Kisah Sunan Drajat Membuat Preman Sakti Mandraguna Menyerah Hanya Dengan Menggunakan Tembang Pangkur
Kisah karomah Sunan Drajat begitu menakjubkan. Hanya dengan tembang pangkur akhirnya preman sakti mandraguna bertekuk lutut.
Secara harfiah, karomah berarti kemuliaan. Jika kita mengacu pada pengertian tersebut, istilah yang terdiri dari tiga huruf hijaiyah, yaitu kaf, ra, dan mim, memang merujuk pada kemuliaan yang dianugerahkan oleh Allah SWT kepada seseorang.
Dengan demikian, jika kita mengikuti definisi karomah yang telah disebutkan, setiap manusia memiliki potensi untuk memiliki karomah, karena manusia adalah sebaik-baik ciptaan Allah SWT.
-
Apa peran Ki Juru Martani di Mataram Islam? Ki Juru Martani dikenal sebagai pengatur strategi yang jitu. Ia menjadi dalang terbunuhnya Arya Penangsang.
-
Kenapa 'Sura dira jayaningrat, lebur dening pangastuti.'? 'Sura dira jayaningrat, lebur dening pangastuti.'(Segala sifat keras hati, angkara murka, hanya bisa dikalahkan oleh sikap bijak, sabar, dan lembut)
-
Siapa yang melakukan sungkeman? Sungkeman dilakukan oleh mempelai pria dan mempelai wanita kepada orang tua.
-
Bagaimana cara Sunan Kalijaga menggunakan Gamelan Kodok Ngorek? Biasanya, Sunan Kalijaga membunyikan ini saat masuk musim kemarau yang berkepanjangan. Karena sudah ada sejak tahun 1500 masehi, maka kondisinya sudah tidak utuh. Beberapa bagiannya terlepas dengan kayu yang keropos.
-
Kenapa Sunan Bonang diusir warga Kediri? Kedatangan Awalnya, Sunan Bonang datang ke Kediri dengan niat tulus untuk menyebarkan ajaran Islam. Saat itu, kedatangannya disambut dengan sikap skeptis karena sebagian besar penduduk Kediri masih memegang teguh agama Buddha dan Hindu. Apalagi ditambah dakwah Sunan Bonang saat itu memakai cara kekerasan, salah satunya sering menghancurkan arca yang dipuja masyarakat setempat.
-
Bagaimana Sunan Kalijaga berdakwah dengan lagu Lir Ilir? Sunan Kalijaga menggunakan lagu Lir Ilir sebagai media dakwahnya dengan cara menyelipkan ajaran Islam dalam lirik lagu yang berbahasa Jawa.
Namun, pemahaman tentang karomah tidak semata-mata seperti itu. Karomah adalah kemuliaan atau keistimewaan yang biasanya terkait dengan peristiwa-peristiwa luar biasa yang dimiliki oleh orang-orang tertentu yang disebut sebagai kekasih Allah SWT.
Seorang wali dianugerahi karomah oleh Allah SWT, yang dalam istilah Jawa dikenal sebagai keramat, merupakan sebuah anugerah besar dari Sang Pencipta. Banyak cerita mengenai karomah para wali yang sering kita dengar.
Kali ini, kita akan membahas karomah-karomah yang dimiliki oleh salah satu Walisongo yang berdakwah di tanah Jawa, khususnya di daerah Drajat, Kecamatan Paciran, Lamongan, Jawa Timur, yaitu Sunan Drajat.
Kehidupan Awal dan Perjalanan Pemikiran Sunan Drajat
Menurut informasi dari pecihitam.org, Sunan Drajat merupakan salah satu dari sembilan wali yang dikenal memiliki berbagai karomah. Nama asli Sunan Drajat adalah Raden Qosim, yang lahir pada tahun 1479 M.
Di masa kecilnya, ia sering dipanggil Raden Syarifuddin. Sunan Drajat adalah anak dari Raden Rahmat, yang lebih dikenal sebagai Sunan Ampel, dan merupakan saudara dari Sunan Bonang. Ibunya bernama Dewi Condrowati, yang oleh masyarakat sering disebut Nyai Ageng Manila. Jika kita menelusuri garis keturunannya, kita akan menemukan bahwa Sunan Drajat berasal dari Syekh Jumaludin Akbar, yang juga dikenal sebagai Syekh Jumadil Kubro.
Dengan latar belakang keluarga ulama, tidak mengherankan jika Sunan Drajat menjadi ahli dalam bidang agama dan budaya. Kembali ke sejarah, Syekh Jumadil Kubro dan Sunan Ampel adalah tokoh ulama serta budaya yang sangat dihormati oleh masyarakat. Sejak kecil, Sunan Drajat menerima pendidikan agama dari ayahnya. Selain itu, ayahnya juga mengarahkan Sunan Drajat untuk belajar agama dan budaya di bawah bimbingan Sunan Gunung Jati dari Cirebon.
Sunan Gunung Jati adalah murid Sunan Ampel, yang merupakan ayahnya. Proses pembelajaran berlangsung di pesantren, mirip dengan yang dilakukan oleh Sunan Ampel. Setelah merasa cukup belajar bersama Sunan Gunung Jati, Sunan Drajat kemudian menikahi putri Sunan Gunung Jati yang bernama Dewi Syufiyah.
Preman Sakti Mengunjungi Sunan Drajat
Saat berdakwah, Sunan Drajat menerapkan metode yang diwariskan oleh ayahnya, yaitu dengan menekankan nilai-nilai kemanusiaan dan menghormati budaya lokal yang sudah ada di Jawa.
Pendekatan ini membuat banyak orang tertarik untuk memeluk agama Islam. Selain itu, sebagai salah satu anggota Walisongo, Sunan Drajat juga memiliki karomah.
Ia adalah sosok wali yang sangat mengagumi musik tradisional, khususnya gamelan, dan ia berusaha keras untuk mempelajarinya. Setelah menguasai alat musik tersebut, Sunan Drajat memanfaatkan gamelan sebagai sarana untuk berdakwah.
Kecintaannya terhadap musik gamelan mampu memukau banyak orang, termasuk seorang preman sakti bernama Duratmoko, yang merasa tidak senang dengan pengaruh Sunan Drajat dalam mengajak masyarakat untuk memeluk Islam.
Suatu ketika, saat Sunan Drajat memainkan gamelan dan menyanyikan tembang favoritnya, Tembang Pungkur—yang mengandung makna-makna Al-Qur'an dalam bentuk serat—seorang preman datang dengan sikap yang kurang sopan.
Menyaksikan perilaku preman yang merugikan masyarakat, Sunan Drajat bertekad untuk memberikan pelajaran kepada preman tersebut.
Lagu Pangkur Mengubah Preman Menjadi Muslim
Setelah menerima laporan mengenai banyaknya warga yang dirugikan oleh tindakan preman, Sunan Drajat segera memerintahkan para pengawalnya untuk menangkap Duratmoko.
Setelah preman tersebut ditangkap, Sunan Drajat memberikan nasihat dengan memainkan tembang Pungkur. Tembang itu dimainkan satu atau dua kali, namun preman itu hanya merespons dengan biasa saja, seolah-olah mengabaikan nasihat yang diberikan.
Sunan Drajat kemudian memulai lagi untuk ketiga kalinya. Begitu ia mulai menembang, tiba-tiba preman itu berteriak kesakitan dan tampak seperti orang yang kesurupan.
Peristiwa luar biasa yang menunjukkan karomah Sunan Drajat ini disaksikan oleh banyak orang. Akhirnya, preman tersebut merasa malu atas kekalahannya, mengakui kesalahannya, dan menyatakan keinginannya untuk belajar kepada Sunan Drajat.
Tak lama kemudian, preman itu memeluk Islam di hadapan Sunan Drajat. Melihat peristiwa tersebut, semakin banyak masyarakat yang tertarik untuk masuk Islam. Penulis: Khazim Mahrur / Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul
Tonton Video Unggulan Ini:
Berikut adalah versi yang berbeda dari kalimat tersebut tanpa mengubah konteks: