Usut kasus perdagangan ginjal, Bareskrim gandeng IDI
Polisi ingin mengetahui proses transplantasi organ tubuh yang dilakukan dokter.
Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri tengah berkoordinasi dengan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) sebagai tindak lanjut terbongkarnya sindikat penjualan organ tubuh berupa ginjal. Koordinasi dilakukan untuk mengetahui SOP transplantasi organ tubuh.
"Iya, koordinasinya terkait masalah transplantasi organ itu SOP-nya seperti apa," kata Kasubnit II Subdit III Direktorat Tindak Pidana Umum (Ditpidum) Bareskrim Polri AKP Chuck Putranto di Mabes Polri, Jakarta, Senin (1/2).
Chuck tak membantah saat ini polisi sedang melakukan pemeriksaan terhadap sejumlah pihak dari rumah sakit yang diduga ikut terlibat dalam pusaran kasus perdagangan organ tubuh tersebut. Hal itu dilakukan untuk menemukan titik terang.
"Dalam waktu dekat ini karena sekarang lagi memeriksa dari pihak rumah sakit. Iya (penguatan kasus)," ujar dia.
Selain meminta perwakilan dari pihak IDI, Chuck mengatakan dalam pengungkapan kasus ini polisi akan meminta masukan dari ahli tindak pidana perdagangan orang (TPPO). Pihaknya pun sudah mengirimkan kronologi kasus tersebut ke pihak ahli TPPO.
"Perwakilan saja, kemudian ahli TPPO juga iya, dari ahli TPPO kita sudah kirimkan kronologi perkaranya seperti apa," pungkas dia.
Sebelumnya, Bareskrim Mabes Polri bersama dengan Polda Jabar membongkar sindikat perdagangan organ tubuh ginjal. Dalam kasus ini polisi menangkap sekaligus menetapkan AG, DD dan HR sebagai tersangka.
Selain berhasil menangkap tiga pelaku sindikat perdagangan organ tubuh manusia, polisi tengah mendalami keterlibatan tiga rumah sakit di Jakarta. Diduga kuat, dalam kasus ini, dokter di tiga rumah sakit itu ikut terlibat langsung dalam praktik jual beli organ tubuh tersebut.
Sebabnya, pihak rumah sakit diduga telah melakukan malapraktik. Mengingat, mekanisme pengambilan organ tanpa proses wawancara dinilai telah melanggar kode etik kedokteran.
Bukan hanya itu, dari hasil pemeriksaan ketiga tersangka, ketiga rumah sakit itu lah yang meminta disediakan korban. Sehingga, tersangka HR yang diketahui berperan sebagai penghubung pihak rumah sakit meminta AG dan DD selaku perekrut korban mencarikan orang yang mau menjual ginjalnya.
Setelah mendapat korban, AG dan DD membawa calon pendonor ginjal ke rumah sakit di Garut untuk dilakukan pengecekan medis. Jika dinyatakan lolos atau ginjal dinyatakan baik, korban kemudian dibawa ke rumah sakit di Bandung untuk dilakukan pengecekan ulang.
Kemudian, korban kembali di bawa ke dua rumah sakit swasta di Jakarta untuk dilakukan cek darah, City Scan. Setelah semuanya selesai, barulah korban di bawa ke rumah sakit utama di Jakarta untuk dilakukan operasi.
Sementara itu, untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya, ketiga pelaku dijerat dengan Pasal perdagangan orang sebagaimana tertuang dalam Pasal 2 ayat (2) UU RI nomor 21 tahun 2007 dengan ancaman maksimal 15 tahun penjara.