Manuver Pansus angket KPK saat Kapolri tolak hadirkan Miryam
Pansus angket juga mengancam bakal tidak membahas anggaran untuk KPK dan Polri jika Miryam tidak dapat dihadirkan di DPR. Sebab, ketidakhadiran Miryam tersebut secara tidak langsung telah merendahkan DPR sebagai lembaga rakyat yang memiliki tugas dan kewenangannya.
Pansus angket KPK melakukan sejumlah manuver menyikapi pernyataan Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian yang menolak untuk menjemput paksa Miryam S Haryani, apabila mangkir tiga kali dari panggilan Pansus angket KPK. Pansus angket kembali melayangkan pemanggilan untuk kedua kalinya kepada Miryam agar bisa datang ke DPR.
Anggota Pansus angket KPK dari Fraksi Golkar, Bambang Soesatyo (Bamsoet) mengaku sangat kecewa dengan pernyataan Kapolri Tito yang menolak keinginan Pansus. Menurutnya, merujuk pada UU MD3 telah jelas diatur masalah pemanggilan paksa merupakan tugas dari Polri.
"Nah, kalau sekarang Polri tiba-tiba menolak, masa DPR harus minta bantuan Kopassus atau TNI sementara di UU-nya jelas, itu tugas Polri," kata Bambang melalui keterangan tertulis, Selasa (20/6).
Bambang mengingatkan Tito bahwa masuknya aturan pemanggilan paksa seseorang dengan bantuan Polisi merupakan permintaan mantan Kapolri Jenderal Sutarman. Ketentuan itu tertuang dalam pasal 204 dan 205 UU MD3.
Rumusan itu dikemukkaan Sutarman untuk menjawab permintaan anggota pansus RUU MD3 masalah pemanggilan paksa. Oleh karena itu, kata Bambang, tak ada alasan bagi Kapolri untuk tidak menjalankan perintah DPR.
"Rumusan tersebut menurut Kapolri sudah sangat cukup untuk Polri melaksanakan perintah DPR. Tidak perlu diatur lebih detail," tandasnya.
Anggota Pansus angket KPK dari Fraksi PPP Arsul Sani juga menyentil pernyataan Kapolri Tito. Arsul menyarankan Tito untuk berdiskusi dengan seniornya, Jenderal (Purn) Pol Sutarman terkait pembahasan pasal 205 UU MD3 tentang pemanggilan paksa.
Oleh sebab itu, Kapolri Tito diharap tidak hanya bertanya kepada pakar yang tidak mengikuti dan membaca risalah-risalah rapat tentang pasal 205 tersebut. Tetapi juga berdiskusi dengan pimpinan Polri pada waktu itu yang Kapolrinya Jenderal Sutarman.
Arsul menyebut diskusi tersebut diperlukan agar Tito tidak kesulitan menafsirkan pasal pemanggilan paksa. Meski begitu, dia meyakini Tito akan berdiskusi dengan semua pihak yang terlibat dalam proses pembahasan pasal tersebut.
"Semua yang terlibat dalam pembahasan pasal 205 tersebut masih hidup baik yang berasal dari Polri, pemerintah maupun DPR. Jadi Pak Tito tidak akan kesulitan menelusurinya," tegasnya.
-
Apa yang jadi dugaan kasus KPK? Pemeriksaan atas dugaan pemotongan dan penerimaan uang, dalam hal ini dana insentif ASN Bupati Sidoarji Ahmad Muhdlor Ali diperiksa KPK terkait kasus dugaan pemotongan dan penerimaan uang, dalam hal ini dana insentif ASN di lingkungan BPPD Pemkab Sidoarjo.
-
Bagaimana DPR menggunakan hak angket? DPR memiliki wewenang penuh untuk melakukan pemeriksaan, memanggil saksi, dan mengumpulkan bukti terkait hal yang menjadi objek hak angket.
-
Apa jabatan Basaria Panjaitan di KPK? Melansir dari merdeka.com, Basaria diangkat menjadi Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
-
Kapan kasus pungli di rutan KPK terungkap? Kasus tersebut rupanya dilakukan secara terstruktur oleh salah satu mantan pegawai KPK bernama Hengki. Di saat yang bersamaan, penyidik KPK yang juga mengusut kasus pungli tersebut telah mengumumkan Hengki sebagai tersangka.
-
Kapan DKPP menjatuhkan sanksi kepada Ketua KPU? DKPP menjelaskan, pelanggaran dilakukan Hasyim terkait pendaftaran pencalonan Gibran Rakabuming Raka sebagai bakal calon wakil presiden pada 25 Oktober 2023.
-
Kapan KPK menahan Mulsunadi? "Untuk kebutuhan penyidikan tim penyidik melakukan penahanan MG untuk 20 hari pertama terhitung tanggal 31 Juli 2023 sampai dengan 19 Agustus 2023
Mukhammad Misbakhun ©dpr.go.id
Tak hanya itu, Pansus angket juga mengancam bakal tidak membahas anggaran untuk KPK dan Polri jika Miryam tidak dapat dihadirkan di DPR. Sebab, ketidakhadiran Miryam tersebut secara tidak langsung telah merendahkan DPR sebagai lembaga rakyat yang memiliki tugas dan kewenangannya.
"Bukan (memotong). Kita tidak memotong anggaran apa pun. Pembahasan anggaran 2018 tidak akan dibahas bersama Kepolisian dan KPK," kata Anggota Pansus angket KPK Mukhamad Misbakhun di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (20/6).
Langkah itu bisa digunakan apabila KPK dan Polri tidak menjalankan amanat UU MD3 untuk menghadirkan Miryam ke rapat Pansus angket. Menurut Misbakhun mayoritas anggota Pansus mengamini usulannya untuk menggunakan hak budgeter DPR dalam masalah ini.
Konsekusensinya, KPK dan Polri tidak akan memiliki anggaran untuk tahun 2018. "Bukan tidak cair, tapi 2018 mereka tidak punya postur anggaran," tegasnya.
Misbakhun menyebut pihaknya hanya menggunakan kewenangan DPR. Politikus Partai Golkar mengaku akan meminta Komisi III DPR mempertimbangkan untuk menahan pembahasan anggaran untuk Kepolisian dan KPK.
"Saya meminta komisi III mempertimbangkan pembahasan anggaran untuk Kepolisian dan KPK. Dan ini sudah di ruang lingkup pansus sudah kita bicarakan dan untuk mulai mempertimbangkan itu," terang dia.
Usulan ini dilontarkan karena KPK dan Polri seolah menunjukkan hegemoni antar lembaga lewat kewenangan masing-masing institusi. Padahal, ketentuan mengenai panggilan paksa dengan melibatkan unsur Polri telah diatur dalam UU MD3.
Seperti diketahui, Kapolri Jendral Polisi Tito Karnavian menolak keinginan pansus angket yang meminta kepada polisi untuk menghadirkan paksa Miryam S Haryani apabila tiga kali tak hadir dalam rapat pansus di DPR RI. Karena aturan dalam pasal 204 UU Nomor 17 tahun 2014 tentang MD3 tidak dijelaskan berdasarkan hukum acaranya.
"Kalau ada permintaan teman-teman DPR untuk panggil paksa kemungkinan besar tidak kami laksanakan karena ada hukum acara yang belum jelas di dalam UU-nya," kata Tito di gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Senin (19/6).
Kapolri Tito Karnavian tanggapi status tersangka Ahok ©2016 merdeka.com/imam buhori
Karena menurut Tito, pemanggilan paksa itu jika dikaitkan dengan KUHAP sama saja melakukan suatu penahanan.
"Kalau kita kaitkan ke KUHAP maka menghadirkan paksa itu sama dengan surat perintah membawa atau melakukan penangkapan, upaya paksa penyanderaan itu sama dengan penahanan," ujarnya.
Lebih lanjut, Tito memberikan saran kepada DPR jika ingin mengetahui secara jelas tentang hukumnya, DPR bisa langsung ke Mahkamah Agung agar lebih jelas lagi.
Sebelumnya Anggota Pansus Hak Angket KPK, Bambang Soesatyo mengancam bahwa pihaknya akan meminta langsung bantuan kepada Polri untuk bisa menghadirkan paksa Miryam S Haryani. Ini tertuang dalam Pasal 204 UU MD3 yang memperbolehkan adanya pemanggilan paksa oleh Kepolisian.
Baca juga:
Pansus DPR ancam bekukan anggaran, KPK usul rakyat patungan
Ini kata Ketua Banggar soal rencana bekukan anggaran Polri dan KPK
Soal jemput paksa, Pansus angket minta Tito diskusi dengan seniornya
DPR ancam tak bahas anggaran Polri & KPK karena tak hadirkan Miryam
Sehari diresmikan, posko hak angket KPK terima laporan salah alamat
Kapolri tolak panggil paksa Miryam, ini kata pimpinan Pansus KPK
Bamsoet: Masa DPR harus minta bantuan Kopassus panggil Miryam