Ini strategi pilkada serentak tetap jalan walau ada calon tunggal
Tujuh daerah terancam gagal lantaran hingga perpanjangan masa pendaftaran hanya mempunyai satu calon.
Komisi Pemilihan Umum (KPU) resmi menutup waktu perpanjangan pendaftaran bakal calon pilkada serentak pada Senin (3/8) pukul 16.00 Wib. Perpanjangan waktu itu lantaran 13 daerah hanya memiliki satu pasangan hingga pendaftaran tahap pertama calon kepala daerah berakhir pada Selasa (28/7) lalu.
Dari 13 daerah yang terancam gagal ikut pilkada serentak, enam daerah akhirnya dapat ikut serta dalam pesta demokrasi yang sedianya dilangsungkan pada 9 Desember itu. Sementara tujuh daerah terancam gagal lantaran hingga perpanjangan masa pendaftaran hanya mempunyai satu calon.
"Daerah yang hanya satu pasangan calon ada tujuh, yaitu Tasikmalaya, Surabaya, Blitar, Pacitan, Mataram, Timor Tengah Utara (NTT) dan Samarinda," kata Ketua KPU Husni Kamil Manik saat menggelar konferensi pers di kantornya, Senin (3/8) malam.
Sehingga, berdasarkan peraturan KPU (PKPU) Nomor 12 tahun 2015 Pilkada di tujuh daerah itu harus ditunda sampai periode berikutnya atau di Tahun 2017, karena hanya mempunyai satu pasangan calon. Sayangnya, pengunduran pilkada tersebut belum menjamin tujuh daerah itu bakal mempunyai dua pasangan calon kepala daerah.
Sementara itu, dalam rapat konsultasi pimpinan DPR, DPD, MPR, KPU, DKPP, dan Bawaslu serta sejumlah perwakilan partai politik di Istana Bogor pada Rabu (5/8) siang, Presiden Jokowi menolak opsi untuk menerbitkan Perppu agar mengakomodir calon tunggal untuk langsung ditetapkan saja ketimbang melakukan penundaan pemilihan kepala daerah.
Lalu apakah tujuh daerah itu dapat ikut pilkada serentak kendati hanya ada calon tunggal? Berikut strategi pilkada serentak tetap jalan walau ada calon tunggal:
-
Apa itu Pilkada Serentak? Pilkada serentak pertama kali dilaksanakan pada tahun 2015. Pesta demokrasi ini melibatkan tingkat provinsi, kabupaten, dan kota.
-
Apa definisi dari Pilkada Serentak? Pilkada Serentak merujuk pada pemilihan kepala daerah yang dilaksanakan secara bersamaan di seluruh wilayah Indonesia, termasuk pemilihan gubernur, bupati, dan wali kota.
-
Kenapa Pilkada Serentak dianggap penting? Sejak terakhir dilaksanakan tahun 2020, kali ini Pilkada serentak diselenggarakan pada tahun 2024. Dengan begitu, penting bagi masyarakat Indonesia untuk mengetahui kapan Pilkada serentak dilaksanakan 2024.
-
Mengapa Pilkada penting? Pilkada memberikan kesempatan kepada warga negara untuk mengekspresikan aspirasi mereka melalui pemilihan langsung, sehingga pemimpin yang terpilih benar-benar mewakili kehendak dan kebutuhan masyarakat setempat.
-
Kenapa Pilkada itu penting? Pilkada artinya singkatan dari Pemilihan Kepala Daerah, adalah salah satu momen krusial dalam sistem demokrasi kita.
-
Mengapa Pilkada Serentak diadakan? Ketentuan ini diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, yang bertujuan untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas dalam pelaksanaan pemilihan, serta mengurangi biaya penyelenggaraan.
Mekanisme Bumbung Kosong seperti pilkades
Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mengatakan, pemerintah sudah berdiskusi dengan berbagai pihak, antara lain partai politik, anggota DPR serta para pengamat terkait opsi-opsi yang bisa dilakukan terhadap daerah-daerah yang masih memiliki satu pasang calon. Pemerintah, kata dia, mempunyai opsi menggunakan mekanisme Bumbung Kosong dan menunda Pilkada di daerah-daerah yang masih memiliki satu pasang calon.
"Kami dan Menteri Hukum dan HAM, Dirjen Otda, sudah rapat dengan sesama Eselon I di bawah koordinasi Sesmenko Polhukam menyiapkan berbagai opsi seandainya besok mendadak harus ada ratas kabinet untuk membahas masalah ini. Walaupun masih tanggal 9 Desember, tetapi kan harus opsi-opsi ini harus kita bahas," papar Tjahjo di Kantor Kementerian Dalam Negeri, Jakarta Pusat, Senin (3/8).
"Satu pasang pun harus diperhatikan hak konstitusionalnya dalam pilkada. Apakah mekanismenya menggunakan sistem Pilkades dengan sistem Bumbung Kosong," imbuhnya,
Risikonya, apabila masyarakat di daerah tersebut banyak yang memilih Bumbung Kosong ketimbang pasangan calon yang diusung parpol, maka Kementerian Dalam Negeri akan menunjuk Pelaksana Tugas Kepala Daerah untuk ditempatkan di daerah tersebut. "Kalau gubernur (penunjukan) lewat Keppres, bupati-walikota dengan surat keputusan Mendagri," tutur Tjahjo.
Meski baru mengungkap dua opsi, namun Tjahjo mengatakan, kemungkinan masih ada opsi lain yang potensial diajukan sesuai kesepakatan berbagi pihak. "Atau nanti Pak Laoly bersama dengan Kementerian Dalam Negeri, Ditjen Otda menyiapkan berbagai opsi yang nanti akan dibahas bersama KPU dan juga konsultasi kemungkinan DPR dengan bapak presiden. yang saya dengar, DPR sudah akan mengajukan konsultasi. Besok kita akan menyiapkan opsi-opsi itu kepada bapak presiden melalui Mensesneg, kemudian Menko Polhukam juga menyampaikan opsi apa yang bisa digunakan," ucap Tjahjo.
Bumbung kosong adalah tanda gambar kosong yang dimunculkan jika calon yang maju hanya satu orang atau calon tunggal. Sebagai contoh, jika kondisi calon kades hanya satu orang dan tidak ada lawan, dia tidak bisa langsung memilih. Dia harus melawan 'partai golput' yang berupa bumbung kosong itu. Jadi dalam surat suara ada dua gambar.
Tanda gambar calon kades, yang biasanya berupa gambar buah-buahan, dan gambar bumbung kosong yang biasanya berupa gambar kosong. Nah jika yang banyak dipilih adalah bumbung kosong atau partai golput, maka si calon kades dinyatakan gugur. Dengan kata lain dia dianggap tidak legitimate. Maka dicari calon baru.
Solusi calon tunggal di pilkada, revisi UU atau perppu
Anggota Komisi II DPR Fraksi PDIP, Diah Pitaloka menilai ada dua jalan keluar dari buntunya proses Pilkada serentak 2015 karena hanya ada calon tunggal di beberapa daerah. Selain dengan revisi terbatas UU Pilkada, bisa juga diselesaikan dengan Perppu.
"Konsekuensi secara normatif dalam kerangka calon tunggal ini adalah Revisi UU secara terbatas yang di tengah prosesnya sedang berjalan ada konsekuensi-konsekuensi yang bisa mengganggu Pilkada itu sendiri misalnya harus berubah lagi PKPU dan anggaran yang sudah disusun oleh masing-masing daerah selain juga persiapan yang sudah dilakukan oleh penyelenggara Pilkada di daerah tersebut," kata Diah dalam keterangan tertulisnya, Jakarta, Senin (4/8).
Selain itu menurut Diah, kemungkinan lain cara memecah kebuntuan ialah dengan penerbitan Perppu dari pemerintah. Perppu tersebut bisa menjadi landasan hukum yang diperlukan untuk pelaksanaan Pilkada dengan calon tunggal. Ataupun bisa jadi Perppu tersebut juga mengesahkan perpanjangan masa pencalonan sampai menemukan kandidat lain.
Diah juga menyadari adanya celah bagi sistem Pilkada dalam PKPU. Sebab ada pasal yang menyoal mengenai calon tunggal setelah tenggat masa waktu perpanjangan. Hal tersebut akan berakibat pada munculnya kekosongan hukum.
"Dalam kerangka esensi demokrasi terlepas memang harus diakui banyaknya kelemahan UU Pilkada yang sekarang karena revisinya dijalankan dalam waktu yang cukup singkat untuk ukuran sebuah UU," tuturnya.
Di sisi lain menurut Diah, ada beberapa kemungkinan yang harus diketahui publik terkait mengapa hanya ada calon tunggal di suatu daerah. Pertama karena begitu kuatnya kepercayaan rakyat terhadap kepala daerah tersebut sehingga hampir dipastikan tidak ada saingan. Sedangkan yang kedua karena begitu kuatnya kekuasaan yang dimiliki seorang kepala daerah.
"Karena menyangkut politik anggaran dan birokrasi. Sehingga tidak menemukan lawan yang melampaui kekuatan tersebut sehingga tidak melahirkan saingan dalam kontestasi Pilkada," pungkasnya.
Diah menegaskan bahwa dirinya tidak sepakat jika ada kekosongan jabatan sampai Pilkada 2017. Sebab jabatan tersebut hanya akan diisi oleh Pejabat Sementara (Pjs) dengan tugas dan wewenang yang terbatas.
"Akan ada potensi terhambatnya pembangunan karena Pjs tidak punya hak anggaran. Dan perlu adanya sistem control yang kuat mengingat tanpa proses electoral kekuasaan yang dipegang tetap punya potensi untuk diselewengkan," tutupnya.
KPU sebut perpanjangan waktu solusi buat daerah dengan calon tunggal
Ketua KPU Husni Kamil Manik mengatakan, langkah alternatif bagi 7 daerah yang masih memiliki satu pasangan calon kepala daerah adalah melalui perpanjangan waktu pendaftaran. Husni mengatakan, langkah tersebut bisa dilakukan apabila ada rekomendasi Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).
"Kira-kira alternatifnya adalah perpanjangan tapi tentu kami harus lihat rekomendasinya (Bawaslu) seperti apa," kata Husni di Istana Kepresidenan, Bogor, Jawa Barat, Rabu (5/8).
Apabila Bawaslu merekomendasikan kepada KPU untuk memperpanjang waktu pendaftaran calon kepala daerah, maka perpanjangan waktu bisa digelar KPU paling lambat 7 hari setelah KPU menyepakati rekomendasi Bawaslu tersebut.
Payung hukum melaksanakan perpanjangan waktu pendaftaran calon kepala daerah, lanjut KPU, adalah rekomendasi Bawaslu dan Undang-undang Nomor 15 Tahun 2011.
"Masih tentatif ya, kemungkinan paling lambat 7 hari. (Payung hukumnya) Ya rekomendasi itu. Undang-undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang penyelenggara pemilu," ujar Husni.
Husni menegaskan, KPU akan patuh terhadap segala ketentuan undang-undang. Apabila dalam perpanjangan waktu pasangan calon di daerah-daerah tersebut tidak bertambah, maka KPU akan kembali ke peraturan awal yakni menunda pilkada serentak untuk daerah-daerah tersebut.
"Maka tetap yang berlaku adalah pengaturan kemarin. Kita akan undur sampai 2017," tutur Husni.
Husni mengatakan, apabila KPU menerima rekomendasi Bawaslu, langkah tersebut tidak berarti KPU tidak punya sikap. Husni menegaskan, setiap langkah KPU memiliki dasar hukum.
"KPU kan enggak ada mencla-mencle, kan ada dasarnya. Kecuali tidak ada dasarnya," ucap Husni.
Jimly usul calon tunggal pilkada pakai sistem yes atau no
Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Jimly Asshiddiqie mengatakan jika hanya ada calon tunggal di pilkada serentak berikutnya sebaiknya memakai sistem 'yes' atau 'no' di kertas pemilihan tersebut.
"Saya sarankan, agar tidak terjadi lagi masalah seperti pilkada tahun ini pakai sistem yes atau no di kertas pemilihan. Ini untuk calon tunggal," kata Jimly di gedung DKPP, Jakarta Pusat, Rabu (5/8).
Dia menambahkan hal itu untuk mengantisipasi kejadian yang sama terulang di di tahun berikutnya. "Ini buat pelajaran bagi penyelenggara pemilu ke depannya," kata dia.
Jimly menjelaskan dengan sistem yes atau no, calon tunggal bisa tetap maju di pilkada dan masyarakat nantinya akan mencoblos kertas tersebut. Jika mayoritas mencoblos yes maka calon tunggal itu menang dan jika masyarakat memilih no berarti pemimpin kepala daerah itu ditunjuk langsung oleh pemerintah.
"Kalau ada calon tunggal kertasnya cukup satu saja, di kertasnya hanya ditulis ya atau tidak. Seperti referendum tapi tetap disebut pemilihan," pungkas mantan ketua Mahkamah Konstitusi ini.