Anggota Komisi III DPR sebut penghentian kasus Novel tak masuk akal
Dengan alasan kedaluwarsa, Kejagung hentikan kasus penyidik KPK Novel Baswedan.
Kejaksaan Agung dianggap kinerjanya tidak profesional lantaran menghentikan kasus penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Novel Baswedan terkait penganiayaan dan penembakan terhadap pencuri sarang walet di Bengkulu. Anggota Komisi III DPR Arsul Sani menegaskan, alasan yang dibuat Kejagung menghentikan kasus Novel tak masuk akal.
"Pertama, kalau ini menghentikan karena tak cukup bukti kita tak bisa paham, kalau syarat dengan deponering kita maklumi, terlepas setuju atau tidak," kata Arsul saat dihubungi merdeka.com, Jakarta, Senin (22/2).
Arsul menegaskan, alasan tak cukup bukti seperti yang disampaikan Kejaksaan Agung menunjukkan ketidakprofesionalannya. Apalagi, kasus Novel tersebut sudah P21 atau lengkap alat buktinya.
"Tak cukup bukti kenapa sampai P21, mengapa tidak P19 terus. Kalau alasan sudah kedaluwarsa mengapa dari dulu tak segera dilimpahkan," tegas Arsul.
Politisi PPP itu menambahkan, alasan penghentian kasus Novel harus dicermati. Sebagai komisi hukum DPR, pihaknya memaklumi jika Kejaksaan Agung menggunakan dalih deponering untuk menghentikan kasus tersebut.
"Kalau alasan deponering ada kepentingan umum oke, kita bisa pahami, soal setuju atau tidak soal lain, itu kewenangan Jaksa Agung menggunakan asas oportunitasnya," tandasnya.
Diketahui, Kejaksaan Agung (Kejagung) resmi menghentikan kasus penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Novel Baswedan terkait penganiayaan dan penembakan terhadap pencuri sarang walet di Bengkulu. Kasus dihentikan dengan dua alasan kuat.
"Setelah melakukan diskusi panjang antara Kejari Bengkulu dan Kejagung, diputuskan kasus Novel dihentikan. Ada dua alasan, karena tidak cukup bukti dan secara hukum dianggap kedaluwarsa," kata Jaksa Agung Muda Pidana Umum (Jampidum), Noor Rochmat dalam keterangan pers di Kejagung, Jakarta, Senin (22/2).