Ancaman Jeratan Pidana Imbas Pencatutan Data NIK untuk Dukung Dharma Pongrekun
banyak masyarakat yang mengaku data mereka dicatut, padahal sama sekali tidak tahu atau kenal apalagi menyatakan dukungan kepada Dharma Pongrekun-Kun Wardana.
Aksi protes masyarakat yang tidak terima data NIK dicatut untuk mendukung pasangan bakal Calon Gubernur DKI Independen Dharma Pongrekun-Kun Wardana menuai polemik, bahkan muncul potensi jeratan pidana.
Demikian hal itu disampaikan Anggota Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggraini perihal pencatutan data NIK telah merugikan masyarakat.
- Dharma Pongrekun Berkilah Catut KTP Warga: Pengumpulan Dilakukan Relawan Independen, Kami Tidak Terjun Langsung
- Pencalonan Dharma Pongrekun-Kun Wardana, Bawaslu DKI Terima 253 Laporan Pencatutan NIK
- Dharma Pongrekun Angkat Bicara soal Data NIK Dicatut untuk Dukungan di Pilkada Jakarta
- KPU Jelaskan Verifikasi Calon Independen Pilkada Jakarta, Ada Data KTP Anak Anies tapi Tak Mendukung
“Pencatutan identitas untuk pencalonan perseorangan merupakan tindak pidana pemilihan yang diancam pidana penjara dan denda sebagaimana diatur dalam Pasal 185, 185A, dan 185B UU Pilkada UU 8/2015 _jo_ UU 10/2016,” kata Titi dalam keterangan tertulisnya, Minggu (18/8).
Menurut Titi, sudah banyak masyarakat yang mengaku data mereka dicatut, padahal sama sekali tidak tahu atau kenal apalagi menyatakan dukungan kepada bakal calon tersebut.
“Kejadian ini pasti berdampak terhadap kredibilitas dan kepercayaan publik terhadap Pilkada Jakarta. Hal itu apabila tidak direspon dengan cepat dan akuntabel maka publik akan terus punya stigma bahwa pilkada berjalan curang dan tidak berintegritas,” kata dia.
Oleh sebab itu, Titi mendesak agar Bawaslu dan aparat keamanan sesuai UU Pilkada, UU Administrasi Kependudukan, UU Perlindungan Data Pribadi, dan UU ITE harus mengusut tuntas kasus pencatutan data NIK ini.
“Kalau ternyata kasus ini melibatkan paslon, maka harus tindakan tegas dari sisi administratif dan pidana untuk memproses hukum calon,” ujarnya
“Selain itu, bagi para petugas yang terbukti tidak melakukan verifikasi faktual atau rekapitulasi syarat dukungan sebagaimana diperintahkan UU, maka anggota PPS, PPK, KPU Kab/Kota, dan KPU Provinsi bisa dipidana penjara dan denda sesuai ketentuan Pasal 186 UU Pilkada,” tambah dia.
Relawan Anies Bakal Ambil Langkah Hukum
Di sisi lain, terkait pencatutan NIK untuk mendukung calon independen di Pilkada Jakarta 2024, Dharma Pongrekun-Kun Wardana ini menjadi viral. Setelah Mantan Gubernur DKI, Anies Baswedan mengaku NIK dua putranya juga jadi korban data NIK yang dicatut.
Pengakuan itu yang dibagikan lewat akun X @aniesbaswedan ini juga tampaknya akan berbuntut panjang, setelah Jubir & Koordinator Relawan Anies Baswedan Iwan Tarigan berencana membawa kasus ini ke ranah pidana.
“Kami sedang mempersiapkan langkah langkah hukum dan melaporkan Pasangan Independen Komjen Purn Parengkun ke Polri, Bawaslu karena sudah melanggar,” kata Iwan dalam keteranganya.
Menurut Iwan, ada otak di balik kebocoran data ini yang merencanakan untuk meloloskan pasangan independen tersebut. Agar tidak terjadi skema untuk melawan kotak kosong, apabila nantinya skenario menjegal Anies Berhasil.
“Apabila calon dari KIM melawan kotak kosong. Maka besar kemungkinan akan kalah melawan kotak kosong, karena pendukung Anies dan Pendukung PDIP akan membaikot dan tidak datang ke TPS,” kata Iwan.
Sudah Ada Laporan ke Polda Metro Jaya
Sebelumnya, Polisi mulai mengusut kasus dugaan pencatutan Nomor Induk Kependudukan (NIK) pada Kartu Tanda Penduduk (KTP) untuk mendukung bakal pasangan calon gubernur dan wakil gubernur Jakarta dari jalur independen Dharma Pongrekun dan Kun Wardana (Dharma-Kun).
Penyelidikan dilakukan usai menerima laporan polisi (LP) seorang warga Jakarta Pusat atas nama Samson (45) melaporkan kasus tersebut ke Polda Metro Jaya. Laporan tercatat dengan nomor:LP/B/4830/VIII/2024/SPKT/POLDA METRO JAYA tanggal 16 Agustus 2024.
"Benar," kata Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Ade Ary Syam Indradi dalam keterangan tertulis, Minggu (18/8).
Ade Ary mengatakan, pihaknya saat ini sedang mempelajari laporan tersebut untuk menemukan ada atau tidaknya unsur pidana di dalam laporan tersebut.
"Selanjutnya dilakukan pendalaman," tandas dia.