Wakil Ketua KPK Johanis Tanak soal Indeks Perilaku Antikorupsi Menurun: Berantas Korupsi Bukan Pekerjaan Mudah
Johanis Tanak mengatakan, Indeks Perilaku Antikorupsi menurun menandakan tingkat korupsi di Indonesia mengalami kenaikan.
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Johanis Tanak merespons rilis sejumlah lembaga terkait indeks korupsi di Indonesia mengalami penurunan. Terakhir, Badan Pusat Statistik (BPS) menyebut Indeks Perilaku Antikorupsi (IPAK) tahun 2024 mengalami penurunan dari tahun sebelumnya.
- Peringatan Hakordia Tahun 2024, OJK Tegaskan Komitmen Berantas Korupsi untuk Indonesia Maju
- KPK: Risiko Korupsi di Instansi Negara Berada di Level Waspada
- Indeks Perilaku Anti Korupsi di Indonesia Turun, Menkopolhukam Ungkap Penyebabnya
- Mahfud Janji Berantas Korupsi di Sektor Tambang Jika Menang Pilpres 2024
Johanis mengatakan dengan adanya data indeks persepsi korupsi ataupun Indeks Perilaku Antikorupsi (IPAK) yang menunjukkan penurunan, menandakan tingkat korupsi di Indonesia mengalami kenaikan.
"Dengan meningkatnya indeks persepsi korupsi maka tentunya korupsi di Indonesia semakin kecil. Menurunnya indeks persepsi korupsi berarti menunjukkan bahwa korupsi di negeri ini sangat besar," ujarnya kepada wartawan di Kantor Gubernur Sulsel, Rabu (17/7).
Selain data BPS, Johanis Tanak juga menyebut hasil penelitian lembaga Antikorupsi Internasional yang ada di Indonesia juga menyebut Indeks Persepsi Korupsi mengalami penurunan. Dia mengungkapkan lembaga tersebut memberikan nilai 34 atas Indeks Persepsi Korupsi di Indonesia.
"Artinya dengan memberikan gambaran bahwa korupsi di Indonesia masih besar. Memberantas korupsi bukan merupakan pekerjaan yang mudah," tuturnya.
Johanis menjelaskan berdasarkan Undang Undang, pemberantasan korupsi tidak bisa hanya dilakukan oleh aparat penegak hukum. Tetapi perlunya keterlibatan masyarakat untuk pencegahan terjadinya tindak pidana korupsi.
"Pemberantasan tindak pidana korupsi bukan hanya dilakukan oleh aparat penegak hukum, tapi semua masyarakat diikutkan untuk memberantas korupsi. Melalui cara apa, antara lain melaporkan setiap dugaan perbuatan tindak pidana korupsi kepada aparat penegak hukum seperti kepolisian, kejaksaan, dan KPK," tuturnya.
Johanis meminta kepada masyarakat untuk tak takut melaporkan dugaan tindak pidana korupsi. Alasannya, aparat penegak hukum akan melindungi dan merahasiakan identitas pelapor.
"Itu adalah jaminan yang diberikan oleh negara melalui Undang Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Sehingga keterlibatan masyarakat dalam upaya pemberantasan korupsi itu senantiasa dijamin oleh negara," tegasnya.
"Kami dari lembaga KPK, juga menjamin setiap pelaporan masyarakat terkait dugaan tindak pidana korupsi. Pelapornya juga akan kami beri perlindungan sampai kapan pun mulai tahap penyidikan, penuntutan hingga pengadilan nama pelapor tetap dijamin dan tidak akan dipublish," ucapnya.
Sebelumnya diberitakan, BPS mengungkapkan Indeks Perilaku Anti Korupsi (IPAK) tahun 2024 mengalami penurunan dari tahun sebelumnya. Pada tahun 2023. BPS mengumumkan skor IPAK masyarakat Indonesia dari skala 0- 5 yaitu sebesar 3,92.
Plt Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Amalia A. Widyasanti menjelaskan, penyebab turunnya IPAK pada 2024 yaitu menurunnya persepsi dan pengalaman masyarakat terhadap tindakan antikorupsi.
"Penurunan IPAK ini sesuai dengan survei yang kami lakukan. Ini disebabkan oleh menurunnya persepsi dan pengalaman masyarakat. Bahwa IPAK ini terdiri dari dimensi persepsi dan dimensi pengalaman kemudian dicerminkan oleh indeks persepsi dan indeks pengalaman," jelas Amalia dalam konferensi pers BPS, Senin (15/7).
IPAK disusun berdasarkan dua dimensi, yaitu Dimensi Persepsi dan Dimensi Pengalaman. Nilai Indeks Persepsi tahun 2024 sebesar 3,76 menurun sebesar 0,06 poin dibandingkan Indeks Persepsi tahun 2023 (3,82).
Berikutnya, Indeks Pengalaman tahun 2024 (3,89) menurun sebesar 0,07 poin dibanding Indeks Pengalaman tahun 2023 (3,96). IPAK masyarakat perkotaan tahun 2024 lebih tinggi (3,86) dibanding masyarakat perdesaan (3,83).
"Berdasarkan indeks yang kami hitung tersebut tentunya sebagian besar karena persepsi keluarga, komunitas, publik, dan lainnya," ujarnya.
Maka untuk bisa memperbaiki budaya antikorupsi ke depan agar terus dibangun dengan cara mengedukasi dan mensosialisasikan kepada seluruh lapisan masyarakat untuk membangun persepsi antikorupsi yang lebih baik lagi.