Tak bayar ganti rugi tanah warga, Pemkab Aceh Barat dikecam
Pasalnya mediasi dengan warga mengalami titik buntu dan Pemkab menolak membayar ganti rugi tersebut.
Konflik pertanahan antara warga masyarakat eks-Dusun Nelayan Makmur, Desa Pasi Pinang, Kecamatan Meureubo, yang berjumlah 150 KK dengan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Aceh Barat menuai kecaman. Pasalnya mediasi dengan warga mengalami titik buntu dan Pemkab menolak membayar ganti rugi tersebut.
Kecaman ini datang dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Banda Aceh yang melakukan advokasi warga masyarakat setempat dan juga menjadi kuasa hukum warga. Menurut penilaian LBH Banda Aceh, ini disebabkan sikap Pemkab Aceh Barat yang tidak menunjukkan itikad baik dan tidak mau bertanggung jawab.
"Pemkab juga tidak bersedia memberikan ganti kerugian (peunayah) atas tanah masyarakat yang terletak di Desa Pasi Pinang yang sebelumnya, padahal tanah tersebut merupakan tempat relokasi masyarakat dari Desa Padang Seurahet dan Desa Suak Indrapuri," kata Kuasa Hukum warga eks Dusun Nelayan Makmur dari LBH Banda Aceh, Chandra Darusman S, Senin (27/10) di Banda Aceh.
Lanjutnya, komitmen dari Pemkab Aceh Barat untuk menyelesaikan permasalahan ini ternyata hanyalah harapan kosong semata. Hal ini terindikasi melalui kinerja Tim Pencari Fakta (TPF) yang dibentuk oleh Pemkab setempat yang tidak bekerja secara maksimal dalam upaya mengumpulkan fakta dan data terkait dengan kasus ini.
Bahkan, dalam beberapa kali pertemuan antara masyarakat yang didampingi kuasa hukumnya dengan TPF dan Pemkab Aceh Barat di Kantor Bupati, terbukti bahwa ada anggota TPF yang mengakui bahwa mereka tidak mengetahui dan tidak memahami duduk perkara dalam kasus ini, namun ikut menandatangani pernyataan hasil kinerja TPF.
"Selain itu, semakin terlihat TPF dan Pemkab Aceh Barat membatalkan pertemuan secara sepihak pada 16 Oktober 2014, padahal pertemuan tersebut telah disepakati dan menjadi keputusan dalam pertemuan sebelumnya yang berlangsung pada 2 Oktober 2014," tegasnya.
Kemudian Pemkab Aceh Barat alih-alih membayar ganti rugi tanah warga, tetapi pada 23 Oktober 2014, Kabag Pemerintahan Aceh Barat menghubungi LBH Banda Aceh Pos Meulaboh untuk bertemu. Pada pertemuan tersebut Pemkab Aceh Barat menganjurkan agar masyarakat menempuh jalur hukum untuk menyelesaikan permasalahan ini.
"Malah Pemkab Aceh Barat meminta warga masyarakat untuk menempuh jalur hukum, kita sangat menyesali dengan sikap Pemkab Aceh Barat yang terkesan lari dari tanggungjawab," tegasnya.
Untuk itu, LBH Banda Aceh akan menyurati Gubernur Aceh guna melaporkan kasus ini berikut dengan Tim Pencari Fakta yang dibentuk oleh Pemkab Aceh Barat. Selain itu, LBH Banda Aceh juga akan menempuh dan membawa permasalahan ini ke ranah hukum.
"Kita akan bawa kasus ini keranah hukum seperti permintaan Pengkab Aceh Barat," imbuhnya.
Sengketa pertanahan ini merupakan kasus lama, jelasnya. Pada tahun 2003, Pemkab Aceh Barat melakukan relokasi dan pencabutan hak masyarakat dengan cara melawan hukum. Bahkan, dalam prosesnya saat itu, terdapat 76 dokumen kepemilikan hak atas tanah, baik dalam bentuk akte sporadik, surat keterangan, dan surat jual beli disita.
"Bahkan saat itu ada tindakan perusakan rumah milik masyarakat dengan menggunakan kekuatan militer. Setelah di relokasi, hak masyarakat atas tanah juga tidak dipenuhi oleh Pemerintah," tutupnya.