Gerindra Klaim Politisi Sudah Move On dari Pemilu 2024, Hak Angket di DPR Hampir Mustahil
Waketum Partai Gerindra Habiburokhman mengklaim bahwa hampir 95 persen politisi sudah move on dari Pemilu 2024.
Selain perlu serangkaian mekanisme, substansi hak angketnya pun semakin melemah.
Gerindra Klaim Politisi Sudah Move On dari Pemilu 2024, Hak Angket di DPR Hampir Mustahil
Waketum Partai Gerindra Habiburokhman mengklaim bahwa hampir 95 persen politisi yang dia temui, baik rekan-rekan partai politik, pimpinan partai politik, maupun para politisi di DPR RI sudah move on dari Pemilu 2024.
- Fraksi Gerindra Kritik Putusan Ambang Batas Pilkada: Hak Kita Susun UU Dibegal MK
- Gerindra Soal Anies-Sohibul Iman: Deklarasi PKS Belum Penuhi Kuota Pencalonan
- Gerindra Tak Lihat Ada Anggota DPR Keliling Minta Tanda Tangan untuk Hak Angket
- Klaim Pemilu 2024 Lebih Baik dari Sebelumnya, Gerindra Anggap Tidak Perlu Hak Angket DPR
Habiburokhman mengatakan mereka ingin kembali fokus bekerja untuk melayani masyarakat. Mereka pun memahami bahwa dalam pemilu harus ada yang kalah dan menang.
"Mereka ngomong, ya sudahlah, hormati kesempatan yang sekarang ini dinyatakan menang," kata Habiburokhman saat ditemui di Kompleks Parlemen, Jakarta dilansir Antara, Kamis (28/3).
Selain itu, dia menilai wacana hak angket pun sudah semakin mustahil untuk diajukan di DPR. Selain perlu serangkaian mekanisme, substansi hak angketnya pun semakin melemah.
"Hampir enggak mungkinlah, kemungkinannya hanya 3 persen dari 100 gitu, bukan 11 dari 100 ya, 3 persen," kata Wakil Ketua Komisi III DPR RI itu.
Dia mengatakan pengajuan hak angket perlu ditempuh melalui Badan Musyawarah dan juga rapat paripurna. Dalam proses itu pun harus ada pihak yang menjadi inisiator.
"Kan sekarang hanya tinggal beberapa hari ini masa sidang, jarang sekali kita melakukan kegiatan penting di masa reses, hampir nggak pernah," katanya.
Jika ingin memperbaiki sistem pemilu, menurutnya, ada waktu selama lima tahun ke depan. Perbaikan itu bisa dilakukan dengan cara revisi undang-undang di DPR atau melalui uji materi di Mahkamah Konstitusi.