Suka duka Aiptu Nasro tilang pengendara hingga diancam dibunuh
"Sering sekali kalau perempuan nangis-nangis minta jangan ditilang, dia bilang, 'Pak jangan ditilang.'
Seorang pengendara motor bernama Yudha dijebloskan ke penjara dan terancam 3 tahun bui lantaran ulahnya memukul anggota Polisi Lalu Lintas (Polantas) Polres Metro Jakarta Selatan Aiptu Muhammad Nasro. Yudha terjaring razia saat Nasro beserta anggota lainnya menggelar razia dalam rangkaian operasi Patuh Jaya 2016 pada Minggu, (23/5) di Jl Darmawangsa X Jakarta Selatan.
Akibat pemukulan tersebut, korban bernama Aiptu M Nasro mengalami luka di pergelangan tangan kanan hingga mengeluarkan banyak darah.
"Dia itu melawan arus, saya stop lalu saya minta kelengkapan surat-surat kendaraannya. Tapi dia enggak bisa nunjukin SIM, KTP juga enggak ada. Ya sudah dilakukan penindakan tilang," ujar Nasro kepada merdeka.com, Selasa (24/5).
Tak terima ditilang, dengan membabi buta Yudha menyerang Nasro. Serangan disertai ancaman pun membuat Nasro sempat ketakutan.
"Dia enggak terima, langsung narik-narik baju saya sambil bilang, Gua bunuh Lo, Gua bunuh! Saya lihat, dia pakai alat enggak, kalau enggak saya aman. Yang penting saat itu saya menghindar dan berusaha tidak menyentuh dia" cerita Nasro.
Cerita nasro tak berhenti sampai di situ. Selama 10 tahun bertugas di bagian lalu lintas, ia cukup mengetahui perilaku para pengendara di jalanan.
"Sering sekali kalau perempuan nangis-nangis minta jangan ditilang, dia bilang, 'Pak jangan ditilang.' Ya, namanya pelanggaran kalau enggak ditilang gimana kan yah," ungkapnya.
Selain itu, Nasro juga pernah menghadapi pelanggar yang masih mempunyai hubungan kekerabatan dengan salah satu petinggi Polri. Untuk kasus yang ini, sempat timbul perasaan dilematis dalam dirinya. Biasanya, pelanggar tersebut menyodorkan telepon yang sudah terhubung dengan anggota polisi lainnya.
Setelah berbicara di telepon, dia pun terpaksa melepas si pelanggar dengan tetap memberikan peringatan untuk tidak mengulangi kesalahannya di jalan raya.
"Pernah, ya udah saya lepasin aja. Namanya juga perintah pimpinan ya mau gimana lagi. Saya kan enggak bisa nolak," ungkap Nasro.
Tak hanya pengendara yang mengenal pejabat tertentu di kepolisian yang kerap terpaksa dilepasnya saat operasi kelengkapan kendaraan. Terkadang ada juga rekanan pers yang meminta untuk dilepaskan dengan alasan untuk peliputan dan mengatakan pernah bertemu di suatu tempat.
"Ada juga tuh kalau wartawan. Dia bilang, 'Bapak masa lupa sama saya, saya kan orang pengadilan, mohon izin' ya sudah saya lepas. Kita kan memang rekanan, jadi saling membantu saja," tutur Nasro.
Berbagai cara memang banyak digunakan pengendara untuk menghindari operasi. Bagi para pengendara roda empat pun tak jauh beda dengan pengendara sepeda motor untuk menghindari operasi patuh jaya.
Seperti menggantungkan kartu anggota pejabat tinggi tertentu di dalam mobil hingga memasang stiker tertentu yang dirasa akan membuat polisi enggan melakukan pemeriksaan.
"Ya bisa juga mereka pasang stiker rekanan polisi, gantungin id sampai pasang topi instansi tertentu supaya enggak diberhentikan. Tapi kami tetap memberhentikan kalau memang mereka terlihat mencurigakan," jelas Nasro.
Nasro mengungkapkan, selama pengendara tidak melakukan pelanggaran dan melengkapi kelengkapan surat kendaraan seharusnya warga tidak melakukan cara-cara tersebut. Pengalamannya puluhan tahun melakukan operasi di jalan raya membuatnya mengetahui mana pengendara yang harus diberhentikan mana yang tidak.
"Kita pakai feeling saja, kalau terlihat grogi, ketahuan pasti dia punya kesalahan. Kalau enggak mau distop ya santai saja asal tidak melanggar, pasti tidak akan diberhentikan. Kalaupun diberhentikan kelengkapan suratnya kan sudah ada, jadi cuma pemeriksaan saja," kata Nasro mengakhiri.