Diwarnai Hakim Beda Pendapat, Ini Alasan MK Tetap Putuskan Pemilu 2024 Coblos Caleg
MK memutuskan sistem Pemilu 2024 tetap mencoblos caleg setelah menolak permohonan uji materiil Pasal 168 ayat (2) UU Pemilu terkait sistem proporsional terbuka.
Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan sistem Pemilu 2024 tetap menggunakan proporsional terbuka alias mencoblos caleg. MK memutuskan sistem Pemilu 2024 tetap mencoblos caleg setelah menolak permohonan uji materiil Pasal 168 ayat (2) UU Pemilu terkait sistem proporsional terbuka.
Keputusan itu dibacakan majelis hakim MK dalam sidang terbuka digelar pada Kamis (15/6) hari ini. Sidang perkara nomor 114/PUU-XX/2022 itu diwarnai dissenting opinion atau pendapat berbeda dari hakim konstitusi.
-
Kapan Pemilu 2024? Sederet petahana calon legislatif (caleg) yang sempat menimbulkan kontroversi di DPR terancam tak lolos parlemen pada Pemilu 2024.
-
Bagaimana Pemilu 2024 diatur? Pelaksanaan Pemilu ini diatur dalam Peraturan KPU (PKPU) Nomor 3 Tahun 2022 Tentang Tahapan dan Jadwal Pemilu 2024. Regulasi ini diteken KPU RI Hasyim Asyari di Jakarta, 9 Juni 2022.
-
Mengapa Pemilu 2024 penting? Pemilu memegang peranan penting dalam sistem demokrasi sebagai alat untuk mengekspresikan kehendak rakyat, memilih pemimpin yang dianggap mampu mewakili dan melayani kepentingan rakyat, menciptakan tanggung jawab pemimpin terhadap rakyat, serta memperkuat sistem demokrasi.
-
Apa tujuan utama dari Pemilu 2024? Pemilu merupakan wadah bagi rakyat untuk menjalankan demokrasi demi mempertahankan kedaulatan negara.
-
Apa saja yang menjadi tahapan pemilu 2024? Melansir dari berbagai sumber, berikut ini merdeka.com merangkum informasi tentang apa saja tahapan pemilu 2024, berikut jadwal serta alurnya. Simak ulasannya sebagai berikut. Tahapan Pemilu 2024 Dikutip dari laman KPU mereka merilis informasi tentang tahapan yang akan dilalui di pemilu 2024.
"Menolak permohonan para pemohon untuk seluruhnya," ujar Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman membacakan putusan.
Dalil Pemohon Dinilai Hakim MK Tidak Beralasan
Hakim Anwar Usman menilai, dalil para pemohon tidak beralasan menurut hukum untuk seluruhnya.
Sementara itu, hakim konstitusi Saldi Isra mengatakan bahwa para Pemohon mendalilkan penyelenggaraan pemilihan umum menggunakan sistem proporsional terbuka telah mendistorsi peran partai politik.
Dalil tersebut hendak menegaskan sejak penyelenggaraan Pemilihan Umum 2009 sampai dengan 2019 partai politik seperti kehilangan peran sentral-nya dalam kehidupan berdemokrasi sesuatu yang berlebihan.
Sebab dituturkan Saldi Isra, sesuai dengan ketentuan Pasal 22E ayat (3) UUD 1945 yang menempatkan partai politik sebagai peserta pemilihan umum anggota DPR/DPRD, dalam batas penalaran yang wajar.
"Sampai sejauh ini, partai politik masih dan tetap memiliki peran sentral yang memiliki otoritas penuh dalam proses seleksi dan penentuan bakal calon," ujar Saldi Isra.
Sistem Pemilu Coblos Caleg Tetap Berpotensi Terjadi Politik Uang
Terkait dengan kekhawatiran calon anggota DPR/DPRD yang tidak sesuai dengan ideologi partai, Saldi Isra menjelaskan bahwa partai politik memiliki peran sentral dalam memilih calon yang dipandang dapat mewakili kepentingan, ideologi, rencana, dan program kerja partai politik yang bersangkutan.
Di sisi lain, mengenai peluang terjadinya politik uang dalam sistem proporsional terbuka, Saldi Isra mengatakan bahwa pilihan terhadap sistem pemilihan umum apa pun sama-sama berpotensi terjadinya praktik politik uang.
Misalnya dikatakan Saldi Isra, dalam proporsional dalam daftar tertutup praktik politik uang sangat mungkin terjadi di antara elit partai dengan para calon anggota legislatif yang berupaya dengan segala cara untuk berebut nomor urut calon jadi, agar berpeluang atas keterpilihan semakin besar.
"Dengan kata lain pembelian nomor urut calon DPR, DPRD atau jual beli kandidasi dan nomor urut nomination buying, juga merupakan salah satu bentuk praktik politik uang yang juga potensial terjadi dalam sistem proporsional dengan daftar tertutup," kata Saldi Isra
Sementara itu, dijelaskan Saldi Isra, dalam sistem proporsional dengan daftar terbuka juga memiliki peluang terjadinya politik uang. Dalam hal ini menurut dia, bakal calon dan calon yang memiliki sumber daya finansial besar dapat memanfaatkannya untuk memengaruhi pemilih.
Usulan Hakim MK Meminimalisir Politik Uang
Maka dia melanjutkan, untuk menghilangkan atau setidak-tidaknya meminimalisir terjadinya praktik politik uang dalam penyelenggaraan pemilihan umum, seharusnya dilakukan tiga langkah konkret secara simultan.
Pertama yakni partai politik dan para calon anggota DPR, DPRD harus memperbaiki dan meningkatkan komitmen untuk menjauhi dan bahkan sama sekali tidak menggunakan dan terjebak dalam praktik politik uang setiap tahapan penyelenggaraan pemilihan umum.
Kedua menurut Saldi Isra, penegakan hukum harus benar-benar dilaksanakan terhadap setiap pelanggaran pemilihan umum. Khususnya pelanggaran yang berkenanaan dengan politik uang, tanpa membeda-bedakan latar belakangnya baik penyelenggara maupun peserta pemilihan umum.
"Khusus calon anggota DPR, DPRD yang terbukti terlibat dalam praktik politik uang, harus dibatalkan sebagai calon dan diproses secara hukum sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku," kata Saldi Isra.
Bahkan untuk memberikan efek jera, Saldi Isra berpendapat bahwa partai politik yang terbukti membiarkan berkembangnya praktik politik uang dapat dijadikan alasan oleh pemerintah untuk mengajukan permohonan pembubaran partai politik tersebut.
Selain itu, masyarakat perlu diberikan kesadaran dan pendidikan politik untuk tidak menerima dan menolerir praktik money politics, karena jelas-jelas merusak prinsip-prinsip pemilihan umum demokratis.
"Peningkatan kesadaran yang dimaksud tidak saja menjadi tanggung jawab pemerintah dan negara serta penyelenggara pemilihan umum. Namun juga tanggung jawab kolektif parpol, civil society, dan pemilih," ujar dia.
Sikap ini dikatakan Saldi Isra, sesungguhnya merupakan penegasan Mahkamah bahwa praktik politik uang tidak dapat dibenarkan sama sekali. Oleh karena itu, menurut Saldi Isra, praktik politik uang tidak dapat dijadikan dasar untuk mengarahkan tudingan disebabkan oleh sistem pemilihan umum tertentu.
Saldi Isra menegaskan bahwa dalil-dalil Para Pemohon, seperti distorsi peran partai politik, politik uang, tindak pidana korupsi, hingga keterwakilan perempuan tidak semata-mata disebabkan oleh pilihan sistem pemilihan umum.
"Dalam setiap sistem pemilihan umum terdapat kekurangan yang dapat diperbaiki dan disempurnakan tanpa mengubah sistemnya," kata Saldi Isra.
Perbaikan Pemilu dengan Sistem Tertutup Tidak Beralasan
Menurut Mahkamah, tutur Saldi Isra, perbaikan dan penyempurnaan dalam pemilihan umum dapat dilakukan dalam berbagai aspek, mulai dari sistem kepartaian, budaya politik, kesadaran dan perilaku pemilih, hak dan kebebasan berekspresi, serta mengemukakan pendapat, kemajemukan ideologi, kaderisasi dalam tubuh partai politik, hingga kepentingan dan aspirasi masyarakat yang direpresentasikan oleh partai politik.
"Maka dalil-dalil para Pemohon yang pada intinya menyatakan sistem proporsional dengan daftar terbuka sebagaimana ditentukan dalam norma Pasal 168 ayat (2) UU 712017 bertentangan dengan UUD 1945 adalah tidak beralasan menurut hukum untuk seluruhnya," ujar Saldi Isra.
(mdk/gil)