Aturan Hukum dan Etika Presiden Endorse Capres Jelang Pemilu
Presiden Joko Widodo (Jokowi) kembali menebar kode dukungan di Pemilu 2024. Setelah kepada Prabowo Subianto. Kini kembali sinyal itu diberikan kepada Gubernur Jateng, Ganjar Pranowo.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) kembali menebar kode dukungan di Pemilu 2024. Setelah kepada Prabowo Subianto. Kini kembali sinyal itu diberikan kepada Gubernur Jateng, Ganjar Pranowo.
Jokowi sempat memberikan kode capres yang pantas dengan sebutan 'rambut putih’. Hal ini disebut identik dengan penampilan Ganjar.
-
Apa yang dibicarakan Prabowo dan Jokowi? Saat itu, mereka berdua membahas tentang masa depan bangsa demi mewujudkan Indonesia emas pada tahun 2045.
-
Kapan pelantikan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka sebagai Presiden dan Wakil Presiden? Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka akan dilantik sebagai Presiden dan Wakil Presiden RI periode 2024-2029 pada 20 Oktober mendatang.
-
Kapan Prabowo bertemu Jokowi? Presiden terpilih Prabowo Subianto bertemu dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Istana kepresidenan, Jakarta, Senin (8/7) siang.
-
Kapan pengumuman calon wakil presiden Ganjar Pranowo? PDI Perjuangan bersama partai koalisi secara resmi mengumumkan nama bakal calon wakil presiden Mahfud MD untuk mendampingi Capres Ganjar Pranowo, Rabu, 18 Oktober 2023.
-
Bagaimana Prabowo bisa menyatu dengan Jokowi? Saat Pilpres 2019 Prabowo merupakan lawan Jokowi, namun setelah Jokowi terpilih menjadi presiden Prabowo pun merapat kedalam kabinet Jokowi.
-
Bagaimana Prabowo dinilai akan meneruskan pemerintahan Jokowi? Sebagai menteri Presiden Jokowi, Prabowo kerap ikut rapat. Sehingga, Prabowo dinilai tinggal meneruskan pemerintahan Presiden Jokowi-Ma'rufA Amin.
Partai Demokrat sempat menyayangkan sikap Jokowi yang ikut campur dukung mendukung capres jelang Pemilu 2024. Bagaimana aturannya?
Direktur Eksekutif Pusat Studi Konstitusi & Pemerintahan Fakultas Hukum Universitas Muslim Indonesia (PaKem) FH-UMI, Fahri Bachmid menilai, tidak ada salahnya presiden berkuasa dukung mendukung Capres. Sepanjang, dilakukan sebagai dukungan politik personal.
"Secara Konstitusional Presiden secara personal dapat memberikan dukungan politik pada Capres tertentu. Tetapi bukan Atribut Jabatan Kepresidenan," kata Fahri saat dihubungi merdeka.com, Minggu (27/11).
Menurutnya, terkait dengan indikasi sikap presiden yang meng-endorse Capres tertentu secara hukum tata negara, tidak ada kaidah konstitusional yang melarangnya. Sepanjang tidak menggunakan atribut kepresidenan dan jabatannya.
Karena, ketentuan dalam pasal 6 dan 6A UUD 1945 tidak mengatur soal larangan tersebut. Termasuk, dalam perspektif Putusan MK berdasarkan Putusan Nomor 68/PUU-XX/2022, hanya mengatur serta mengkualifisir soal Persyaratan bagi pejabat negara untuk mengundurkan diri ketika hendak mencalonkan diri sebagai calon presiden atau wakil presiden.
Lalu, dalam Pasal 170 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) yang telah mendapatkan tafsir baru, Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan Pasal 170 ayat (1) UU Pemilu tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat.
Sepanjang tidak dimaknai 'Pejabat negara yang dicalonkan oleh Partai Politik Peserta Pemilu atau Gabungan Partai Politik sebagai calon Presiden atau calon Wakil Presiden harus mengundurkan diri dari jabatannya,'.
Kecuali Presiden, Wakil Presiden, Pimpinan dan anggota MPR, Pimpinan dan anggota DPR, pimpinan dan anggota DPD, gubernur, wakil gubernur, bupati, wakil bupati, walikota, dan wakil walikota, termasuk menteri dan pejabat setingkat menteri, selama menteri dan pejabat setingkat menteri mendapatkan persetujuan dan izin cuti dari Presiden.
"Jadi jika Capres yang didukung oleh presiden secara personal di luar dari kriteria serta kualifikasi konstitusional sebagaimana dalam putusan MK itu, sepanjang yang berkaitan dengan dukungan politik dari presiden secara pribadi tidak dilarang," katanya.
Hal yang Dilarang
Sedangkan, kata Fahri, dukungan bisa menjadi dilarang berdasarkan UU No. 7/2017 Tentang Pemilihan Umum, khususnya ketentuan Pasal 547 yang mengatur bahwa "Setiap pejabat negara yang dengan sengaja membuat keputusan dan/atau melakukan tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu Peserta Pemilu dalam masa Kampanye, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 tahun dan denda paling banyak Rp36.000.000,00."
Kemudian ketentuan norma Pasal 548 mengatur bahwa "Setiap orang yang menggunakan anggaran pemerintah, pemerintah daerah, badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah (BUMD), Pemerintah Desa atau sebutan lain dan badan usaha milik desa untuk disumbangkan atau diberikan kepada pelaksana kampanye sebagaimana dimaksud dalam Pasal 339 ayat (4), dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 tahun dan pidana denda paling banyak Rp1 miliar."
"Dengan demikian jika melihat konteks dukungan presiden dapat ditakar, apakah model dukungannya sebatas dalam kapasitas sebagai pribadi, atau dalam kedudukannya dalam jabatan sebagai kepala negara," ujarnya.
Di samping itu, Fahri menyatakan, bilamana apa yang disampaikan Jokowi ternyata sebagai dukungan dengan memakai atribut kepresidenan selaku kepala negara, maka hal itu bertentangan dengan etika dan hukum.
"Saya berpendapat sangat dilarang jika dukungan politik dilakukan dalam kapasitasnya sebagai kepala negara (presiden) dengan segala implikasi jabatannya," jelasnya
"Sebab secara ketatanegaraan hal yang demikian tentunya sangat bertentangan dengan kepentingan publik dan melanggar hukum, dan secara etika juga bertentangan dengan etika politik ketatanegaraan dalam praktik sistem presidensial," tambah dia.
Tidak Etis
Secara terpisah, Direktur Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Universitas Andalas, Feri Amsari menjelaskan, jika secara prinsip tata negara apa yang dilakukan Presiden Jokowi untuk mendukung kandidat capres tidaklah salah.
"Pada prinsipnya tentu saja tidak dilarang ya presiden untuk mendukung siapapun calon pilihannya," kata Feri.
Namun, dia mengkritik atas manuver politik Jokowi jelang Pilpres 2024. Karena hal itu dianggap kontradiktif dan malah akan membuat pemilu nantinya tidak berjalan kondusif, lantaran adanya pandangan keberpihakan.
"Nah kalau presiden terlibat di dalam dukung mendukung tentu saja pihak yang lain akan melihat presiden tidak konsisten dengan pernyataannya untuk memelihara kondusifitas penyelenggaraan," jelasnya.
Feri pun menyoal soal beberapa kali Jokowi yang melontarkan kalimat dukungan kepada para kandidat capres mulai dari Prabowo. "Mohon maaf Pak Prabowo (senyum). Kelihatannya setelah ini jatahnya Pak Prabowo,"saat hadir di HUT HUT Perindo di Jakarta, Senin 7 November 2022.
Hingga Kode Jokowi soal pemimpin berambut putih itu banyak dikaitkan dengan dukungan kepada Ganjar sebagai calon presiden 2024. Diketahui, politikus PDI Perjuangan itu memiliki rambut putih.
"Kedua, presiden juga terlihat tidak konsisten ya. Misalnya beberapa minggu lalu mendukung Prabowo, hari ini memperlihatkan dukungan ke Ganjar. Nah ini bahkan, melihatkan ada nuansa presiden sedang bermain-nain kepada calon yang ada," ujarnya.
"Padahal semestinya presiden menunjukan sikap bijaksana sebagai pimpinan negarawan gitu ya. Tidak menunjukan dukungan yang bernuansa konyol dan malah terkesan mengolok-olok calon presiden," tambah Feri.
Makna Politik di Balik Pernyataan Jokowi
Sementara itu, Pengamat politik Ujang Komarudin mengatakan, Jokowi jelas memberikan kode dukungan kepada Ganjar. Tujuan Jokowi bicara di hadapan relawan untuk menarik dukungan partai politik agar mengusung gubernur Jawa Tengah itu di Pilpres 2024.
"Itu bagian daripada kode atau simbol gerakan Jokowi untuk mendorong partai-partai untuk mendorong Ganjar, baik dalam konteks dukungan resmi maupun dalam konteks deklarasi," ujar Ujang kepada wartawan, Minggu (27/11).
Jokowi terlihat sedang mendorong dukungan dari PDIP hingga Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) untuk segera deklarasi Ganjar sebagai calon presiden. Relawan digunakan sebagai alat politik nilai tawar kepada partai-partai.
"Karena menunjukan ini relawannya banyak, besar dan sudah cukup memenangkan Ganjar, kira-kira begitu," ujar Ujang.
Relawan yang hadir juga dilihat sengaja dimobilisasi agar terlihat banyak pendukungnya. "Ya tujuan Jokowi arahnya ke sana, mendorong partai politik untuk agar bisa mendorong atau mendeklarasikan Ganjar sebagai capres 2024 nanti," kata Ujang.
Namun, kata dia, terbuka juga skenario memasangkan Ganjar sebagai calon presiden dengan Prabowo sebagai calon wakil presidennya.
"Bahkan untuk meminimalisir risiko ada skenario memasangkan Ganjar capres, prabowo cawapres itu ada. Tetapi sebagian pihak kelompoknya Prabowo mengatakan Prabowo-Ganjar, tapi Jokowi enggak mau. Jokowi inginnya Ganjar-Prabowo," ujarnya.
Kalimat Jokowi
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengungkapkan ciri-ciri pemimpin yang memikirkan rakyat. Menurutnya, ciri pemimpin tersebut terlihat dari dari penampilan dan wajahnya.
"Perlu saya sampaikan pemimpin yang mikirin rakyat itu kelihatan dari mukanya. Itu kelihatan dari penampilannya itu kelihatan," kata Jokowi di acara Nusantara Bersatu di Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta, Sabtu (26/11).
Jokowi berkata, pemimpin yang memikirkan rakyat banyak kerutan di wajahnya. Selain itu, rambut pemimpin tersebut berwarna putih.
"Banyak kerutan di wajahnya karena mikirin rakyat, ada juga yang mikirin rakyat sampai rambutnya putih semua ada," kata Jokowi.
Jokowi bilang hati hati dengan calon pemimpin yang mukanya mulus. Dia kembali berkata, pilih pemimpin yang rambutnya putih.
"Saya ulang jadi pemimpin yang mikirin rakyat itu kelihatan dari penampilannya, dari kerutan di wajahnya, kalau wajahnya clink bersih, tidak ada kerutan di wajahnya hati hati, lihat juga lihat rambut rambutnya, kalau rambutnya putih semua ini mikir rakyat ini," kata Jokowi.
Respons Ganjar
Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo mengunggah foto dengan gaya rambut warna hitam di Instagram pribadinya @ganjar_pranowo pada Minggu (27/11).
Aksi ini menyusul kode Presiden Joko Widodo soal pemimpin memikirkan rakyat memiliki rambut warna putih.
Kode Jokowi soal pemimpin berambut putih itu banyak dikaitkan dengan dukungan kepada Ganjar sebagai calon presiden 2024. Diketahui, politikus PDI Perjuangan itu memiliki rambut putih.
Dalam unggahan tersebut, Ganjar hanya memberikan sebuah narasi singkat. Tak ada menyinggung kode Jokowi.
"Cukur. Kamu punya tips merawat wajah & rambut?" kata Ganjar dalam unggahan tersebut.
Dikritik PDIP
PDIP, parpol utama pendukung Jokowi bahkan tak setuju dengan sikap presiden tersebut.
Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto meminta lingkaran satu Presiden Jokowi tidak bersikap asal bapak senang (ABS). Hal itu menanggapi mobilisasi relawan dalam acara Nusantara Bersatu di GBK, Sabtu (26/11).
Hasto meminta para orang dekat Jokowi berjuang keras untuk membawa kepemimpinan Jokowi dalam jalur yang tepat. Bukan malah memanfaatkan untuk manuver kekuasaan.
"PDI Perjuangan menghimbau kepada ring satu Presiden Jokowi agar tidak bersikap asal bapak senang (ABS) dan benar-benar berjuang keras bahwa kepemimpinan Pak Jokowi yang kaya prestasi sudah on the track. Bahkan prestasi Pak Jokowi itu untuk bangsa Indonesia dan dunia, bukan untuk kelompok kecil yang terus melakukan manuver kekuasaan," ujar Hasto dalam keterangannya, Minggu (27/11).
Hasto menyesalkan ada elit relawan yang dekat dengan kekuasaan memanfaatkan kebaikan Jokowi. Kata Hasto, pengerahan massa dalam acara Nusantara Bersatu menurunkan citra Jokowi.
"Saya pribadi sangat menyesalkan adanya elit relawan yang dekat dengan kekuasaan, lalu memanfaatkan kebaikan Presiden Jokowi sehingga menurunkan citra Presiden Jokowi. Akibatnya kehebatan kepemimpinan Presiden Jokowi di acara G20 yang membanggakan di dunia, dan rakyat Indonesia, lalu dikerdilkan hanya urusan gegap gempita di GBK," ujarnya.
Hasto menuturkan, kepemimpinan Jokowi yang menginspirasi dunia direduksi dengan cara tidak elegan. Hasto mengatakan, para relawan Jokowi banyak memiliki kepentingan.
"Sepertinya elit relawan tersebut mau mengambil segalanya, jika tidak dipenuhi keinginannya mereka mengancam akan membubarkan diri, tetapi jika dipenuhi elit tersebut melakukan banyak manipulasi. Banyak sekitar Presiden Jokowi yang kurang paham bahwa elit relawan tersebut kumpulan berbagai kepentingan," ujar Hasto.
"Padahal seharusnya menyangkut urusan bangsa dan negara, apalagi pemimpin ke depan merupakan persoalan bersama yang harus dijawab dengan jernih, penuh pertimbangan, dan harus menjawab jalan kejayaan bagi bangsa dan negara Indonesia," tegasnya.
Acara Nusantara Bersatu harus menjadi pelajaran politik penting. Apalagi pengerahan massa itu dilakukan dengan menjanjikan sesuatu yang tidak sehat.
"Apa yang terjadi dengan acara Nusantara Bersatu, menjadi pelajaran politik yang sangat penting, terlebih di dalam cara mobilisasi tersebut, sampai dilakukan cara-cara menjanjikan sesuatu yang tidak sehat," ujar Hasto.
(mdk/rnd)