Daftar Kontroversi Ketua KPU Hasyim As'yari Sebelum Disanksi Langgar Etik Pencalonan Gibran
Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asy'ari dinyatakan melanggar Kode Etik Penyelenggara Pemilu oleh DKPP terkait pencalonan Gibran
Ternyata, sosok Hasyim cukup kontroversial. Hasyim tercatat beberapa kali menjadi sorotan karena ucapan dan aksinya yang kontroversial selama Pemilu 2024.
Daftar Kontroversi Ketua KPU Hasyim As'yari Sebelum Disanksi Langgar Etik Pencalonan Gibran
Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asy'ari dinyatakan melanggar Kode Etik Penyelenggara Pemilu oleh DKPP terkait pencalonan Gibran Rakabuming Raka sebagai bakal calon wakil presiden pada 25 Oktober 2023.
- Mengapa Sanksi DKPP ke Ketua KPU Tak Berdampak pada Pencalonan Gibran? Ini Penjelasan Pakar
- Timnas AMIN ingin Bawaslu Tindaklanjuti Putusan DKPP Terhadap Ketua KPU
- Bawaslu: Ketua KPU Langgar Etik, Tapi Tak Pengaruhi Pencalonan Gibran
- Reaksi Ketua KPU Diputus Melanggar Etik oleh DKPP Terkait Pencalonan Gibran
KPU telah menyalahi aturan sebab belum merevisi atau mengubah peraturan terkait batas usia calon presiden dan wakil presiden pasca adanya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 90/PUU-XXI/202. DKPP menjatuhkan sanksi peringatan keras dan yang terakhir kepada Hasyim.
Ternyata, sosok Hasyim cukup kontroversial. Hasyim tercatat beberapa kali menjadi sorotan karena ucapan dan aksinya yang kontroversial selama Pemilu 2024.
Berikut daftar kontroversi Ketua KPU Hasyim As'yari sebelum disanksi langgar etik:
1. Jalan Bareng Hasnaeni 'Wanita Emas'
Hasyim pernah disanksi peringatan keras karena jalan bareng dengan Hasnaeni atau wanita emas. Hasyim dan Hasnaeni malah melakukan perjalanan ziarah ke Yogyakarta.
Perjalanan tersebut dilakukan bukan dalam agenda dinas. Padahal di tanggal yang sama Hasyim memiliki agenda resmi selaku Ketua KPU untuk penandatangan MoU dengan tujuh perguruan tinggi di Yogyakarta.
Tindakan keduanya dinilai DKPP berpotensi menimbulkan konflik kepentingan karena Hasnaeni adalah ketua umum dari Partai Republik Satu yang sedang mengikuti tahap proses pendaftaran partai politik peserta Pemilu 2024.
Ketua Majelis DKPP Heddy Lugito mengatakan pelanggaran dilakukan Hasyim adalah etik. Sebab melakukan tindakan yang tidak profesional dengan Hasnaeni.
"Teradu terbukti melakukan perjalanan pribadi dari Jakarta menuju Yogyakarta bersama Hasnaeni Pada 18 Agustus 2022. Saat itu, mereka menggunakan maskapai Citilink yang mana tiket perjalanan ditanggung oleh Hasnaeni," kata Heddy.
Meski pada akhirnya, partai yang diketuai Hasnaeni tidak lolos sebagai calon peserta Pemilu 2024.
2. Ganti Kotak Suara Pemilu Berbahan Karton
KPU mengkaji penggunaan kotak suara berbahan karton untuk Pemilu 2024. Kotak suara berbahan karton sudah digunakan pada Pemilu 2019. KPU berniat memakai bahan karton lagi untuk kotak suara pada Pemilu 2024.
Ketua KPU RI, Hasyim Asy'ari, memastikan bahwa kotak suara berbahan kardus akan kembali digunakan pada Pemilu 2024 mendatang.
Hasyim menjamin keamanan kotak suara kardus tetap terjaga. Terlebih Hasyim menyebut ada pengawas hingga polisi, yang terus memantau kotak suara pada Pemilu 2024 nanti.
"Urusan jaminan keamanan kan jelas, kotaknya disegel, dikasih kabel ties. Kemudian semua pengawas atau pemantau, ada polisi, teman-teman wartawan juga bisa menyaksikan di TPS-nya (tempat pemungutan suara) masing-masing,"
terangnya.
merdeka.com
3. Bicara Sistem Proporsional Tertutup
Ketua KPU Hasyim Asy'ari dilaporkan ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) terkait pernyataan adanya kemungkinan menggunakan kembali proporsional tertutup atau coblos partai pada Pemilu 2024.
Namun, keputusan penggunaan sistem proporsional tertutup tersebut masih menunggu Mahkamah Konstitusi.
"Jadi kira-kira bisa diprediksi atau enggak putusan Mahkamah Konstitusi ke depan? Ada kemungkinan, saya belum berani berspekulasi, ada kemungkinan kembali ke sistem proporsional daftar calon tertutup,"
katanya dalam 'Catatan Akhir Tahun KPU RI 2022' di Kantor KPU RI, Jakarta, Kamis (29/12).
Dia menerangkan, Mahkamah Konstitusi bisa saja memutuskan Pemilu 2024 menggunakan sistem proporsional tertutup.
Sebab pada Pemilu 2009, sistem proporsional terbuka diberlakukan karena putusan Mahkamah Konstitusi.
Pada pemilu 2014 dan 2019 sistem ini terus berlaku. Tetapi MK bisa saja memutuskan memberlakukan proporsional tertutup.
"Kira-kira polanya kalau yang membuka itu MK, ada kemungkinan yang menutup MK, kalau dulu yang mewajibkan verifikasi faktual MK, kemudian yang verifikasi faktual hanya partai-partai kategori tertentu itu juga MK," ujarnya.