6 Alasan Dewan Etik Persepi Sanksi Poltracking
Perkumpulan Survei Opini Publik Indonesia (Persepi) membeberkan alasan memberikan sanksi kepada lembaga Poltracking.
Perkumpulan Survei Opini Publik Indonesia (Persepi) membeberkan alasan memberikan sanksi kepada lembaga Poltracking.
Hal ini disampaikan oleh Hamdi Muluk dalam ‘Ekspose data dan penjelasan terkait kronologi, standar pemeriksaan, rincian pemeriksaan dan hasil putusan Dewan Etik PERSEPI terhadap Poltracking Indonesia dan Lembaga Survei Indonesia’ yang diadakan di hotel Mercure Simatupang, Lebak Bulus, Jakarta.
- Tiga Lembaga Survei Keluar dari Persepi, Ada Apa?
- Susul Poltracking, Lembaga Survei Adi Prayitno PPI dan Voxpol Center Keluar dari Persepi
- Survei Pilkada Jakarta Dianggap Tak Kredibel, Poltracking Pilih Keluar dari Persepi
- Ini yang Digali Dewan Etik Persepi Terkait Perbedaan Hasil Survei Pilkada Jakarta LSI dan Poltracking
Dalam pertemuan ini, Persepi membeberkan secara blak-blakan seluruh data dan rekaman pemeriksaan dala pemeriksaan terhadap Poltracking Indonesia. Sehingga, dihasilkan 6 kesimpulan akhir dari Persepi.
Apa saja isinya?
1. Poltracking tidak berhasil menunjukkan data asli yang di-export dari aplikasi sistem survei saat pemeriksaan sehingga Dewan Etik tidak bisa memastikan kesahihan data survei.
2. Adanya ketidaksesuaian antara data valid yang hanya sebesar 1.652 yang ditemukan dalam pemeriksaan sementara Poltracking melaporkan data responden yang berhasil sebesar 2.000 sample.
3. Manajemen data Poltracking yang berantakan, karena adanya perbedaan antara dataset 1 dan dataset 2.
4. Proses penentuan sample (RT terpilih) yang tidak mempertimbangkan prinsip randomness dan representativeness karena pemilihan RT tidak menggunakan data resmi dari kelurahan.
5. Dewan Etik berpendapat bahwa karena tidak adanya kepastian data valid, maka hasil survei juga tidak bisa dipastikan valid.
6. Ketidakpastian ini membuat hasil survei tidak bisa diaudit, tidak bisa dipastikan kebenarannya.
Ada Nuansa Politik?
“Dewan etik tidak mengatakan surveinya salah, bukan juga melakukan analisis politik, tapi apakah data itu bisa diverifikasi atau tidak,” kata Ketua Persepi, Philips Vermonte saat membedah hasil sidang dewan etik secara terbuka di Hotel Mercure Lebak Bulus Jakarta Selatan, Sabtu (9/11) malam.
Philips lalu membuka ke publik, perbandingan jawaban LSI dan Poltracking saat sidang etik dilangsungkan. Dari beberapa poin dicatat, ada perbedaan jawaban dari kedua lembaga tersebut.
Philips menyampaikan, pertama soal sampel survei di Kelurahan Gondangdia. LSI mengaku pihak enumerator tidak mendapatkan izin dari pemegang lurah setempat untuk melakukan survei terhadap warga di sana.
“LSI kemudian mengganti dengan kelurahan Cikini yang mendapatkan izin. Karena memang begitu prosedurnya harus mendapatkan izin saat hendak melakukan survei,” jelas Philips.
Sebelumnya, Poltracking Indonesia melalui direkturnya Masduri Amrawi mengatakan bahwa pihak mereka sudah diincar oleh pihak dewan etik.
"Sejak awal Poltracking sudah ditarget oleh oknum Dewan Kode Etik," ujar Masduri dalam jumpa pers di Jakarta, Jumat (8/11).
Hal tersebut juga dibantah oleh Persepi dalam pertemuan malam ini. Hamdi Muluk pun menjelaskan dalam beberapa hal.
“Tidak benar adanya jika dewan etik mengincar Poltracking. Kami bahkan sampai meminta 3 kali keterangan dari Poltracking baik itu dari zoom, tatap muka, hingga keterangan tertulis,” pungkasnya.