Tolak tambang, ribuan warga Bengkulu bubuhkan cap jempol darah
Jika tidak dipenuhi, maka cap jempol darah itu akan dikirim ke Presiden Jokowi.
Sekitar seribu warga dari 11 desa di Kecamatan Merigi Sakti dan Merigi Kelindang Kabupaten Bengkulu Tengah, menggalang tanda tangan cap darah sebagai penolakan terhadap aktivitas tambang batu bara di wilayah mereka.
Koordinator aksi, Nurdin mengatakan aksi cap berdarah itu akan dikirim ke Presiden Joko Widodo sebagai pernyataan warga bahwa pengrusakan lingkungan masih terjadi di daerah itu.
-
Kapan benua ini tenggelam? Sekitar 70.000 tahun yang lalu, daratan luas yang kini tenggelam di lepas pantai Australia kemungkinan pernah ditinggali setengah juta manusia.
-
Kenapa Emping Beras begitu istimewa di Bangka Belitung? Tak heran jika kuliner yang satu ini begitu legendaris di masyarakat Bangka Belitung.
-
Kapan Klenteng Talang dibangun? Klenteng Talang dulunya dibangun tahun 1450 masehi.
-
Bagaimana proses pelaksanaan tradisi Tabot di Bengkulu? Upacara Tabot dimulai dengan pengambilan tanah sebelum 1 Muharram. Kemudian dilanjutkan dengan ritual Duduk Penja, yang melibatkan proses penyucian benda yang disebut Penja. Proses ketiga adalah Menjara, merupakan salah satu tahapan yang menghadirkan elemen persaudaraan dan kebersamaan dalam perayaan. Bagian penting dari tradisi Tabot adalah Malam Arak Jari-jari dan Arak Sorban pada tanggal 7 Muharram. Dilanjut tanggal 9 Muharram pelaksanaan Tabot mencapai Hari Gam, yaitu momen ketika keheningan mencakup seluruh perayaan, menandakan keseriusan dan penghormatan kepada tradisi Tabot. Lalu masih banyak proses lainnya yang dilangsungkan hingga tanggal 10 Muharram.
-
Kapan Betandak Dangkong dipertunjukkan? Tarian tersebut biasanya akan ditampilkan ketika peringatan hari-hari besar Islam dan hari peringatan nasional.
-
Mengapa benua ini tenggelam? “Kita berbicara tentang lanskap yang cukup terendam, lebih dari 100 meter di bawah permukaan laut saat ini,” Kasih Norman, arkeolog Universitas Griffith di Queensland, Australia, dan penulis utama studi baru ini, kepada Live Science.
"Tuntutan kami tetap sama yaitu cabut izin tambang batu bara PT Cipta Buana Seraya dari wilayah desa kami," terang Nurdin di Bengkulu, Kamis (14/7).
Penggalangan cap jempol berdarah itu dilakukan warga sejak Rabu (13/7), dan hingga saat ini lebih dari 1.000 orang sudah membubuhkan cap darahnya di kertas disiapkan panitia aksi.
Selain menggalang tanda tangan dan cap darah, masyarakat yang bergabung dalam Forum Masyarakat Rejang Gunung Bungkuk juga menggelar pengibaran bendera raksasa berukuran 10 x 20 meter di Desa Durian Lebar.
Penolakan warga terhadap aktivitas PT CBS, perusahaan tambang beroperasi dengan sistem bawah tanah atau under ground dikarenakan kekhawatiran terhadap kerusakan lingkungan.
Warga berkaca dari kondisi di desa lain yaitu desa Kota Niur, Kecamatan Taba Penanjung, Bengkulu Tengah. Di desa itu, lahan masyarakat ambruk akibat aktivitas pertambangan batu bara dengan sistem under ground.
"Kami tidak ingin desa dan kebun kami rusak karena tanah inilah yang akan kami wariskan untuk anak cucu," ucapnya seperti dilansir dari Antara.
Nurdin menegaskan bahwa warga memberikan batas waktu hingga 20 Juli 2016, bagi pemerintah daerah untuk mencabut izin tambang tersebut. Jika tidak dipenuhi maka cap jempol darah itu akan dikirim ke Presiden Jokowi, sebagai bukti bahwa telah terjadi pengabaian oleh pemerintah daerah terhadap warga yang telah berjuang sampai berdarah-darah menuntut hak atas lingkungan yang baik.
Sementara Direktur Walhi Bengkulu, Beni Ardiansyah mengatakan tuntutan warga atas lingkungan yang baik seharusnya dijamin oleh negara.
Hal itu, kata Beni tertuang dalam konsitusi bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat.
Bahwa lingkungan yang baik dan sehat merupakan hak asasi setiap warga Indonesia sebagaimana diamanatkan dalam pasal 28 H UUD 1945.
"Oleh karena itu negara, pemerintah, dan seluruh pemangku kepentingan berkewajiban untuk melakukan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang berkelanjutan," pungkasnya.
(mdk/cob)