Eks Komisioner KPU Harap PKPU Pelaksanaan Pilkada di Tengah Pandemi Segera Keluar
Eks Komisioner KPU, Hadar Nafis Gumay, menilai PKPU terkait pelaksanaan Pilkada serentak di tengah pandemi menjadi landasan bagi petugas penyelenggara dalam bekerja.
Eks Komisioner KPU, Hadar Nafis Gumay, menekankan pentingnya Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) yang mengatur pelaksanaan Pilkada serentak 2020 di tengah pandemi. Ini menanggapi kembali dibukanya tahapan Pilkada serentak 2020.
Menurut dia, sejauh ini KPU baru mengeluarkan PKPU yang berisikan tentang jadwal tahapan-tahapan Pilkada serentak. Namun, belum ada aturan tentang tata cara pelaksanaan tahapan Pilkada. Padahal, PKPU terkait pelaksanaan Pilkada serentak di tengah pandemi menjadi landasan bagi petugas penyelenggara dalam bekerja.
-
Kapan Pilkada serentak berikutnya di Indonesia? Indonesia juga kembali akan menggelar pesta demokrasi Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) secara serentak di tahun 2024. Pilkada 2024 akan dilasanakan ada 27 November 2024 untuk memilih gubernur, wali kota, dan bupati.
-
Bagaimana Pilkada 2020 diselenggarakan di tengah pandemi? Pemilihan ini dilakukan di tengah situasi pandemi COVID-19, sehingga dilaksanakan dengan berbagai protokol kesehatan untuk meminimalkan risiko penularan.
-
Apa itu Pilkada Serentak? Pilkada serentak pertama kali dilaksanakan pada tahun 2015. Pesta demokrasi ini melibatkan tingkat provinsi, kabupaten, dan kota.
-
Apa saja yang dipilih rakyat Indonesia pada Pilkada 2020? Pada Pilkada ini, rakyat Indonesia memilih:Gubernur di 9 provinsiBupati di 224 kabupatenWali kota di 37 kota
-
Apa yang dilakukan KPU Jakarta Utara terkait surat suara DPRD DKI Jakarta untuk Pemilu 2024? KPU Jakarta Utara mulai melakukan proses pelipatan suarat suara DPRD Provinsi Jakarta yang melibatkan puluhan pekerja dari kalangan warga sekitar. KPU setempat mulai melakukan proses penyortiran dan pelipatan surat suara secara bertahap.
-
Apa definisi dari Pilkada Serentak? Pilkada Serentak merujuk pada pemilihan kepala daerah yang dilaksanakan secara bersamaan di seluruh wilayah Indonesia, termasuk pemilihan gubernur, bupati, dan wali kota.
"(KPU) sudah mulai kerja tapi gimana cara kerjanya. Kan pelaksanaan itu harus dilakukan secara benar. Secara benar artinya harus ada dasar hukumnya," ujar dia, kepada merdeka.com, Senin (15/6).
Meski demikian, dia mengakui bahwa KPU tidak bekerja sendiri dalam menyusun peraturan. KPU bahkan sangat bergantung kepada pihak lain, yakni kepada DPR dan pemerintah.
PKPU yang dibuat harus dikonsultasikan dengan Komisi II dan Kemenkum HAM. Hal ini tentu akan berpengaruh pada jangka waktu keluarnya PKPU. Dia berharap, baik Komisi II dapat ambil bagian dalam mendorong agar PKPU terkait pelaksanaan Pilkada di tengah pandemi dapat segera terbit.
"Setelah PKPU selesai dibahas dengan Komisi II, Masih ada satu tahap lagi, yaitu sinkronisasi di Kemenkum HAM RI. Kemenkum HAM juga diharapkan bisa bekerja cepat. Jangan lama-lama," ujar dia.
Selain dukungan dari segi peraturan, KPU juga membutuhkan dukungan dari segi dana. Misalnya untuk pengadaan alat proteksi diri. Baik bagi petugas penyelenggara maupun bagi pemilih.
Lebih dari itu, KPU sebenarnya membutuhkan ketersediaan alat proteksi diri dalam bentuk barang daripada diberikan dana untuk belanja. Diharapkan barang-barang pelindung itu dapat tersedia dan digunakan ketika petugas penyelenggara melaksanakan tahapan Pilkada.
"Kan tidak bisa duit yang ditempel di dahi. Atau ditempel di hidung," tegasnya.
Jika alat proteksi diri tidak tersedia, maka akan berdampak pada kinerja para petugas. Tentu para petugas tidak bisa bekerja secara maksimal lantaran tidak tersedianya alat proteksi diri. Dengan demikian kualitas penyelenggaraan pilkada serentak bisa terganggu.
"Ada yang nekat kerja, bisa saja terpapar, tapi kan ada juga yang ragu-ragu untuk bekerja. Nah kalau ragu-ragu untuk bekerja maka mereka tidak melakukan pekerjaan yang harus diselesaikan," tandas dia.
(mdk/lia)