Usai vonis dua terdakwa e-KTP, KPK kejar aset kerugian negara
Tidak hanya itu, upaya penanganan korupsi terhadap megaproyek tersebut juga bakal dimaksimalkan dengan seluruh pihak yang menikmati keuntungan dari proyek dengan nilai Rp 5,9 triliun.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) optimis mampu menuntaskan serta memaksimalkan perkara korupsi proyek e-KTP. Juru bicara KPK, Febri Diansyah mengatakan keyakinan tersebut beranjak dari pertimbangan majelis hakim terhadap pengembalian uang ganti kerugian negara yang wajib dibayar oleh dua terdakwa, Irman dan Sugiharto.
"Kerja KPK dalam penanganan kasus e-KTP akan jalan terus dan semakin kuat setelah babak baru pasca putusan hakim ini," kata Febri, Jumat (21/7)
Tidak hanya itu, upaya penanganan korupsi terhadap megaproyek tersebut juga bakal dimaksimalkan dengan seluruh pihak yang menikmati keuntungan dari proyek dengan nilai Rp 5,9 triliun.
Mantan aktivis Indonesian Corruption Watch (ICW) ini juga menuturkan vonis terhadap dua terdakwa, Rabu (20/7) lalu menjadi momentum lembaga antirasuah mengejar kerugian negara yang dinikmati oleh sejumlah pihak baik eksekutif, legislatif, ataupun pihak swasta dalam proyek tersebut.
"Pada dasarnya, pihak penerima aliran dana akan kita kejar semaksimal mungkin. Untuk memaksimalkan pengembalian kerugian keuangan negara," tukasnya.
Diketahui dua terdakwa telah divonis, Irman selaku mantan Dirjen Dukcapil Kemendagri, divonis tujuh penjara denda Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan, dan Sugiharto lima tahun penjara denda Rp 400 juta subsider 6 bulan kurungan. Keduanya juga diwajibkan membayar uang pengganti kerugian negara akibat perbuatan mereka.
Irman diwajibkan membayar USD 273.700, Rp 2 Miliar, dan SGD 6.000, apabila jumlah uang yang ditentukan tidak mampu dibayar satu bulan setelah status hukum berkekuatan tetap maka aset miliknya akan disita sesuai dengan jumlah yang diwajibkan. Jika aset miliknya tidak terpenuhi dari jumlah uang yang diwajibkan, mantan Dirjen Kependudukan dan Catatan Sipil di Kementerian Dalam Negeri itu diharuskan jalani pidana penjara selama dua tahun.
Untuk Sugiharto, diwajibkan membayar pidana tambahan Rp 500 juta. Sama halnya dengan Irman, aset mantan pejabat pembuat komitmen itu akan disita jika tidak mampu membayar uanh uang sudah ditentukan. Jika aset tidak mencukupi, maka Sugiharto diwajibkan jalani pidana penjara 1 tahun.
Dalam putusan tersebut, majelis hakim pun menggunakan Pasal 3 ayat 1 huruf a Undang-Undang Tipikor Nomor 31/1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20/2001.