Wakil Ketua KPK Minta Firli Bahuri Taat Hukum Usai Jadi Tersangka Pemerasan SYL
Johanis Tanak menyebut setiap insan harus taat dengan proses hukum.
Johanis Tanak mengingatkan Firli bahwa Indonesia negara hukum.
Wakil Ketua KPK Minta Firli Bahuri Taat Hukum Usai Jadi Tersangka Pemerasan SYL
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Johanis Tanak angkat suara soal ditetapkannya Ketua KPK Firli Bahuri sebagai tersangka kasus dugaan pemerasan mantan Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo alias SYL.
Johanis Tanak menyebut setiap insan harus taat dengan proses hukum. Namun demikian, dia juga meminta tetap mengedepankan asas praduga tak bersalah.
"Kita harus taat asas hukum yang cukup banyak, antara lain, negara Indonesia adalah negara hukum, setiap warga harus taat terhadap hukum, setiap orang harus menghormati proses hukum, setiap orang dianggap tidak bersalah sepanjang belum ada putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap dan lainnya," ujar Johanis dalam keterangannya, Kamis (23/11).
- Kuasa Hukum Pastikan Firli Bahuri Hadiri Pemeriksaan sebagai Tersangka Besok
- Firli Bahuri Jadi Tersangka Pemerasan, Cak Imin Bersyukur Hukum Tidak Pandang Bulu
- Firli Bahuri Didesak Mundur dari Ketua KPK Usai Jadi Tersangka Pemerasan SYL
- ICW Minta KPK Tak Libatkan Firli Bahuri di Perkara Syahrul Yasin Limpo
Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri dijerat pasal berlapis atas kasus dugaan pemerasaan terhadap mantan Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo (SYL). Tak main-main ancaman hukuman dari lima tahun kurungan penjara sampai penjara seumur hidup.
Dalam kasus ini, Firli dipersangkakan melanggar Pasal 12 huruf e, Pasal 12 huruf B atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang No 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Junto Pasal 65 KUHP.
Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya, Kombes Pol Ade Safri Simanjuntak kemudian membeberkan, sanksi pidana maupun denda sebagaimana yang diterangkan di dalam pasal tersebut.
Adapun, Pasal 12 huruf e tentang Undang Undang tentang pemberantasan tindak korupsi pegawai negeri atau penyelenggaraan negara yang dimaksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya, memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar atau menerima pembayaran dengan potongan atau mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri.
Kemudian, Pasal 12 huruf B ayat 1 berbunyi setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap pemberian suap apabila berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dan kewajibannya ataupun tugasnya dan terkait dengan Pasal 12 huruf B ayat 1.
"Pada Pasal 12 huruf B ayat 2 disebutkan bahwa pidana bagi pegawai negeri atau penyelenggara negara sebagaimana yang dimaksud ayat 1, dipidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat empat tahun dan paling lama 20 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 Miliar," kata Ade saat konferensi pers, Kamis (23/11) dini hari.
Sedangkan, Ade melanjutkan untuk Pasal 11 ancaman pidana penjara paling singkat satu tahun dan paling lama lima tahun dan/atau pidana paling sedikit denda Rp50 juta dan paling banyak Rp250 juta.
"Bagi pegawai negeri, atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan karena kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan dengan jabatannya atau menurut pikiran orang yang memberikan hadiah atau janji tersebut ada hubungannya dengan jabatannya,"
ujar dia.
merdeka.com
Sebelumnya, penyidik telah melakukan gelar perkara penetapan tersangka pada hari Rabu 22 November 2023 sekira pukul 19.00 WIB. Adapun, hasilnya ditemukannya bukti yang cukup untuk menetapkan Firli Bahuri sebagai tersangka.
"Menetapkan saudara FB selaku ketua KPK RI sebagai tersangka," kata dia.
Ade menyebut, Firli diduga melakukan dugaan korupsi berupa pemerasan atau penerimaan gratifikasi atau penerimaan hadiah atau janji oleh pegawai negeri atau penyelenggara negara yang berhubungan dengan jabatannya terkait penanganan permasalahan hukum di Kementerian Pertanian RI Pada kurun waktu tahun 2020 sampai dengan 2023.