Pakar Minta DPR Patuhi Fatwa MA Terkait Seleksi Anggota BPK
Direktur Eksekutif Pusaka Negara Prasetyo mengingatkan agar fraksi-fraksi di Komisi XI kembali pada jalan yang benar dalam pemilihan Anggota BPK.
Pelaksanaan fit and proper test calon Anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menuai kritikan. Hingga saat ini, belum ada tanda-tanda kejelasan mengenai status dua calon yang dinilai tidak memenuhi persyaratan (TMS).
Hasil kajian Badan Keahlian DPR RI menyebutkan calon anggota BPK Harry Z Soeratin dan Nyoman Adhi Suryadnyana tidak memenuhi syarat dan tidak dapat mengikuti tahapan atau proses pemilihan anggota BPK selanjutnya. Karena menjadi polemik, DPR meminta fatwa dalam seleksi anggota BPK RI tersebut.
-
Apa yang diusulkan oleh Baleg DPR terkait dengan DKJ? Baleg DPR mengusulkan agar Daerah Khusus Jakarta (DKJ) menjadi ibu kota legislasi. Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Achmad Baidowi alias Awiek mengusulkan agar Daerah Khusus Jakarta (DKJ) menjadi ibu kota legislasi.
-
Apa yang diumumkan oleh BPBD DKI Jakarta? Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DKI Jakarta mengumumkan, cuaca ekstrem berpotensi melanda Ibu Kota hingga 8 Maret 2024.
-
Kenapa DPR mengapresiasi kinerja Kejaksaan Agung? Kasus kakap yang telah diungkap pun nggak main-main, luar biasa, berani tangkap sana-sini. Mulai dari Asabri, Duta Palma, hingga yang baru-baru ini soal korupsi timah.
-
Apa yang ditawarkan oleh DPLK BRI kepada UMKM? DPLK BRI Ajak UMKM Persiapkan Dana Pensiun BRI dengan menyelenggarakan kelas edukasi “UMKM Pun Bisa Punya Pensiun” dalam pojok investasi di acara Pesta Rakyat Simpedes (PRS) BRI di Pandaan, Jawa Timur, beberapa waktu lalu.
-
Apa jabatan Purwanto di DPRD DKI Jakarta? Anggota Komisi A DPRD DKI Jakarta Purwanto meninggal dunia pada Selasa (5/12) pukul 20.05 WIB.
-
Apa yang didorong oleh DPR RI kepada pihak kepolisian? Komisi III Dukung Polisi Tindak Tegas Pengguna Nopol Palsu Polda Metro Jaya terus melakukan penindakan terhadap pengendara yang kedapatan menggunakan nomor polisi (nopol) palsu. Penertiban pelat nomor rahasia palsu ini lantas mendapat apresiasi dari Wakil Ketua Komisi III DPR RI Ahmad Sahroni. Kata dia, pemakaian pelat palsu erat kaitannya dengan aksi sewenang-wenang di jalan yang merugikan masyarakat.
Pusat Kajian Keuangan Negara (Pusaka Negara) melihat fraksi-fraksi di Komisi XI DPR belum bulat. Meskipun pendapat hukum (fatwa) Mahkamah Agung (MA) yang telah diminta sudah diterbitkan.
Direktur Eksekutif Pusaka Negara Prasetyo mengingatkan agar fraksi-fraksi di Komisi XI kembali pada jalan yang benar dalam pemilihan Anggota BPK. Dia bilang, fatwa MA yang notabenenya diminta oleh Komisi XI seharusnya dihormati dan menjadi rujukan agar polemik bisa selesai.
“Warga negara harus tunduk pada konstitusi negara, termasuk pula Anggota DPR. Persyaratan formil yang tertuang dalam UU BPK tidak perlu ada persepsi dan interpretasi karena sudah final dan mengikat. Bahkan, Mahkamah Agung sendiri ketika dimintakan pendapatnya tetap tunduk pada konstitusi. DPD RI juga begitu. Fraksi-fraksi yang masih ngotot dukung calon bermasalah di Komisi XI seharusnya juga seperti itu, tunduk pada konstitusi,” kata Prasetyo kepada wartawan, Rabu (1/8).
Pernyataan Prasetyo itu juga sekaligus menanggapi apa yang disampaikan Ketua Fraksi PPP sekaligus Wakil Ketua Komisi XI Amir Uskara terkait sikapnya terhadap Fatwa MA. Uskara menyebut bahwa Fatwa MA terkait pencalonan Nyoman Adhi Suryadnyana dan Harry Z Soeratin merupakan wilayah hukum.
Menurutnya, permintaan Fatwa MA apabila sudah diserahkan jawabannya ke DPR, maka kembali lagi memasuki wilayah atau ranah politik.
“Sungguh aneh, yang meminta Fatwa MA itu kan Komisi XI DPR ya? Dimaksudkan untuk jadi rujukan agar polemik perbedaan pandangan bisa selesai. Ini kok mbulet aja. Seharusnya kalau sudah keluar Fatwa ya diikuti karena memang diminta,” lanjut Prasetyo yang juga merupakan Tim Informasi Koalisi Save BPK itu.
Dia menegaskan UU BPK mesti diikuti dan tidak perlu diperdebatkan apalagi ditafsir sendiri sesuai kepentingan. Karena itu, Pusat Kajian Keuangan Negara menyarankan agar segera diambil keputusan agar pemilihan Anggota BPK berjalan sesuai kaidah UU.
Para pakar hukum tata negara sebelumnya juga bersepakat bahwa persyaratan calon Anggota BPK harus merujuk pada ketentuan UU. Apalagi, soal persyaratan ini telah ditegaskan oleh Mahkamah Agung. Margarito Kamis misalnya, menekankan bahwa tidak ada ilmu hukum manapun yang dapat dipakai untuk meloloskan calon tidak memenuhi syarat.
“Kita tidak boleh menoleransi kesalahan para pembentuk UU dengan menginjak UU yang mereka bikin sendiri. Jadi pilihan yang harus diambil adalah coret dua orang itu,” tegas Margarito, Senin (30/8).
Bahkan, Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Parahyangan Bandung Asep Warlan Yusuf menekankan bahwa pembangkangan terhadap hukum oleh lembaga negara adalah kejahatan serius. DPR adalah lembaga pembuat UU harus menjadi yang terdepan dalam kepatuhan terhadap UU yang diciptakan sendiri.
“Bila melanggar UU, seluruh anggota DPR yang terlibat dalam pelanggaran dan pembangkangan hukum bisa diproses secara hukum yang bisa berakibat pada pemecatan sebagai anggota DPR, salah satu klausul pemberhentian anggota DPR adalah jika secara nyata dan tetang benderang melakukan pelanggaran hukum,” katanya, minggu kemarin.
Fatwa MA
Sebelumnya, MA menjawab surat DPR tentang permintaan fatwa dalam seleksi anggota BPK RI bernomor PW/10177/DPR RI/VIII/2021. Permintaan DPR itu direspons MA melalui surat Nomor 183/KMA/HK.06/08/2021 yang terbit pada 25 Agustus 2021. Surat ini ditandatangani Ketua MA, M Syarifuddin. Berdasarkan surat yang diterima merdeka.com, Jumat (27/8), ada tiga poin mengenai seleksi anggota BPK.
“Pertama, Mahkamah Agung berwenang untuk memberikan pertimbangan hukum dalam bidang hukum, baik diminta maupun tidak diminta kepada lembaga negara lain,” demikian bunyi poin pertama surat MA tersebut.
Hal itu mengacu pada Pasal 37 Undang-Undang (UU) Nomor 14 Tahun 1985 tentang MA sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan UU 3/2009 tentang Perubahan Kedua atas UU 14/1985.
Sementara poin kedua berbunyi, “Sehubungan dengan permintaan pendapat dan pandangan tentang penafsiran Pasal 13 huruf j UU tentang BPK, jika ditinjau secara legalistik-formal, Pasal 13 huruf j UU tentang BPK dan dihubungkan dengan Pasal 6 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 jo. Pasal 1 angka 8 UU tentang BPK, maka Calon Anggota BPK yang pernah menjabat di lingkungan Pengelola Keuangan Negara, harus memenuhi syarat yang ditentukan dalam Pasal 13 huruf j.”
"Dengan demikian, harus dimaknai Pasal 13 huruf j UU tentang BPK dimaksudkan agar calon anggota BPK tidak menimbulkan conflict of interest pada saat ia terpilih dan melaksanakan tugas sebagai anggota BPK," begitu tertulis pada poin ketiga.
Dalam penutup surat, ketua MA menyatakan keputusan lebih lanjut menjadi kewenangan DPR. Jubir MA Andi Samsan membenarkan surat tersebut.
“Ya benar, MA sudah menjawab permintaan pendapat hukum/fatwa hukum oleh DPR terkait seleksi calon anggota BPK,” katanya saat dihubungi.
Sementara, Anggota Komisi XI Fauzi H Amro mengatakan permintaan fatwa MA itu dilakukan sesuai dengan prosedur. Nantinya, MA akan memberikan penilaian terhadap 16 calon anggota BPK. Ditegaskan, proses seleksi serta uji kelayakan dan kepatutan calon anggota BPK merupakan hal biasa.
Prosesnya, kata Fauzi, bukan sekali dua kali diselenggarakan di Komisi XI. Karena itu, menurut Fauzi, tidak ada yang perlu dipermasalahkan. Hal terpenting, siapa pun calon terpilih nantinya mendapatkan legitimasi.
“Prosesnya biasa saja, dilaksanakan sesuai prosedur. Komisi XI juga sudah beberapa kali melakukan fit and proper test, seperti misalnya pemilihan (Deputi) Gubernur Bank Indonesia. Artinya ini bukan pertama atau kedua, sudah sering,” kata Fauzi, Kamis (5/8).
Hasil Kajian BK DPR
Hasil kajian Badan Keahlian DPR RI menyebutkan calon anggota BPK Harry Z Soeratin dan Nyoman Adhi Suryadnyana tidak memenuhi syarat dan tidak dapat mengikuti tahapan atau proses pemilihan anggota BPK selanjutnya.
Keduanya dinilai tidak memenuhi syarat karena tidak memenuhi Pasal 13 huruf j UU Nomor 15 Tahun 2006 tentang BPK. Syarat anggota BPK harus paling singkat dua tahun meninggalkan jabatan sebagai pejabat di lingkungan pengelola keuangan negara. Ketentuan pasal ini bertujuan agar tidak terjadi benturan kepentingan saat menjadi anggota BPK.
Sementara, Harry menduduki jabatan di Kementerian Keuangan sebagai Sekretaris Jenderal Perimbangan Keuangan berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan RI bertanggal 13 Juli 2020. Nyoman belum mencapai dua tahun tidak menjabat sebagai Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea Cukai Manado yang berakhir pada 20 Desember 2019.
Baca juga:
Denny Indrayana: Syarat UU Wajib Dipenuhi dalam Pemilihan Anggota BPK di DPR
Fatwa MA Keluar, MAKI Minta DPR Tak Langgar UU soal Seleksi Anggota BPK
MA Jawab Surat DPR: Calon Anggota BPK Dilarang 'Conflict of Interest'
BPK Temukan Lebih Bayar Pemprov DKI dalam Pengadaan Lahan Makam
Seleksi Calon Anggota BPK Didesak Berjalan dengan Penuh Integritas