Anggota Komisi II DPR Hanya Setuju Gubernur yang Dipilih DPRD, Ini Alasannya
Sementara untuk pemilihan bupati atau wali kota tetap dilakukan secara langsung oleh rakyat.
Anggota Komisi II DPR RI, Ahmad Irawan setuju dengan wacana gubenur dipilih oleh DPRD demi efisiensi anggaran. Sementara untuk pemilihan bupati atau wali kota tetap dilakukan secara langsung oleh rakyat.
“Paling bagus menurut saya memang gubernur dipilih oleh DPRD saja. Pertimbangan adalah karena kekuasaan dan wewenang gubernur hanya perpanjangan tangan pemerintah pusat. Tapi untuk bupati/walikota, lebih bagus untuk tetap langsung,” kata Ahmad Irawan, Sabtu (14/12).
- Pemerintah Hidupkan Lagi Wacana Kepala Daerah Dipilih DPRD Karena Angka Golput Pilkada 2024 Tinggi
- Puan: Anggota DPR Dituntut Miliki Rasa Empati dan Simpati soal Masalah Rakyat
- Komisi II DPR, Komite I DPD dan Pemerintah Setuju 79 RUU Kabupaten/Kota Dibawa ke Paripurna
- DPT Pilkada Jateng Lebih Banyak dari Pilpres, Ini Rinciannya
Gubernur Cukup Dipilih DPRD
Irawan menjelaskan, mengapa gubernur lebih baik dipilih oleh DPRD seperti yang diusulkan Presiden Prabowo Subianto.
“Pertama, kita harus memulainya dengan cara pandang bagaimana daerah mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahannya berdasarkan asas otonomi daerah,” jelasnya.
Asas otonomi daerah tersebut tertuang dalam Pasal 18 Ayat (2) UUD 1945 dan Pasal 18 ayat 4 UUD 1945 sebagai ketentuan konstitusional bahwa Gubernur, Bupati dan Walikota dipilih secara demokratis. Dari asas otonomi daerah tersebut, Pilkada disebut merupakan wujud dari kebijakan desentralisasi politik.
“Jadi daerah punya otonomi memilih sendiri siapa kepala daerahnya. Dalam design kebijakan desentralisasi kita, otonomi daerah itu ada pada pemerintahan Kabupaten/Kota. Provinsi melakukan tugas pembantuan (dekonsentrasi) atau sebagai perpanjangan tangan pemerintah pusat,” papar Irawan.
Menurut Irawan, prinsip dan praktik konstitusional itu dapat dimaknai bahwa Pilkada bisa dilaksanakan secara langsung atau tidak langsung (direct democracy/indirect democracy).
“Maka dipilih secara langsung oleh rakyat dalam Pilkada atau tidak langsung melalui DPRD Provinsi/Kabupaten/Kota, itu sama demokratisnya dan juga masih sesuai dengan prinsip konstitusionalisme,” terangnya.
“Karena anggota DPRD Provinsi, Kabupaten dan Kota anggota-anggotanya juga dipilih melalui pemilihan umum (political representation) sebagaimana diatur dalam Pasal 18 ayat 3 UUD 1945,” sambung Irawan.
Lebih lanjut, dia menilai perpindahan pemilihan kepala daerah ke DPRD dapat mengefisiensikan anggaran pelaksanaan Pilkada. Sebab, bongkar pasang kebijakan pelaksanaan Pilkada di Indonesia selama ini tidak berjalan efisien.
“Terkait dengan prinsip efisiensi, hal tersebut merupakan asas/prinsip yang kita jadikan dasar dalam merumuskan kebijakan/teknis penyelenggaraan pemilu. Efisiensi tergantung dari kebijakan politik hukum kita yang diatur dengan undang-undang,” ujarnya.
Dia menyebut, efisiensi merupakan masalah teknis semata. Hal yang yang penting dilakukan adalah agar pelaksanaan Pilkada masih dalam koridor dan prinsip konstitusionalisme.
“Menurut penalaran yang wajar, kita bisa mendapatkan kepala daerah yang lebih berkualitas dengan biaya yang efisien jika dipilih DPRD. Kita sudah coba mengefisienkan lewat pemilihan serentak, ternyata maksud kita melakukan efisiensi tidak tercapai. Implementasinya justru mahal dan rumit,” tutur Irawan.
“Sekali lagi, efisiensi ini hanya persoalan teknis. Kalau bicara prinsip dasar konstitusionalisme tadi adalah pemilihan yang demokratis. Cuma berbagai pendapat masih kita exercising sedemikian rupa,” ujarnya.
Di sisi lain, Irawan menyebut usul Prabowo soal gubernur dipilih DPRD sejalan dengan Rancangan Undang-undang (RUU) Paket Politik (Pemilu, Pilkada & Parpol) yang telah masuk dalam Prolegnas Prioritas tahun 2025 DPR RI.
Paket Undang-Undang tentang Pemilu atau Omnibus Law politik ini akan membahas bab mengenai Pemilu. Selain itu, RUU tersebut juga membahas Pilkada, Partai Politik hingga hukum acara sengketa kepemiluan.
“Ini bagus kita bahas lebih awal. Pak Prabowo dan Pak Bahlil telah memulainya. Pemikiran beliau berkesesuaian. Bagaimanapun Pak Prabowo adalah Presiden yang memegang kekuasaan pembentuk undang-undang. Hati dan pikirannya bagus,” ungkap Irawan.
“Inti dari pernyataannya yang saya baca adalah bagaimana kita memperbaiki Pemilu kita. Makanya kita mendorong revisi UU Paket Politik lebih awal agar tidak bias. Jadi kualitas undang-undang kita bisa lebih bagus,” tambahnya.
Sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto membandingkan pemilihan kepala daerah di Indonesia dengan negara tetangga yang cukup melalui DPRD saja seperti di Malaysia, Singapura, dan India. Hal tersebut disampaikan Prabowo saat menghadiri HUT ke-60 Golkar, Kamis (12/12).
Selama ini warga Indonesia memang memilih sendiri para pemimpinnya, mulai dari level bupati, walikota, gubernur, hingga presiden. Pemilihan-pemilihan yang banyak itu dinilai Prabowo tidak efisien karena memakan banyak anggaran negara.
Hal yang disampaikan Prabowo kemudian diamini oleh Ketua Umum Partai Golkar Bahlil Lahadalia yang menyebut demokrasi di Indonesia terlalu mahal, sehingga perlu diefisienkan. Bahlil menilai usul Prabowo merupakan konsep untuk menyesuaikan sistem demokrasi di Indonesia.