Komisi III DPR: Pengganti Firli Bahuri di KPK Harus Dipilih Melalui Pansel
Anggota Komisi III Nasaruddin Dek Gam meminta, agar pergantian kepemimpinan di KPK harus melalui Pansel atau Panitia Seleksi.
Pendapat Nasaruddin merujuk pada putusan MK Nomor 112/PUU-XX/2022.
Komisi III DPR: Pengganti Firli Bahuri di KPK Harus Dipilih Melalui Pansel
Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah memberhentikan sementara Firli Bahuri sebagai Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Pemberhentian dilakukan usai Firli ditetapkan menjadi tersangka pemerasan oleh Polri.
Keputusan itu tertuang dalam Keputusan Presiden (Keppres) yang diteken Jokowi pada Jumat (24/11) malam.
Anggota Komisi III Nasaruddin Dek Gam meminta, agar pergantian kepemimpinan di KPK harus melalui Pansel atau Panitia Seleksi.
"Penggantian pimpinan pengganti Firli Bahuri haruslah melalui Pansel sebagaimana diatur Pasal 30 ayat (2) UU KPK" kata Nasaruddin dalam keterangannya, Senin (15/1).
Pendapat Nasaruddin merujuk pada putusan MK Nomor 112/PUU-XX/2022. Dia menyebut, tidak ada perubahan Pasal 33 UU KPK dalam putusan MK Nomor 112/PUU-XX/2022 tentang status calon pimpinan KPK yang tidak terpilih dalam proses pemilihan yang lalu.
"Hal ini dikarenakan tidak ada penjelasan sama sekali dalam putusan MK Nomor 112/PUU-XX/2022 tentang bagaimana status calon Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi, yang tidak terpilih di Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia yang tidak terpilih pada Pemilihan 13 September 2019,"
sambungnya.
merdeka.com
Dia menjelaskan, dalam putusan MK tersebut hanya dijelaskan soal status pimpinan KPK yang saat ini menjabat yang seharusnya habis jabatan pada 20 Desember 2023 dan disesuaikan menjadi 5 tahun dan berakhir pada 20 Desember 2024.
"Saat para calon tak terpilih tersebut mengikuti proses pemilihan, masa jabatan yang saat itu akan diduduki adalah 2019-2023 atau hanya 4 tahun sebagaimana tertuang dalam Laporan Komisi III DPR RI Menegenai Proses Pemilihan dan Penetapan Calon Pimpinan KPK Masa Jabatan 2019-2023 pada Rapat Paripurna DPR RI 17 September 2019,"
jelasnya.
merdeka.com
Dengan tidak ada penjelasan dalam putusan MK soal status tersebut, maka calon tak terpilih ini tidak bisa diberlakukan ketentuan Pasal 33 UU Nomor 19 Tahun 2019.
"Dan dengan sendirinya mereka tidak bisa dipilih menjadi pimpinan KPK pengganti Firli Bahuri," ujarnya.
"Untuk mengisi kekosongan satu pimpinan KPK menurut kami harus melalui pembentukan Panitia Seleksi (Pansel) sebagaimana diatur Pasal 30 ayat (2) UU KPK. Namun, mengingat waktu yang tidak terlalu panjang posisi tersebut bisa dikosongkan, karena kami menilai sebenarnya pimpinan KPK yang ada saat ini masih bisa menjalankan tugas dengan baik," pungkasnya.
Senada dengan Nasaruddin, Anggota Komisi III DPR RI, Supriansa juga ingin proses pengisian pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dilakukan melalui pembentukan Panitia Seleksi (Pansel).
"Kami berharap agar proses pengisian kekosongan pimpinan KPK dapat dilakukan melalui pembentukan Panitia Seleksi (Pansel) sebagaimana diatur Pasal 30 ayat (2) UU KPK," kata Supriansa.
Ia beralasan, keinginannya itu disebutnya karena calon pengganti yang ada saat ini yaitu tidak terpilih saat fit and properti 2019 sudah kadaluarsa.
"Dalam putusan MK Nomor 112/PUU-XX/2022 tidak ada penjelasan sama sekali tentang bagaimana status calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi yang tidak terpilih di Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia 13 September 2019," sebutnya.
"Kita bisa melihat fakta tersebut dalam Laporan Komisi III DPR RI Menegenai Proses Pemilihan dan Penetapan Calon Pimpinan KPK Masa Jabatan 2019-2023 pada Rapat Paripurna DPR RI 17 September 2019," jelasnya.
"Karena tidak ada penjelasan dalam putusan MK soal status mereka, maka dengan penalaran yang wajar terhadap para calon tak terpilih ini tidak bisa diberlakukan ketentuan Pasal 33 UU Nomor 19 Tahun 2019 dan dengan sendirinya mereka tidak bisa dipilih menjadi pimpinan KPK pengganti Firli Bahuri,"
pungkas anggota Komisi III Supriansa