Transaksi dengan QRIS Makin Sat Set Berkat Dukungan Kekuatan Jaringan Internet Indonesia
Tren pembayaran lewat ponsel atau yang dikenal dengan transaksi digital semakin populer, terutama dengan metode QRIS.
Saat ini, ketinggalan ponsel jadi hal yang bikin panik daripada ketinggalan dompet. Pasalnya, di tengah pesatnya perkembangan teknologi digital, ponsel seolah sudah jadi bagian yang tak terpisahkan dari manusia. Apapun kebutuhannya bisa dilakukan lewat ponsel, termasuk transaksi. Tren pembayaran lewat ponsel atau yang dikenal dengan transaksi digital semakin populer. Salah satu metode yang banyak digunakan adalah lwat Quick Response Code Indonesian Standard alias QRIS.
Flashback ke belakang, QRIS pertama kali diluncurkan pada 17 Agustus 2019. Seiring perjalannya, ia mengalami pertumbuhan signifikan dari segi transaksi dan penggunanya. Data dari Bank Indonesia menyebutkan bahwa transaksi QRIS mencatatkan pertumbuhan signifikan dalam setahun terakhir, yaitu mencapai 226,54%. Sementara itu, jumlah penggunanya mencapai 50,50 juta dengan jumlah merchant 32,71 juta.
-
Mengapa QRIS dianggap sebagai solusi pembayaran digital yang sangat hemat? Tidak heran jika QRIS muncul sebagai solusi yang sangat hemat biaya untuk pembayaran digital serta mendukung kemajuan bagi usaha mikro, kecil, dan menengah.
-
Bagaimana cara menggunakan QRIS untuk melakukan transaksi? Cara menggunakan QRIS hanya perlu dengan scan barcode menggunakan kamera hp pada QR code yang sudah disediakan oleh merchant. BRImo akan langsung bekerja dan melakukan konfirmasi. Jika data sudah benar kamu hanya perlu memasukkan PIN untuk menyelesaikan transaksi.
-
Apa itu QRIS? Transaksi QRIS dinilai serupa dengan uang elektronik seperti e-toll.
-
Kenapa QRIS di luncurkan oleh Bank Indonesia? Alasan mengapa Bank Indonesia mengesahkan transaksi QRIS ini adalah karena aksesnya yang begitu cepat.
-
Mengapa QLola by BRI menjadi pilihan ideal bagi bisnis dalam transaksi digital? Pasalnya, QLola by BRI ini telah dirancang untuk memberikan kemudahan penggunaan serta pemantauan online, yang menjadikannya pilihan ideal bagi bisnis.
Menurut data dari Asosiasi Sistem Pembayaran Indonesia (ASPI) pada Maret 2024, jumlah nominal uang yang berputar dalam transaksi berbasis QRIS mencapai Rp42 triliun. Angka ini menjadi rekor tertinggi sejak QRIS pertama kali diluncurkan.
Lebih jauh lagi, ASPI mengungkap mayoritas merchant yang memakai QRIS berada di Pulau Jawa. Jawa Barat menempati urutan pertama, disusul DKI Jakarta. Kemudian Jawa Timur di posisi ketiga dan dilanjutkan Jawa Tengah, Banten, Sumatera Utara, Sulawesi Selatan, Bali, Sumatera Selatan, dan DI Yogyakarta.
Transaki jual beli menggunakan QRIS pun semakin populer dan digandrungi masyarakat. Hal ini karena memungkinkan pengguna melakukan pembayaran tanpa perlu mengeluarkan uang tunai atau kartu fisik. Tinggal arahkan kamera ponsel pinter untuk memindai kode QR, transaksi pembayaran bisa dilakukan dengan cepat. Baik pembeli dan penjual sama sekali tak perlu pusing, apalagi memikirkan uang kembalian.
Semua Pakai QRIS
Peralihan transaksi dengan QRIS kini mulai ramai-ramai dilakukan banyak pihak. Bahkan, kini pedagang kaki lima juga menggunakannya. Seperti cerita salah satu pedagang cilor di Jakarta ini.
Cokro yang tengah sibuk menggulung telur di penggorengan dengan lidi berbalut cimol sudah bertahun-tahun menjalani profesi sebagai pedagang cilor (aci telor) di kawasan Kemang, Jakarta Selatan. Namun, kini ada yang beda dari gerobak cilor yang ia miliki.
Tepat di depan gerobaknya, tertempel sebuah kertas berisi barcode atau kode respons cepat (quick response/QR) yang bisa dipindai dengan aplikasi teknologi finansial (tekfin) pembayaran.
Ya, Cokro tak ingin ketinggalan dengan kemajuan teknologi pembayaran saat ini. "Jadi kalau mau beli Cilor bisa bayar non tunai tinggal scan," ujar lelaki 31 tahun itu.
Semula, dalam sehari Cokro mengantongi maksimal Rp300 ribu pendapatan kotor dari berdagang Cilor sejak pagi hingga menjelang malam. Setelah menggunakan QRIS, ia bisa mengantongi Rp400-500 ribu sehari.
"Pendapatan bisa naik karena calon pembeli yang tak membawa uang cash, kini bisa membeli pakai QRIS, cuma scan saja dengan ponsel," ungkapnya.
Pembayaran lewat QRIS, juga memudahkan ketika pedagang tak punya uang kembalian. Belum ada kendala berarti saat menerapkan QRIS. Hanya saja, perlu sinyal internet yang stabil dan harus rajin-rajin mengecek ponsel untuk mengetahui uang dari pembeli benar-benar masuk.
Soal butuh sinyal internet stabil memang diperlukan ketika transaksi menggunakan QRIS. Tak hanya dari sisi penjual, pembeli pun terkadang mengalaminya.
"Ya kadang kalau jaringan tidak bagus suka gagal, tapi untuk di kota-kota besar sih sejauh ini lancar, kecuali di daerah-daerah yang sinyalnya masih agak susah," ujar Maria Fransiska, pegawai swasta yang sehari-sehari menggunakan QRIS dalam bertransaksi.
Wanita 39 tahun yang doyan traveling ini mengaku, kini di berbagai pelosok Indonesia sudah banyak yang menggunakan sistem QRIS. Salah satunya, UMKM yang menjual cinderamata di tempat wisata. Bahkan pedagang di pasar tradisonal juga sudah menyediakan QRIS.
"Kita gak usah repot bawa-bawa cash, dan jaringan sinyal pun sekarangan ok banget, sudah gak masalah," ungkap Maria.
Kesuksesan QRIS tak terlepas dari upaya pemerintah membuat setiap jengkal tanah Indonesia merdeka sinyal. Tentunya membuat transaksi digital itu bisa dilakukan di mana dan kapan saja, tanpa ada kesulitan.
Penetrasi Internet dan Potensi Ekonomi Digital
Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Budi Arie menyebutkan bahwa Indonesia memiliki potensi besar untuk digital ekonomi senilai 800 miliar dollar Amerika Serikat (AS) atau sekitar Rp12.096,8 triliun.
Tak hanya itu, ia juga menyebutkan bahwa nilai digital Indonesia pada 2030 diperkirakan mencapai 360 miliar dollar AS, bahkan bisa mencapai 366 miliar dollar AS.
Hal inilah yang mendorong pemerintah terus menyediakan infrastruktur pendukungnya. Misalnya saja lewat jaringan internet yang kini sebarannya sudah hampir ke seluruh pelosok Tanah Air.
Kehadiran Satelit Republik Indonesia (Satria) juga memperkuat transformasi ekonomi digital, termasuk mendukung digitalisasi sistem pembayaran terutama di daerah yang belum terjangkau jaringan internet.
Lihatlah data terbaru BAKTI Kominfo. Hingga akhir 2023 total daerah yang sudah tersentuh akses internet mencapai 18.697 lokasi. Dari jumlah itu, 4.063 lokasi menggunakan akses internet Satria. Sisanya, 14.634 lokasi memakai akses internet Non-Satria.
Bicara soal lokasi sebaran akses internet hingga saaat ini, berdasarkan data terbaru Kementerian Informasi dan Komunikasi, jumlahnya merata hampir di setiap pulau. Sebagai pulau paling barat Indonesia, Sumatera sudah memiliki 4.527 lokasi. Lalu di timur Nusantara, Papua sudah punya 2.805 lokasi akses internet.
Ribuan akses internet juga sudah hadir di pulau-pulau lain. Kalimantan sampai akhir tahun lalu punya 2.130 akses internet, Sulawesi 2.672 akses internet, Jawa 2.142 akses internet, Maluku 1.426 akses internet dan Bali-Nusa Tenggara sudah tersedia 2.995 akses internet.
Pembangunan infrastruktur jaringan fiber optik juga turut digenjot. Berdasarkan data Komninfo per Juni 2024, tercatat sudah ada 12.229 kilometer panjang jaringan serat optik Palapa Ring yang menjangkau 57 kabupaten/kota di Indonesia.
Adapun capaian infrastruktur Fixed Broadband Nasional pada kuartal 4 tahun 2023, mencapai 68,5 persen jangkuan serat optik (ODP) hingga kecamatan.
Penambahan kapasitas satelit nasional juga terus bertambah, dari 39,287 Gbps di 2020, naik menjadi 261,85 Gbps pada 2024.
Penetrasi internet ke seluruh negeri juga mencapai kecepatan yang membanggakan. Catatan Kementerian Kominfo, layanan 5G sudah tersedia di 56 kota/kabupaten di Indonesia. Akses internet super cepat ini juga telah hadir di Ibu Kota Nusantara (IKN).
"Kecepatan internet Indonesia itu meningkat 10 kali lipat. Pada 2014, kecepatan kita baru 2,5 Megabyte per second (Mbps), sekarang sudah 25 Mbps. Pada 2030, kami target bisa mencapai 100 Mbps," ungkap Menteri Kominfo Budi Arie.
Dalam pembayaran digital, peran Kementerian Komunikasi dan Informasi selain menyediakan infrastruktur jaringan internet, yakni memberikan perlindungan data pribadi untuk memanfaatkan keamanan bertransaksi.
Mulai dari menerapkan tiga aspek keamanan data; kerahasiaan, keaslian dan ketersediaan. Kemudian membentuk ousat respon insiden siber kominfo (CSIRT) dan menetapkan Data Protector Officer untuk pelindungan data pribadi.
Berdasarkan laporan National Cyber Security Index (NCSI), Indonesia meraih penilaian sebesar 64 poin dari skor maksimal 100 poin untuk indeks keamanan data pada 2023, naik dibandingkan 2020 yang hanya menyentuh 39 poin, dan hanya 19 poin pada 2018. Saat ini Indonesia menduduki peringkat 49 di NCSI.