'Bawaslu Harus Tegakkan Keadilan, OSO Tak Masuk DCT karena Kemauan Sendiri Bukan KPU'
Komisi Pemilihan Umum (KPU) tak memasukkan nama Oesman Sapta Odang (OSO) dalam Daftar Caleg Tetap (DCT) anggota DPD RI. Sebabnya, OSO masih menjabat sebagai Ketua Umum Partai Hanura.
Komisi Pemilihan Umum (KPU) tak memasukkan nama Oesman Sapta Odang (OSO) dalam Daftar Caleg Tetap (DCT) anggota DPD RI. Sebabnya, OSO masih menjabat sebagai Ketua Umum Partai Hanura.
Aktifis Perludem Fadli Ramadanil mengatakan, OSO tak masuk DCT karena kemauannya sendiri, bukan karena keinginan KPU dan Bawaslu.
-
Kapan DKPP menjatuhkan sanksi kepada Ketua KPU? DKPP menjelaskan, pelanggaran dilakukan Hasyim terkait pendaftaran pencalonan Gibran Rakabuming Raka sebagai bakal calon wakil presiden pada 25 Oktober 2023.
-
Apa sanksi yang dijatuhkan DKPP kepada Ketua KPU? Akibat pelanggaran tersebut, DKPP menjatuhkan sanksi peringatan keras dan yang terakhir kepada Hasyim.
-
Apa yang didemo Mayjen Purn Sunarko di KPU? Soenarko menjelaskan, tuntutan yang akan disuarakan adalah mendesak agar KPU tidak mengumumkan hasil pemilu yang dianggapnya curang. Soenarko pun berharap, aksinya nanti bisa menjadi pengingat bagi penyelenggara pemilu.
-
Apa yang diputuskan DKPP terkait Ketua KPU Hasyim Asy'ari dan jajarannya? Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran menanggapi soal putusan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) yang menyatakan Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Hasyim Asy'ari dan jajaran melanggar kode etik terkait penerimaan pendaftaran Gibran Rakabuming sebagai cawapres.
-
Kapan Anies-Cak Imin mendaftar ke KPU? Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (Cak Imin) telah resmi mendaftarkan diri sebagai pasangan Capres-Cawapres ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI.
-
Mengapa KPU didirikan? KPU didirikan sebagai hasil dari reformasi politik pasca Orde Baru.
"Konsepsi ini harus dipahami secara utuh, menurut saya bahwa Pak OSO tidak bisa masuk ke DCT bukan keinginan penyelenggara pemilu, tapi pilihan politik Pak OSO, karena memang secara sadar yang bersangkutan tidak mau mundur sebagai pengurus partai politik dan secara otomatis tidak bisa dinyatakan memenuhi syarat sebagai anggota DPD," kata Fadli di kantor Bawaslu RI, Jakarta Pusat, Selasa (8/1).
Dia mengatakan, jika semua pihak konsisten pada Putusan MK No 30/PUU-XVI/2018 yang melarang ketua umum Parpol rangkap jabatan sebagai anggota DPD, maka persoalan OSO tak masuk DPT tak akan terjadi.
"Harus diakui memang setelah putusan MK, ada putusan MA dan PTUN, meskipun di dalam banyak pertimbangannya tidak ingin mengatakan putusan MK keliru, tapi secara substansi keluar dari yang seharusnya dipertimbangkan MK. Lebih dari itu ada keterlambatan juga dari KPU untuk secara konsisten melaksanakan putusan MK agar memastikan bakal calon anggota DPD tidak ada pengurus parpol," sambungnya.
Menurutnya, KPU dan Bawaslu sekarang sedang diuji integritas dan konsistensinya sebagai penyelenggara pemilu. Selain itu, sejauh mana proses penyelenggaraan pemilu bersandar pada prinsip-prinsip konstitusional.
"Proses pencalonan anggota DPD secara jelas dilarang MK tidak boleh lagi ada pengurus parpol yang boleh jadi anggota DPD. Harus konsisten dilaksanakan. Kita menunggu keputusan Bawaslu besok," terangnya.
Menurutnya, Bawaslu harusnya tidak berat dan berlama-lama untuk memutus perkara ini. Sebab secara substansi perkara ini sudah pernah diputus oleh Bawaslu, sebelum keluarnya putusan PTUN.
"Pasca pak OSO tidak dimasukan DPT oleh KPU kan sudah ada juga proses sengketa administrasi pemilu di Bawaslu dan Bawaslu mengatakan bahwa yang dilakukan KPU dengan tidak memasukkan OSO di DCT karena tidak mau mundur dari jabatan pengurus partai politik, adalah proses administrasi yang benar," ucapnya.
Dia menilai, Bawaslu tinggal konsisten saja dengan putusan sengketa yang sudah dibacakan beberapa waktu lalu. Sebab substansinya sama persis dengan apa yang diperiksa dalam konteks pelanggaran administrasi sekarang.
Dia berharap dengan adanya masalah ini bisa menjadikan Bawaslu penegak prinsip keadilan pada pemilu 2019 mendatang.
"Terakhir kita semua berharap Bawaslu betul-betul menjadikan perkara ini kesempatan menegakkan prinsip keadilan pemilu yang selama ini jadi pakem Bawaslu sebagai lembaga dan turunan dari prinsip keadilan pemilu itu melaksanakan semua tahapan pemilu sesuai prinsip-prinsip dan kaidah-kaidah berlaku," katanya.
Diketahui, Bawaslu bakal memutuskan laporan yang disampaikan pihak Oesman Sapta Odang (OSO) terhadap komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Ketua Bawaslu Abhan menjelaskan, ada dua laporan yang diajukan pihak OSO terhadap Komisioner KPU. Pertama laporan atas nama Dodi S Abdul Qadir dan laporan kedua atas nama Firman Kadir. Laporan yang disampaikan oleh kuasa hukum OSO ke Bawaslu itu pada 18 Desember 2018.
Lalu, terkait laporan yang disampaikan melalui Dody, pihak OSO menilai ada pelanggaran administratif yang dilakukan komisioner KPU lantaran mengirimkan surat agar ketua umum Partai Hanura itu mundur dari jabatannya jika ingin ditetapkan sebagai calon tetap anggota DPD Pemilu 2019. Surat tersebut dikirimkan kepada OSO pada 8 Desember 2018.
"Bagi KPU, surat itu merupakan tindaklanjut putusan Mahkamah Konstitusi (MK), Mahkamah Agung (MA), dan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta," katanya di Bawaslu, Jakarta Pusat, Kamis (20/12/2018) lalu.
Namun, bagi pihak OSO penerbitan surat itu merupakan pelanggaran administrasi pemilu. Karena bertentangan dengan putusan MA yang diterbitkan pada 25 Oktober 2018 dan putusan PTUN Jakarta yang diterbitkan pada 14 November 2018.
Menurut pihak OSO dalam putusan tersebut KPU telah diperintahkan segera memasukkan nama OSO ke dalam jajaran caleg DPD Pemilu 2019. "Untuk laporan dugaan pelanggaran administrasi itu akan dikaji oleh Bawaslu," kata dia.
Sedangkan, laporan yang disampaikan melalui Firman, pihak OSO, menilai Komisioner KPU melakukan pelanggaran pidana pemilu karena melanggar Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, Pasal 518.
Pihak OSO menilai, KPU telah melanggar ketentuan pasal tersebut karena tidak menindaklanjuti putusan MA dan PTUN yang memerintahkan KPU segera memasukkan nama OSO ke dalam Daftar Calon Tetap (DPT) DPD Pemilu 2019.
Untuk dugaan pelanggaran pidana pemilu, lanjut Abhan, Bawaslu akan membahasnya bersama kepolisian dan jaksa yang ada di dalam Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Sentra Gakkumdu).
"Bawaslu akan melakukan pembahasan lebih lanjut dengan sentra Gakkumdu, Polisi dan Jaksa," jelasnya.
Baca juga:
Hemas Sebut Didukung Jokowi Lapor MK Soal Pro Kontra Kepemimpinan OSO di DPD
Saksi Ahli Kubu OSO Sebut KPU Tidak Jalankan UU
Laporan OSO Terhadap Komisioner KPU Dinilai Tak Masuk Akal
GKR Hemas Cuek Pimpinan DPD Tak Cairkan Dana Reses
Manuver Politik Mengejutkan Selama 2018
Disebut 12 Kali Bolos Paripurna, GKR Hemas Pertanyakan Keabsahan Kepemimpinan OSO