Wacana Sastra Masuk Kurikulum, Kemendikbudristek Buka Kritik dan Saran
Salah satu masukan terkait Panduan Penggunaan Rekomendasi Buku Sastra
Salah satu masukan terkait Panduan Penggunaan Rekomendasi Buku Sastra
Wacana Sastra Masuk Kurikulum, Kemendikbudristek Buka Kritik dan Saran
Kini, Kemendikbudristek tengah membuka masukan dari berbagai pihak terhadap wacana tersebut.
Salah satu masukan terkait Panduan Penggunaan Rekomendasi Buku Sastra.
Beberapa pihak menilai ada sejumlah karya yang justru menyebarkan nilai-nilai kurang tepat, seperti narasi seksual dan kekerasan fisik.
Menanggapi hal itu, Kepala Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan (BSKAP) Kemendikbudristek, Anindito Aditomo mengatakan, muatan yang dipertanyakan tim kurator perlu dibaca dalam konteks karya tersebut secara utuh.
- Tak Cuma Teori, Siswa 1 Kelas SMA ini Langsung Kongkret Tunjukkan Jiwa Pancasila, Wajib Dicontoh Para Pejabat!
- Mengenal Sosok Abah Guru Sekumpul, Ulama Karismatik Asal Kalimantan Selatan
- Kisah Mahmud Yunus, Ahli Tafsir Al-Qur'an Asal Minangkabau yang Berjasa Mengembangkan Pelajaran Islam di Indonesia
- Kemendikbud Telusuri Sejarah dan Meneliti Jalur Rempah
Dia kembali menegaskan secara lebih luas program ini bertujuan memperkenalkan sastra Indonesia kepada murid dan guru sebagai bahan ajar untuk mengembangkan literasi dan pendidikan karakter. Jika digunakan dengan baik dalam pembelajaran, karya sastra bukan hanya bisa menumbuhkan minat baca. Tetapi juga sangat potensial untuk mengasah nalar, empati, serta nilai-nilai kemanusiaan.
“Untuk mencapai tujuan itu, kami membentuk tim kurator yang terdiri dari sastrawan, akademisi, dan guru agar program Sastra Masuk Kurikulum dapat diterima oleh para murid,” ujar Anindito.
Anindito menyebut, karya sastra memberikan nilai-nilai keutamaan tersendiri dibandingkan dengan karya lainnya.
Dia berharap, karya sastra dapat membantu guru untuk menggali pemikiran sekaligus empati para murid.
“Tanpa adanya karya sastra, sulit bagi guru untuk membawa murid ke alam pikir dan alam perasaan untuk mendalami sebuah pembelajaran,” tegas Anindito.
“Walaupun begitu ini tidak diwajibkan untuk diajarkan oleh guru karena kami sadar juga bahwa kapasitas guru berbeda-beda,” tambahnya.
Dia berjanji semua masukan akan membantu agar program ini dapat terus diperbaiki dan diimplementasikan dengan efektif.
“Saya rasa kita semua sepakat bahwa karya sastra dapat menjadi bahan belajar yang penting dan perlu dipelajari oleh lebih banyak murid,” katanya.
Dia berharap, berbagai perangkat ini dapat mendorong dan membantu guru memilih karya sastra yang sesuai untuk mengasah minat baca dan mengembangkan literasi muridnya.
Sastrawan sekaligus salah satu kurator dalam Program Sastra Masuk Kurikulum, Okky Madasari menyampaikan, perlu kemampuan mendalam untuk memahami sebuah karya sastra.
Oleh karena itu, pelajaran sastra diyakini akan mendorong siswa berpikir secara kritis.
Dalam proses itu, kata dia, para kurator melihat sebuah nilai yang dapat diambil dari kegiatan belajar mengajar melalui Pelajaran dengan buku ajar karya sastra.
“Karya sastra adalah ruang interpretasi dan ada peran guru untuk memantik diskusi dengan para murid. Sehingga ini akan meningkatkan daya pikir kritis dan kami meyakini ini sejalan dengan tujuan dari kurikulum itu sendiri,” tutur Okky.