Isu ambang batas parlemen di RUU Pemilu kembali jadi polemik
Partai NasDem mengusulkan parliamentary threshold dinaikkan menjadi 7 persen.
Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo mengatakan saat ini Rancangan Undang-Undang (RUU) Pemilu masih dalam tahap pembahasan di pemerintah. Namun, pihaknya akan tetap mendengar masukan dari partai politik (Parpol). Salah satu hal yang menjadi polemik adalah parliamentary threshold atau ambang batas suara bagi parpol untuk lolos ke DPR.
Hal tersebut juga menanggapi usulan Partai NasDem yang meminta ambang batas parlemen dari 3,5 persen menjadi 7 persen. "Saat ini RUU Pemilu masih digodok di pemerintah. Masih perlu diputuskan di kabinet," ujar Tjahjo di Kantor Kemendagri, Jakarta, Kamis (21/7).
Tjahjo menjelaskan, RUU Pemilu harus dapat menjaga kedaulatan partai politik dan rakyat secara bersamaan. Selain itu juga mempertimbangkan seluruh usulan baik sistem proporsional tertutup maupun terbuka dalam pemilu serentak nantinya. Mengenai kewenangan partai politik untuk mencari calon anggota legislatifnya sendiri, Tjahjo mengatakan bahwa hal itu merupakan hak partai dengan segala prosesnya. Semakin modern tentunya semakin transparan prosesnya.
"Kita kembalikan ke Parpol lah rekrutmennya. Harus ada psikotes, harus tahu rekam jejaknya. Sama kaya jadi polisi dan tentara," jelasnya.
Sementara itu Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menyatakan menolak usul Partai NasDem. Menurut Wakil Ketua Majelis Syuro Hidayat Nur Wahid, kenaikan parliamentary threshold tidak boleh terlalu drastis. Hidayat mengaku hanya ingin kenaikan itu sampai 5 persen saja.
"Kita sepakat untuk menaikkan. Ya tapi tidak sampai 7 persen. Kami rasional saja berkisar 5 persen," kata Hidayat di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Jumat (22/7).
Wakil Ketua MPR ini menilai, usulan kenaikan ambang batas parlemen menjadi 7 persen sangat tidak rasional. Sebab, tegas dia, hal itu hanya akan menimbulkan gejolak dan kegaduhan politik nasional saja. Selain dianggap tidak rasional, Hidayat juga menilai jika nantinya kenaikan ambang batas parlemen menjadi 7 persen itu akan menggusur sejumlah partai akibat tidak tercapainya target tersebut.
"Kami memahami pentingnya persentase threshold, dan itu memang selalu terjadi dari pemilu ke pemilu. Selalu terjadi peningkatan," jelas Hidayat.
"Tapi kalau langsung loncat jadi 7 persen, saya kira itu juga kurang rasional dan juga kurang praktis. Karena terlalu banyak nanti yang akan tergusur hanya karena tidak menjalani 7 persen," pungkasnya.
Sedangkan Ketua Fraksi Demokrat DPR Edhie Baskoro Yudhoyono (Ibas) mengatakan, partainya belum menyikapi lebih jauh mengenai usulan kenaikan ambang batas parlemen.
"Sejauh ini Demokrat dan FPD belum menentukan kemungkinan menaikkan ambang batas dalam pemilu baik pilpres maupun legislatif khususnya," kata Ibas dalam pesan tertulisnya, Jumat (22/7).
"Namun kami FPD siap membahas sedini mungkin hal ini, untuk persiapan pemilu ke depan yang berkualitas," ujarnya lebih lanjut.
Ibas mengatakan, guna mengakomodir hal tersebut, pemerintah dan DPR harus segera menyiapkan payung hukum, agar pelaksanaan pemilu bisa berjalan dengan demokratis.
Dia menekankan pentingnya efisiensi dan efektivitas dalam penyelenggaraan pemilu, agar jangan sampai mengorbankan esensi demokrasi itu sendiri, yakni soal kedaulatan rakyat.
"Kami sepakat bahwa sistem demokrasi adalah yang terbaik untuk mewujudkan kedaulatan dalam memilih dan dipilih secara langsung. Oleh karenanya segala persiapan pemilu khususnya payung hukum harus segera dibahas bersama," kata Ibas.
"Mengawal sistem pemilu multipartai yang lebih sederhana dan kuat itu sebuah cita cita. Akan tetapi, demokrasi juga harus diartikan sebagai proses besar dari rakyat, untuk rakyat, dan oleh rakyat. Bukan sekedar membatasi hak-hak memilih dan dipilih untuk tujuan besar bangsa," tandasnya.
Baca juga:
Sepakat naik, PKS setuju parliamentary treshold 5 persen
Soal parliamentary treshold, Demokrat belum ambil sikap
Politikus PDIP sebut sistem proporsional tertutup bikin pemilu hemat
Cegah uang panas ke relawan & parpol, UU perlu atur dana pra-Pemilu
Sudah saatnya undang-undang pemilu dikodifikasi
Pemerintah berencana revisi UU Pemilu, ini alasannya
Pro kontra RUU Pilkada, wali kota Kediri cuek
-
Apa itu Pemilu? Pemilihan Umum atau yang biasa disingkat pemilu adalah suatu proses atau mekanisme demokratis yang digunakan untuk menentukan wakil-wakil rakyat atau pemimpin pemerintahan dengan cara memberikan suara kepada calon-calon yang bersaing.
-
Apa tujuan utama Pemilu di Indonesia? Tujuan Pemilu secara Umum Tujuan pemilihan umum (Pemilu) secara umum adalah untuk memilih wakil rakyat dan membentuk pemerintahan baru sesuai dengan kehendak rakyat.
-
Apa yang dimaksud dengan Pemilu? Pemilu adalah proses pemilihan umum yang dilakukan secara periodik untuk memilih para pemimpin dan wakil rakyat dalam sistem demokrasi.
-
Apa tujuan utama dari Pemilu di Indonesia? Tujuan utama dari pemilu adalah untuk menjunjung tinggi sistem demokrasi, di mana partisipasi warga negara dalam proses politik sangat penting.
-
Apa arti Pemilu? Berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, Pemilu atau Pemilihan Umum merupakan sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat untuk memilih Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Anggota Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil Presiden serta Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.