Wamenkumham: Pendekatan Restorative Justice Penting, Lapas Sudah Overcrowding
Edward menilai keliru jika memandang restorative justice akan membuat hukum pidana menjadi permisif.
Wakil Menteri Hukum dan HAM Edward Omar Sharif Hiariej mengungkapkan, penguni lembaga permasyarakatan di Indonesia sudah melebihi kapasitas. Menurutnya, lapas di RI hanya bisa menampung 140 ribu penghuni. Sementara, jumlah narapidana yang menghuni penjara berkisar 260 ribu.
Maka dari itu, kata dia, pendekatan restorative justice dalam hukum sangatlah penting. Sebab, masalah terbesar Kementerian hukum dan HAM adalah overcrowding lapas.
-
Apa pengertian "rujuk" dalam konteks perceraian? Dalam konteks perceraian, rujuk mengacu pada tindakan pasangan suami istri untuk kembali ke dalam hubungan pernikahan setelah mereka telah bercerai.
-
Kapan Prasasti Rukam ditemukan? Prasasti berangka tahun 829 saka atau 907 Masehi ini ditemukan pada tahun 1975 di Desa Petarongan, Kecamatan Parakan, Temanggung.
-
Apa yang dimaksud dengan kata-kata diam dalam konteks ini? Kata-kata diam adalah salah satu cara yang efektif untuk menggambarkan bagaimana kita diam apa makna di balik diamnya kita.
-
Bagaimana Rebo Kasan dilakukan? Pada perkembangannya, upacara tersebut dilakukan di masjid lalu membuat ketupat yang terurai di tengah laut.
-
Kapan R.A.A Kusumadiningrat memimpin? Sebelumnya, R.A.A Kusumadiningrat sempat memerintah pada 1839-1886, dan memiliki jasa besar karena mampu membangun peradaban Galuh yang cukup luas.
-
Apa itu Rekuh? Rekuh dianggap berbeda dari rujak lain karena isiannya yang tak hanya buah segar, melainkan juga ada tambahan potongan kentang dan tahu goreng.
"Bagi kami kementerian hukum dan ham pendekatan restorative justice sangatlah bermanfaat dan ini merupakan satu hal yang penting karena masalah terbesar yang dihadapi kementerian hukum dan ham adalah overcrowding atau over kapasitas di lembaga permasyarakatan," kata Edward di acara konferensi nasional keadilan restoratif, Selasa (1/11).
"bisa dibayangkan lapas kita di Indonesia itu hanya bisa menampung 140 ribu narapidana, sementara sekarang jumlah narapidana yang menghuni di lembaga permasyarakatan itu berkisar 260 ribu. Jadi kelebihan 120 ribu," sambungnya.
Menurutnya, yang perlu diperhatikan ke depan adalah keadilan restoratif tidak bisa terlepas dari sistem peradilan pidana. Maka dari itu, para penegak hukum harus berkolaborasi untuk mewujudkan restorative justice itu sendiri.
"Artinya kita mengenal bahwa sistem peradilan pidana ada Integrated Criminal Justice System maka sudah tentu kolaborasi, koordinasi, kerja sama aparat penegak hukum dan lembaga terkait ini dalam hal ini adalah kepolisian, Kejaksaan, kementerian hukum dan ham, LPSK dan juga yang penting Mahkamah Agung untuk mewujudkan restoratif itu sendiri," tuturnya.
Edward menilai keliru jika memandang restorative justice akan membuat hukum pidana menjadi permisif. Tetapi, justru membuat hukum pidana menjadi suatu hal yang manusiawi.
"Yang tidak hanya menjadikan korban sebagai subjek dalam penyelesaian, tetapi korban juga merupakan objek dalam penyelesaian perkara pidana, dengan demikian masalah overcrowding dan perubahan paradigma hukum pidana tidak hanya pada aparat penegak hukum tetapi yang paling penting kepada seluruh masyarakat Indonesia," ucapnya.
Menurut Edward, keberhasilan suatu sistem peradilan pidana di dalam negara-negara maju bukan terletak pada berapa banyak kasus hukum. Tetapi, usaha bersama untuk mencegah terjadinya kejahatan.
"Bukan terletak pada berapa banyak kasus hukum yang bisa diselesaikan, tetapi keberhasilan dari suatu sistem peradilan hukum pidana di negara negara maju bagaimana usaha kita bersama untuk mencegah terjadinya kejahatan," terang Edward.
(mdk/ray)