Tan Malaka cerdas tapi 2 kali tak lulus ujian akhir di Belanda
Kecerdasan Tan Malaka tak usah disangsikan lagi. Sejak kecil dia sudah disayang guru-gurunya karena kecerdasannya.
Tan Malaka berhasil diterima menjadi mahasiswa Rijksweekschool (sekolah pendidikan guru negeri), Haarlem, Belanda, setelah lulus serangkaian tes dan mendapat izin dari Kementerian Negeri Belanda pada 1914. Pada waktu awal, Tan Malaka mengalami kesulitan beradaptasi dengan lingkungan, masyarakat, iklim, dan makanan di Belanda.
Namun berkat bantuan Horensma, Tan Malaka akhirnya berhasil menyesuaikan diri dan melewati semua itu. Selama studi di sekolah itu, Tan Malaka tidak menyukai pelajaran yang berbasis pada hafalan. Biasanya materi itu berada pada pelajaran yang membahas soal tumbuh-tumbuhan.
"Kebencian kepada dunia yang berupa kaji-hafalan yang dipaksakan karena tidak menarik hati, lebih hebat daripada kebencian menghadapi roti keju dan roti keju zonder variasi dari hari ke hari di asrama dulu. Kebencian terhadap roti ini hanya timbul di waktu menghadapinya saja, tetapi kebencian terhadap kaji-hafalan yang dipaksakan adalah terus menerus," kata Tan Malaka dalam buku 'Tan Malaka, Pahlawan Besar yang Dilupakan Sejarah' karya Masykur Arif Rahman, terbitan Palapa.
Di Belanda, Tan Malaka tak mau diremehkan oleh orang-orang yang menjajah bangsanya. Dalam setiap kesempatan, Tan Malaka kerap menunjukkan bahwa dirinya lebih baik daripada bangsa Belanda. Salah satunya adalah di bidang sepak bola. Dia selalu berada di garis depan sebagai penyerang saat tengah bermain. Namun sayang Tan Malaka tak pandai menjaga kesehatannya. Jika sudah asyik bermain bola, dia enggan menggunakan jaket tebal saat beristirahat dan kerap telat makan. Alhasil pada Juli 1915, Tan Malaka jatuh sakit dan divonis dokter sakit radang paru-paru.
Di Belanda, Tan Malaka beberapa kali pindah indekos demi mengirit Rp 50 yang dikirim orang kampungnya. Singkat cerita, Tan Malaka akhirnya lulus ujian akhir sekolah secara tertulis pada 1916. Namun, dia harus mengikuti satu studi lagi untuk mendapat akta guru kepala. Pemilik akta itu akan langsung diangkat resmi menjadi guru oleh pemerintah.
Namun kondisi kesehatan Tan Malaka saat itu kian memburuk. Dia pun disarankan dokter untuk pulang ke tanah air agar mendapat pengobatan secara intensif. Sebab, dengan Rp 50 sebulan yang digunakan untuk mencukupi semua keperluannya, Tan Malaka tidak dapat maksimal mengecek dan mengobati kesehatannya di Belanda.
Tan Malaka pun menolak saran dokter. Dia tak mau pulang tanpa hasil. Sebab, dia harus membayar utang-utang yang dimilikinya. Tan Malaka mencari tambahan penghasilan dengan mengajar kursus bahasa melayu kepada warga Belanda. Pada 28 Juni 1918, Tan Malaka mengikuti ujian tertulis untuk akta guru kepala dan mendapat hasil yang menggembirakan. Namun dia gagal mengikuti ujian lisan. Tan Malaka sedih atas kegagalannya itu.
"Pada 27 Juni 1919, ia kembali menempuh ujian tertulis. Di akhir Juli, ia mengikuti ujian lisan tetapi lagi-lagi ia tidak lulus."
Ada beberapa versi penyebab kegagalan Tan Malaka dalam ujian itu. Versi pertama, kegagalan itu disebabkan karena nilai pengetahuan alam, berhitung dan bahasa Tan Malaka kurang baik. Namun, versi kedua menyatakan kegagalan Tan Malaka dalam ujian itu bukan karena nilai yang kurang baik, melainkan akibat politik imperialisme Belanda saat itu.
Saat itu, pemerintah Belanda mengeluarkan aturan setiap tahun hanya satu calon saja dari daerah jajahan yang lulus akta kepala. Bayangkan saja begitu banyak orang yang bangsanya dijajah sekolah di Belanda tapi satu tahun hanya dijatah satu orang saja yang lulus.
Waktu terus berjalan, Tan Malaka yang awalnya ditargetkan oleh orang tua hanya dua hingga tiga tahun lulus sekolah di Belanda dan kembali ke tanah air nyatanya hingga 1919 belum juga kembali. Orangtuanya lantas memberinya ultimatum agar Tan Malaka segera pulang.
Akhirnya, setelah dua kali gagal, pada November 1919, Tan Malaka berhasil lulus dan mendapatkan ijazahnya yang disebut Hulpactie. Belanda menjadi negeri yang membentuk Tan Malaka . Di negeri ini, Tan Malaka mengenal sosialisme. Dia kerap membaca koran, artikel dan segala macam buku aliran kiri. Belanda menjadi titik awal perjuangan Tan Malaka yang bercita-cita memerdekakan Indonesia dari penjajahan dan menerapkan keadilan bagi semua kelas sesuai sosialisme.
Kelak, Tan Malaka menjadi pencetus pertama berdirinya Republik Indonesia. Hal itu bahkan dibukukan dalam bukunya yang berjudul 'Naar de Republiek Indonesia' (menuju Republik Indonesia) pada 1925, beberapa tahun sebelum Bung Hatta dan Bung Karno menulis buku soal konsep kemerdekaan Indonesia.
-
Di mana rumah masa kecil Tan Malaka berada? Salah satu jejak sejarah yang saat ini masih tersisa yakni rumahnya yang berada di Limapuluh Kota, Sumatera Barat.
-
Apa tujuan utama dari pendidikan menurut Tan Malaka? Tujuan pendidikan itu untuk mempertajam kecerdasan, memperkukuh kemauan, serta memperhalus perasaan.
-
Siapa yang membangun rumah masa kecil Tan Malaka? Rumah tersebut menjadi tempat tinggalnya untuk menghabiskan masa kecilnya sebelum hijrah ke Bukittinggi dan berpindah tempat ke berbagai daerah hingga luar negeri.
-
Seperti apa bentuk rumah masa kecil Tan Malaka? Mengutip dari beberapa sumber, rumah masa kecil Tan Malaka ini berdiri gagah jauh dari permukiman warga di Limapuluh Kota tersebut berbentuk Rumah Gadang atau rumah tradisional masyarakat Minangkabau.
-
Kapan Rumah Hantu Malioboro buka? Objek wisata ini buka setiap hari mulai pukul 18.00 hingga 22.00.
-
Kapan Teras Malioboro diresmikan? Mengutip Jogjaprov.go.id, kawasan Teras Malioboro diresmikan pada 26 Januari 2021 oleh Gubernur DIY, Sri Sultan HB X bersama Wakil Wali Kota Yogyakarta, Heroe Poerwadi.
Pemikiran Tan Malaka kemudian banyak dijadikan acuan Bung Karno dan tokoh pergerakan lainnya untuk memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Bung Karno bahkan memberi gelar Tan Malaka sebagai 'orang yang ahli dalam revolusi', sementara Moh Yamin dalam tulisannya di sebuah artikel koran menyebut Tan Malaka sebagai 'Bapak Republik Indonesia.'
Baca juga:
Kisah Tan Malaka sekolah guru di Belanda hasil utang sekampung
Cerita kecerdasan Tan Malaka kecil memikat hati guru Belanda
Tan Malaka pernah ingin satukan Indonesia-Australia dalam Aslia
Tan Malaka dikubur dua kali, dekat makam Mbah Selopanggung
Tan Malaka, ditawan sebelum meninggal di tangan bangsa sendiri