Indonesia Dinilai Belum Mampu Jiplak Korsel Gelar Pemilu di Tengah Covid-19
Salah satu aspek penting dalam pelaksanaan pemilu di tengah pandemi Covid-19, kata dia, yakni prinsip pemilu yang bebas dan adil. Salah satunya memastikan pemilih bebas dari tekanan dan intimidasi.
Direktur Eksekutif Perludem Titi Anggraini mengatakan, Indonesia dinilai belum mampu meniru Korea Selatan untuk menyelenggarakan pemilihan umum (pemilu) di tengah pandemi Covid-19. Dia menyebut ada sejumlah hal yang harus dipelajari Indonesia dari Korea Selatan.
Salah satu aspek penting dalam pelaksanaan pemilu di tengah pandemi Covid-19, kata dia, yakni prinsip pemilu yang bebas dan adil. Salah satunya memastikan pemilih bebas dari tekanan dan intimidasi.Dalam konteks ini, intimidasi yang dimaksud tak lain kecemasan dan pertanyaan masyarakat, apakah mereka bisa menggunakan hak pilih di TPS tanpa terjangkit Covid-19.
-
Bagaimana Pilkada 2020 diselenggarakan di tengah pandemi? Pemilihan ini dilakukan di tengah situasi pandemi COVID-19, sehingga dilaksanakan dengan berbagai protokol kesehatan untuk meminimalkan risiko penularan.
-
Mengapa Pemilu 2019 di sebut Pemilu Serentak? Pemilu Serentak Pertama di Indonesia Dengan adanya pemilu serentak, diharapkan agar proses pemilihan legislatif dan pemilihan presiden dapat dilakukan dengan lebih efisien dan efektif.
-
Apa gejala Covid Pirola? Mengenai gejala yang ditimbulkan akibat infeksi Pirola, diketahui belum ada gejala yang spesifik seperti disampaikan ahli virologi dari Johns Hopkins University, Andrew Pekosz, dilansir dari Liputan 6.Namun, tetap saja ada tanda-tanda yang patut untuk Anda waspadai terkait persebaran covid Pirola. Apabila terkena COVID-19 gejala umum yang terjadi biasanya demam, batuk, sakit tenggorokan, pilek, bersih, lelah, sakit kepala, nyeri otot serta kemampuan indera penciuman berubah, maka gejala covid Pirola adalah sakit tenggorokan, pilek atau hidung tersumbat, batuk dengan atau tanpa dahak, dan sakit kepala.
-
Kenapa Pilkada tahun 2020 menarik perhatian? Pilkada 2020 menarik perhatian karena dilaksanakan di tengah pandemi Covid-19. Pilkada di tahun tersebut dilaksanakan dengan penerapan protokol kesehatan ketat untuk menjaga keselamatan peserta dan pemilih.
-
Kenapa Covid Pirola mendapat perhatian khusus? Namun, para pemerhati kesehatan dan ahli virus memberi perhatian lebih terhadap subvarian ini lantaran kemampuan Pirola dalam melakukan breakthrough infections lebih tinggi dibandingkan varian lainnya. Ketika sebuah varian atau subvarian virus COVID memiliki kemampuan breakthrough infections yang tinggi maka akan menyebabkan kasus re-infeksi semakin tinggi.
-
Apa arti Pemilu? Berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, Pemilu atau Pemilihan Umum merupakan sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat untuk memilih Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Anggota Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil Presiden serta Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
"Intimidasi itu bisa juga intimidasi psikis, atau emosional. perasaan aman, terlindungi, kalau dia memilih tidak akan tercederai. Itu yang betul-betul bisa kita lihat dari praktik di Korea Selatan," ujar dia, Selasa (21/4).
Menilik pengalaman Korsel, angka pengguna hak pilih dalam negeri naik dari pemilu sebelumnya. Sementara jumlah warga korea di luar negeri yang menggunakan hak pilih justru menurun.
"Di luar negeri. Hanya 40.000-an pemilih di dari 171.000 pemilih yang menggunakan hak pilihnya. Pemilih di luar negeri yang menggunakan hak pilih sebesar 23,8 persen dibandingkan Pemilu Sebelumnya tahun 2016 pemilu National Assembly itu 41,4 persen," paparnya.
"Saya melihat rasa aman bisa dijamin ketika dia ada di dalam negeri. Tapi tidak bisa diberikan sepenuhnya ketika berada di luar negeri," ujar dia.
Konteks keberhasilan pelaksanaan pemilu di Korsel juga tidak bisa dilepaskan dari keberhasilan pemerintah setempat dalam mengatasi Covid-19. Sebab keberhasilan tersebut, memberikan keyakinan kepada masyarakat.
"Pemilu Korea terselenggara di tengah apresiasi dunia pada keberhasilan Korsel untuk mengatasi Covid-19. Korsel menjadi rujukan banyak negara. Itu meningkatkan kepercayaan yang tinggi kepada aktor-aktor negara di sana terkait keselamatan dan kesehatan masyarakat. Ditambah kultur masyarakat Korsel yang disiplin. Kedisiplinan warga negara yang membuat Pemilu bisa berhasil," jelasnya.
"Ketika ada kode periode bahwa harus jaga jarak, menggunakan masker, hand sanitizer ketika berproses di TPS itu kan berpengaruh besar. Jadi kultur pemilihannya berkontribusi bagi berhasilnya proses pemilu," lanjut dia.
Kemampuan dan kapasitas kelembagaan penyelenggara pemilu untuk meyakinkan untuk tampil meyakinkan dan membangun kepercayaan publik juga penting. Di Korsel, penyelenggara pemilu mampu meyakinkan pemilih bahwa mereka bisa bekerja profesional dalam menyelenggarakan pemilu. “Jadi ada kredibilitas dan kepercayaan publik yang tinggi pada penyelenggara pemilu, bahwa pemilu bisa berjalan dengan baik, dengan protokol yang sejalan, bisa proteksi keselamatan,” jelas dia.
Selain itu, ada dukungan perangkat elektoral yang memungkinkan pemilu beradaptasi dengan kondisi emergency seperti pandemi Covid-19. Perangkat elektoral yang dia maksud yakni instrumen hukum yang menjadi dasar pelaksanaan pemilu.
"Mulai dari kerangka hukum. Jadi instrumen hukum di Korsel mampu beradaptasi dengan situasi krisis. Misalnya tadi dengan adanya mekanisme memilih lebih awal. tidak harus bergerombol pada hari H. Tanggal 10 dan 11. di beberapa negara harus lapor dulu agar bisa memilih lebih awal,” ujar dia.
"Memilih lewat pos dan untuk disabilitas bahkan bisa memilih lewat alat bantu telepon. Hanya saja memang dilakukan penyesuaian, ada adaptasi, misalnya untuk jangkauan siapa saja yang bisa pilih lewat pos itu diperluas. Lalu memilih lebih awal itu juga diperluas. Jadi implementasi saja yang diadaptasi dengan situasi krisis," imbuhnya.
Oleh karena itu, jika prinsip-prinsip di atas masih belum bisa dipenuhi oleh Indonesia, maka akan sulit bagi Indonesia untuk menyelenggarakan pemilu di tengah pandemi Covid-19. Karena itu, Perludem berpandangan bahwa penyelenggaraan pilkada serentak pada 9 Desember 2020 baka sulit direalisasikan.
"9 Desember dalam situasi seperti saat ini, konteks Indonesia menurut kami di Perludem sangat tidak memungkinkan atau sangat berisiko kalau kita tetap melaksanakan pilkada. Paling memungkinkan di 2021, dengan waktu yang lebih memadai jadi UU mestinya waktu pilihan, dipilih waktu yang paling memadai, paling panjang di 2021,” terang dia.
"Juga kewenangan yang diberikan kepada KPU untuk melakukan penyesuaian teknis Pemilu atau pengelolaan tahapan. yang bisa beradaptasi dengan situasi krisis yang kita hadapi. Misalnya dalam analisis KPU ada daerah yang masih krisis bisa saja dalam peraturan yang dibuat KPU itu dilakukan penyesuaian," tandasnya.
Baca juga:
Pelaksanaan Pilkada Serentak Lebih Memungkinkan Digelar Akhir 2021
Ketua KPU Ragu Pilkada Serentak Bisa Digelar 9 Desember 2020
DPR dan Pemerintah Sepakat Pilkada Serentak Digelar 9 Desember 2020
Pilkada 2020 Ditunda, KPU Tawarkan 3 Opsi Waktu Pelaksanaan
KPK Awasi Pengalihan Anggaran Pilkada 2020 Untuk Penanganan Corona
Komnas HAM Dukung Penundaan Pilkada Demi Hak Kesehatan Publik