DPR Ingatkan Perjanjian Ekstradisi Jangan Sampai Hanya Menguntungkan Singapura
Komisi III DPR RI mendukung proses ratifikasi perjanjian ekstradisi itu apabila isinya untungkan kedua pihak, Indonesia dan Singapura.
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI akan meratifikasi perjanjian ekstradisi Indonesia dan Singapura. Langkah ini merupakan proses selanjutnya setelah persetujuan itu ditandatangani pada Selasa (25/1) kemarin.
"Soal perjanjian ekstradisi, nanti proses berikutnya tentu adalah meminta persetujuan sebagai bentuk ratifikasi terhadap perjanjian itu oleh parlemen," ujar anggota Komisi III DPR RI Arsul Sani, Rabu (26/1).
-
Siapa yang menjabat di Komisi IX DPR RI? Kris Dayanti, saat menjadi anggota DPR RI, menjabat di Komisi IX yang mengurusi kesehatan, tenaga kerja, dan kependudukan.
-
Kapan Rapat Dengar Pendapat Komisi XI DPR RI bersama BPS berlangsung? “Karena hal ini merupakan kebutuhan yang mendukung kinerja BPS untuk menjalankan tugas dalam menyediakan basis data kependudukan, hingga menjalankan program-program strategis, seperti Registrasi Sosial Ekonomi, hingga Sensus pertanian,” urai Puteri dalam Rapat Dengar Pendapat Komisi XI bersama BPS pada Selasa (5/9).
-
Apa yang di Apresiasi Komisi III dari Jaksa Agung? Komisi III mengapresiasi sikap tegas Jaksa Agung dalam menghadapi oknum Kajari yang ditangkap oleh KPK. Semuanya berlangsung cepat, transparan, tidak gaduh, dan tidak ada upaya beking-membeking sama sekali, luar biasa. Memang harus seperti ini untuk jaga marwah institusi dan kepercayaan masyarakat.
-
Apa yang dikerjakan oleh Kepolisian Republik Indonesia (Polri) di bawah kepemimpinan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo yang mendapat pujian dari Wakil Ketua Komisi III DPR Ahmad Sahroni? “Sebagai mitra kerja kepolisian, Komisi III bangga sekali dengan kinerja Polri di bawah kepemimpinan Pak Kapolri Listyo Sigit. Polri tak hanya menjadi lebih humanis, tapi juga jadi jauh lebih inklusif. Kita bisa sebut semuanya, mulai dari kesetaraan gender, kesetaraan akses masuk tanpa pungli, dan kini pemberian kesempatan bagi penyandang disabilitas untuk mengabdi. Terobosan yang luar biasa,” ujar Sahroni dalam keterangannya, Selasa (27/2).
-
Apa pencapaian Kejagung yang membuat Komisi III DPR memberikan apresiasi? “Komisi III memberi apresiasi luar biasa kepada Kejagung, khususnya saat di bawah kepemimpinan Jaksa Agung ST Burhanuddin ini. Bahkan hasil kepuasan tertinggi ini tidak hanya baru sekali ini saja, tapi juga terjadi pada hasil survei-survei sebelumnya." |Konsistensi inilah yang kadang sangat sulit kita jaga, makanya pencapaian ini harus menjadi contoh bagi lembaga penegak hukum yang lain,” ujar Sahroni dalam keterangan (2/9).
-
Kenapa Komisi III DPR RI mengapresiasi perubahan ujian praktik SIM? Komisi III mengapresiasi respon cepat Korlantas dalam melakukan adaptasi kebijakan, karena intinya ujian sim ini materinya harus relevan. Yg saya liat selama ini materinya seperti jalur angka 8 itu agak tidak masuk akal." "Kalau yang jalur S saya pikir merupakan kondisi yang kerap dihadapi pengguna jalan saat bernanuver menghindari obstacle, jadi masih make sense lah,” ujar Sahroni dalam keterangannya hari ini (3/8).
Namun, Arsul mengingatkan pemerintah agar perjanjian ekstradisi itu hanya menguntungkan Singapura saja. Seharusnya perjanjian tersebut menguntungkan kedua belah pihak.
Komisi III DPR RI mendukung proses ratifikasi perjanjian ekstradisi itu apabila isinya untungkan kedua pihak, Indonesia dan Singapura.
"Kalau perjanjian ekstradisi itu benar-benar berbasis resiprositas, artinya kemanfaatan timbal balik antara pemerintah Indonesia dengan Singapura. Jangan kemudian tidak dikaitkan dengan perjanjian lainnya yang hanya menguntungkan katakanlah Singapura," kata Waketum PPP ini.
Hal ini diingatkan kembali karena sebelumnya Indonesia pernah membuat perjanjian ekstradisi dengan pemerintah Singapura pada sekitar tahun 2007. Perjanjian itu dibuat ketika era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Dalam perjanjian ekstradisi itu terkait pula perjanjian pertahanan. Ekstradisi baru diberikan jika pemberian fasilitas wilayah udara Indonesia untuk pelatihan pertahanan Singapura.
"Nah, DPR akan melihatnya nanti, apakah perjanjian ekstradisi itu mengulang tidak, dibundling dengan kata-kata perjanjian lain yang kita tahu di tahun 2007, kalau tidak salah zaman pemerintahan Pak SBY kan juga pernah dibuat perjanjian yang sama," jelas Arsul.
Ketika itu proses ratifikasi ditolak DPR lantaran lebih menguntungkan pihak Singapura daripada Indonesia.
"Karena dibundling dengan perjanjian yang lain, yaitu perjanjian yang terkait dengan pemberian fasilitas wilayah udara Indonesia untuk pelatihan pertahanan SIngapura, akan waktu itu ditolak oleh DPR," kata Arsul.
Perjanjian Ekstradisi RI-Singapura
Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly menandatangani Perjanjian Ekstradisi Indonesia-Singapura, di Bintan, Kepulauan Riau, Selasa(25/1). Perjanjian itu dilakukan untuk mencegah dan memberantas tindak pidana yang bersifat lintas batas negara seperti korupsi, narkotika, dan terorisme.
Yasonna menjelaskan, Perjanjian Ekstradisi Indonesia-Singapura memiliki masa retroaktif yaitu berlaku surut terhitung tanggal diundangkannya selama 18 tahun ke belakang. Hal tersebut sesuai dengan ketentuan maksimal kedaluwarsa sebagaimana diatur dalam Pasal 78 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Indonesia.
"Selain masa retroaktif, Perjanjian Ekstradisi ini juga menyepakati bahwa penentuan kewarganegaraan pelaku tindak pidana ditentukan pada saat tindak pidana dilakukan," ungkap Yasonna, usai penandatanganan Perjanjian Ekstradisi tersebut, Selasa (25/1).
(mdk/ray)