah ada putusan MK perihal yang sama pada 29 September lalu," ujar Arief di Gedung MK, Jalan Medan Merdeka, Jakarta, Rabu (11/11).
Seperti diketahui, perkara ini diajukan Doni Istyanto Hari Mahdi dengan menguji sejumlah pasal dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 (UU Pilkada). Pasal yang digugat di antaranya Pasal 7 huruf o, Pasal 40 ayat (1), ayat (4), Pasal 51 ayat (2), Pasal 52 ayat (2), Pasal 107 ayat (1), Pasal 109 ayat (1), Pasal 121 ayat (1), Pasal 122 ayat (1) UU Pilkada.
Di antaranya pasal-pasal dengan substansi yang berbeda tersebut, pemohon mempersoalkan pasal yang mengatur soal pembatasan calon tunggal. Doni mengatakan dalam pilkada sebenarnya setiap partai telah diberikan kesempatan untuk mengajukan calon.
Namun, dalam beberapa kejadian ada satu calon kuat yang sudah dicalonkan satu partai politik sehingga partai yang lain tidak bisa mendukung karena seperti itu ketentuan undang-undangnya.
Doni mengusulkan calon tunggal dapat ditetapkan sebagai pemenang dalam Pilkada harus mengantongi dukungan setidaknya 60 persen dari jumlah kursi di DPRD.
Menurutnya, jika tidak ditegaskan, maka proses Pilkada tidak dapat dilakukan karena partai lain enggan mengajukan calon pasangan dan dapat merusak kualitas demokrasi di Indonesia.
Baca juga:
Marak calon tunggal, Fadli salahkan pemerintah tak revisi UU Pilkada
Soal calon tunggal pilkada, Masinton salahkan pemerintahan SBY
Formappi nilai kerja DPR serampangan dan banyak penyimpangan
DPR tunggu sikap resmi Jokowi soal revisi UU Pilkada
Pimpinan DPR usul revisi UU Pilkada dibahas bersama Jokowi dan KPU
-
Apa itu Pilkada Serentak? Pilkada serentak pertama kali dilaksanakan pada tahun 2015. Pesta demokrasi ini melibatkan tingkat provinsi, kabupaten, dan kota.
-
Apa definisi dari Pilkada Serentak? Pilkada Serentak merujuk pada pemilihan kepala daerah yang dilaksanakan secara bersamaan di seluruh wilayah Indonesia, termasuk pemilihan gubernur, bupati, dan wali kota.
-
Mengapa Pilkada penting? Pilkada memberikan kesempatan kepada warga negara untuk mengekspresikan aspirasi mereka melalui pemilihan langsung, sehingga pemimpin yang terpilih benar-benar mewakili kehendak dan kebutuhan masyarakat setempat.
-
Kenapa Pilkada itu penting? Pilkada artinya singkatan dari Pemilihan Kepala Daerah, adalah salah satu momen krusial dalam sistem demokrasi kita.
-
Kenapa Pilkada Serentak dianggap penting? Sejak terakhir dilaksanakan tahun 2020, kali ini Pilkada serentak diselenggarakan pada tahun 2024. Dengan begitu, penting bagi masyarakat Indonesia untuk mengetahui kapan Pilkada serentak dilaksanakan 2024.
-
Apa yang dimaksud dengan Pilkada? Pilkada adalah proses demokratis di Indonesia yang memungkinkan warga untuk memilih pemimpin lokal mereka, yaitu gubernur, bupati, dan wali kota beserta wakilnya.