Berharap tak ada isu SARA di Pilkada Serentak
Masyarakat diminta tetap waspada terhadap isu-isu dapat memecah belah persatuan saat Pilkada Serentak. Para elite politik pun diingatkan tak menghalalkan segala cara untuk menang.
Masyarakat diminta tetap waspada terhadap isu-isu dapat memecah belah persatuan saat Pilkada Serentak. Para elite politik pun diingatkan tak menghalalkan segala cara untuk menang.
"Kalangan legislatif dan eksekutif juga harus bisa turut serta menjaga keharmonisan ini. Itu sangat perlu sekali karena di tahun 2018 dan 2019 nanti semua harus seperti itu," ujar Komisi Pengkajian dan Penelitian (Litbang) Majelis Ulama Indonesia (MUI) Ahmad Syafii Mufid dalam keterangannya, Kamis (4/1).
-
Apa itu Pilkada Serentak? Pilkada serentak pertama kali dilaksanakan pada tahun 2015. Pesta demokrasi ini melibatkan tingkat provinsi, kabupaten, dan kota.
-
Apa definisi dari Pilkada Serentak? Pilkada Serentak merujuk pada pemilihan kepala daerah yang dilaksanakan secara bersamaan di seluruh wilayah Indonesia, termasuk pemilihan gubernur, bupati, dan wali kota.
-
Kapan Pilkada serentak berikutnya di Indonesia? Indonesia juga kembali akan menggelar pesta demokrasi Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) secara serentak di tahun 2024. Pilkada 2024 akan dilasanakan ada 27 November 2024 untuk memilih gubernur, wali kota, dan bupati.
-
Kenapa Pilkada Serentak dianggap penting? Sejak terakhir dilaksanakan tahun 2020, kali ini Pilkada serentak diselenggarakan pada tahun 2024. Dengan begitu, penting bagi masyarakat Indonesia untuk mengetahui kapan Pilkada serentak dilaksanakan 2024.
-
Mengapa Pilkada Serentak diadakan? Ketentuan ini diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, yang bertujuan untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas dalam pelaksanaan pemilihan, serta mengurangi biaya penyelenggaraan.
-
Mengapa Pilkada penting? Pilkada memberikan kesempatan kepada warga negara untuk mengekspresikan aspirasi mereka melalui pemilihan langsung, sehingga pemimpin yang terpilih benar-benar mewakili kehendak dan kebutuhan masyarakat setempat.
Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Jakarta ini mengatakan berkaca pada panasnya Pilgub DKI lalu jangan sampai melahirkan kebencian di masyarakat.
"Untuk 2018 seharusnya disadari oleh masyarakat bahwa ujaran kebencian dengan menggunakan isu SARA atau bukan harus ditinggalkan, karena timbulkan perpecahan" ujarnya.
Dia menjelaskan, cara untuk meninggalkan ujaran kebencian masyarakat harus diwacanakan bagaimana membangun kesejahteraan dan menegakkan keadilan. Untuk itu, menurutnya, perlu adanya kebijakan atau aturan hukum yang ketat agar kelompok-kelompok ingin membuat suasana panas tidak melakukan upaya-upaya yang dapat memperkeruh keharmonisan masyarakat.
Menghadapi 2018, menurutnya, yang harus diperbanyak itu bukan aturan-aturan yang mengekang atau tanpa aturan. Tapi seluruh masyarakat harus dapat membangun dengan pranata-pranata baru.
"Karena dengan hukum dan peraturan yang ada sering kali ditafsirkan macam-macam seperti dalam media itu perdebatan yang tidak pernah selesai karena berputar pada masalah itu-itu saja," katanya.
Untuk itu dirinya juga menyarankan agar sebaiknya para elite-elite politik ini saling bertemu dan berbicara. Dalam acara dialog dia mengimbau agar para elite dapat memberi solusi memecahkan masalah.
"Sehingga masyarakat kita akan diberikan pelajaran bahwa sesungguhnya elite politik ada yang tipenya provokator dan ada elite yang tipenya memberikan solusi dan inovasi," kata peraih Doktoral dari International Institute for Asian Studies (IIAS), Universitas Leiden, Belanda ini.
Pria yang juga turut serta dalam melakukan program deradikalisasi bersama BNPT ini juga berharap peran serta dari mantan-mantan kombatan untuk turut memberikan syiar kepada kelompoknya agar tak terprovokasi jika ada yang menghembuskan masalah agama dalam pesta politik nanti.
"Untuk itu mari kita jaga tahun 2018 ini sebagai tahun yang damai anti-kekerasan dan anti-radikalisme," tandasnya.
(mdk/did)